Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Perhutani Dinilai Lalai Awasi Tambang Gunung Kuda Cirebon

Proses pencarian korban longsor di Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (IDN Times/Hakim Baihaqi)
Proses pencarian korban longsor di Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (IDN Times/Hakim Baihaqi)
Intinya sih...
  • Longsor di tambang Gunung Kuda, Cirebon, Jawa Barat, menimbulkan kritik terhadap lemahnya pengawasan Perhutani
  • Perhutani akan meningkatkan sinergi dengan pemerintah dan pihak terkait guna mencegah insiden serupa serta pentingnya kepatuhan terhadap regulasi
  • Gubernur Jawa Barat mengkritik Perhutani yang menyewakan lahan hutan untuk pertambangan, konsekuensi dari kebijakan yang menyimpang dari mandat awal lembaga tersebut

Cirebon, IDN Times - Perum Perhutani tengah menjadi sorotan usai terjadi longsor di kawasan tambang Gunung Kuda, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa. 

Kritik bermunculan karena lemahnya pengawasan dinilai membuka peluang terjadinya aktivitas pertambangan ilegal yang membahayakan keselamatan dan merusak lingkungan.

1. Perhutani hanya pertimbangan teknis

Gunung Kuda di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat
Gunung Kuda di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

Administratur Kesatuan Pemangkuan Hutan (KKPH) Majalengka, Suparno, menyampaikan rasa duka cita mendalam kepada keluarga para korban. Ia menegaskan, Perhutani akan meningkatkan sinergi dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait guna mencegah terulangnya insiden serupa.

Suparno juga mengingatkan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi, terutama yang tercantum dalam Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021 terkait pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non-kehutanan.

Dalam keterangannya, Suparno menjelaskan setiap kegiatan di kawasan hutan harus mengikuti serangkaian prosedur legal, seperti adanya rekomendasi dari pemerintah daerah, persetujuan teknis dari Perhutani, serta izin lingkungan dan persetujuan dari kementerian teknis. 

Ia juga merujuk pada sistem pengelolaan baru yang diterapkan pemerintah melalui Keputusan Menteri LHK No. 287/MenLHK/Setjen/PLA.2/4/2022 juncto SK No. 149 Tahun 2025 serta No.1013/MenLHK/Setjen/PLA.2/4/2022 juncto SK No. 148 Tahun 2025. 

"Kebijakan tersebut menegaskan, pengelolaan kawasan tertentu kini masuk dalam skema Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), di mana peran Perhutani terbatas pada pemberian pertimbangan teknis saja," kata Suparno.

2. Lemahnya pengawasan Perhutani

Pertambangan galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon longsor pada Jumat (30/5/2025). Sebanyak empat korban meninggal dunia. (Dok. Humas Polda Jabar)
Pertambangan galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon longsor pada Jumat (30/5/2025). Sebanyak empat korban meninggal dunia. (Dok. Humas Polda Jabar)

Namun demikian, kelemahan pengawasan terhadap praktik pertambangan liar atau semi-legal masih menjadi masalah. 

Banyak pihak menilai, lemahnya pengendalian justru memungkinkan terjadinya penyimpangan fungsi lahan, yang seharusnya dijaga untuk kelestarian ekologis, bukan untuk eksploitasi komersial.

3. Gubernur Jabar kecam penyewaan lahan hutan untuk tambang

Pertambangan galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon longsor pada Jumat (30/5/2025). Sebanyak empat korban meninggal dunia. (Dok. Humas Polda Jabar)
Pertambangan galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon longsor pada Jumat (30/5/2025). Sebanyak empat korban meninggal dunia. (Dok. Humas Polda Jabar)

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara tegas mengkritik Perum Perhutani yang dianggap telah menyalahgunakan fungsi lahan hutan dengan menyewakannya untuk pertambangan. 

Saat mengunjungi lokasi bencana, Dedi menyatakan bahwa longsor ini merupakan konsekuensi dari kebijakan yang menyimpang dari mandat awal lembaga tersebut.

"Perhutani itu pengelola hutan, bukan perusahaan tambang. Tapi sekarang malah seperti menyewakan lahan untuk digali tambang. Ini penyimpangan besar,” tegasnya.

Dedi juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap alih fungsi hutan menjadi lahan pertambangan yang semakin masif. Menurutnya, langkah semacam ini tidak hanya melanggar prinsip perlindungan lingkungan hidup, tapi juga mencoreng peran Perhutani sebagai BUMN kehutanan. 

Adapun berdasarkan laporan terakhir per Minggu, (1/6/2025) pukul 05.00 WIB, bencana tersebut telah merenggut 18 korban jiwa dan menyebabkan enam orang lainnya mengalami luka-luka. 

Para korban kini dirawat di beberapa rumah sakit di wilayah Cirebon, sementara upaya evakuasi terus dilakukan dengan melibatkan tim SAR, relawan, dan bantuan alat berat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us