Sampah Elektronik Terus Meningkat, Pemerintah dan Swasta Dituntut Lebih Perhatian

- Sampah elektronik di Indonesia meningkat pesat, dengan peringatan bahwa pada 2030 akan mencapai 4,4 juta ton.
- Masyarakat masih kurang edukasi tentang e-waste, membuangnya sembarangan, dan belum banyak tempat khusus untuk pembuangan sampah elektronik.
- Pemerintah dan swasta diminta turut memperhatikan masalah ini, dengan erafone sudah menghadirkan tempat daur ulang khusus drop box untuk sampah elektronik.
Bandung, IDN Times - Sampah elektronik kini masih menjadi persoalan di Indonesia. Masyarakat masih banyak yang membuangnya secara sembarangan, bankan banyak yang tidak peduli hingga membuangnya sembarangan dan bersatu dengan sampah rumah tangga lainnya.
Berdasarkan statistik Global E-waste Monitor pada 2024, kenaikan sampah elektronik lebih cepat lima kali lipat ketimbang capaian daur ulangnya. Selain itu, laporan yang sama menyebut jumlah timbulan sampah elektronik sedunia mencapai 62 miliar kilogram.
Dari jumlah tersebut, hanya 22,3 persen sampah elektronik yang berhasil dikumpulkan serta didaur ulang secara ramah lingkungan. Di Indonesia, berdasarkan catatan Kementerian PPN/Bappenas, timbulan e-waste nasional telah mencapai 2,1 juta ton pada 2023. KLHK juga memproyeksikan bahwa pada 2030, timbulan sampah elektronik akan mencapai 4,4 juta ton.
1. Sampah elektronik belum memiliki solusi

Leader of World Cleanup Day Indonesia, Andy Bahari menjelaskan, hingga saat ini masyarakat masih belum teredukasi terkait e-waste dan masih membuang di tempat pembuangan akhir (TPA). Hal itu terjadi karena masih belum banyaknya tempat khusus untuk pembuangan sampah elektronik.
"Sampah elekronik itu ada di mana-mana dan belum ada solusinya. Sangat disayangkan masih banyak yang buang sampah elektronik ke TPA dan belum ada sistem pengelolaan khusus e-waste," ujar Andy, Kamis (12/6/2025).
2. Masyarakat Bandung belum bisa membuang sampah elektronik pada tempatnya

Setali tiga uang, Founder of Asah and Co-founder Parongpong, Gadis Prawewari juga mengungkapkan, solusi pengelolaan sampah elekronik masih belum ada. Sementara, jumlah sampahnya diprediksi akan terus meningkat seiring banyaknya masyarakat yang menggunakan peralatan elektronik.
Masyarakat, kata dia, masih banyak membuang bekas elektronik ke TPA secara langsung, tidak melewati proses daur ulang dan lainnya. Hal ini terbukti di wilayah Bandung.
"Saya sempat mampir ke TPA Leuwigajah di Bandung dan warga di sekitar sana pun masih banyak yang membuang sampah sembarang, termasuk sampah elektonik," katanya.
"Karena itu, masih perlu upaya edukasi yang intensif kepada masyarakat terkait pengelolaan sampah elektronik. Kita harus memberitahu bahwa sampah elektronik itu tidak melebur di tanah," ujar Gadis.
3. Erafone sudah memulainya

Untuk menyelesaikan persoalan ini, pemerintah dan swasta diminta turut memperhatikan hal tersebut. Salah satu pihak swasta yang sudah mulai mencari solusi terkait sampah elektronik yaitu erafone. Perusahaan ritel dan distribusi gadget seluler di Indonesia, bagian dari Erajaya Digital ini, turut menghadirkan tempat daur ulang khusus drop box untuk sampah elektronik.
Di mana erafone mengklaim telah berhasil mengumpulkan dan mendaur ulang lebih dari 1.900 unit gawai dari awal tahun 2025 ini.
Group Chief of HC, GA, Litigation, and CSR at Erajaya Group, Jimmy Peranginangin mengungkapkan, dari kaca mata lingkungan, kegiatan tersebut memberikan dampak nyata yaitu mengurangi emisi karbon hingga 467 kg CO₂, menghemat energi sebesar 854 kWh, serta mengurangi kebutuhan lahan TPA/landfill sebesar 10 meter persegi.
"Ini menunjukkan bahwa langkah kecil dari konsumen, jika difasilitasi dengan benar, bisa menghasilkan dampak lingkungan yang signifikan dan terukur," ujar Jimmy.
Melalui erafone Jaga Bumi, Erajaya Group ingin menjadi bagian dari solusi atas isu lingkungan, tidak hanya bagi pelanggan tetapi juga demi masa depan bumi Indonesia, "Karena itu, kami mengajak semua pihak untuk membangun ekosistem pengelolaan e-waste yang inklusif, terstruktur, dan berkelanjutan," kata Jimmy.
Jimmy menambahkan, gerakan Erafone Jaga Bumi ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk lebih bertanggung jawab sebagai konsumen, lebih kolaboratif sebagai masyarakat, dan lebih visioner sebagai pelaku usaha.
"Kami mengajak semua pihak untuk segera bertindak dengan tidak membuang e-waste sembarangan. Mulailah dari langkah sederhana, seperti menyalurkan e-waste ke dropbox Erafone Jaga Bumi. Harapannya, program ini tidak hanya menjadi fasilitas, tetapi juga mendorong aksi kolektif untuk menjaga lingkungan," ujar Jimmy.
Pada tahap awal, kata Jimmy, sudah hadir sepuluh drop box di sepuluh gerai Erafone yang tersebar di Jabodebek. Sepanjang tahun ini, Erafone berencana menghadirkan sekitar 25–50 drop box di enam wilayah kerjanya. Menurut Jimmy, Erafone Jaga Bumi ini juga sebagai bagian komitmen dan implementasi ESG Erajaya group.