Perkara Tian Bahtiar dan Perdebatan Batas Kerja Jurnalistik

- Sidang pembuktian dan absennya fakta perintangan
- Penasihat hukum Tian Bahtiar menilai dakwaan tidak didukung oleh fakta persidangan.
- Tidak ada saksi yang menyatakan adanya perbuatan merintangi proses hukum.
- Dakwaan tidak sejalan dengan aktivitas klien dalam jurnalistik.
- Aktivitas jurnalistik dalam sorotan persidangan
- Fakta persidangan menegaskan aktivitas Tian Bahtiar berkaitan dengan kerja jurnalistik dan riset media
- Pembayaran dilakukan atas nama institusi media, bukan individu,
Bandung, IDN Times – Proses persidangan dugaan obstruction of justice (perintangan proses hukum) atas nama Tian Bahtiar, mantan Direktur Pemberitaan Jak TV, terus bergulir di pengadilan. Sejak putusan sela dibacakan pada 19 November 2025 hingga 17 Desember 2025, majelis hakim telah menggelar empat kali sidang pembuktian dengan menghadirkan total 12 orang saksi dari pihak penuntut umum.
Dalam rangkaian persidangan tersebut, fakta-fakta yang terungkap justru menjadi sorotan tersendiri. Hingga sidang pembuktian terakhir, kuasa hukum menilai belum ada keterangan saksi maupun alat bukti yang secara langsung membenarkan dakwaan penuntut umum terkait dugaan perintangan proses hukum oleh Tian Bahtiar.
Dakwaan obstruction of justice sendiri dikaitkan dengan sejumlah perkara besar, mulai dari kasus Timah, Crude Palm Oil (CPO), hingga importasi gula. Namun, keterangan para saksi di persidangan belum menunjukkan adanya tindakan yang dapat dikategorikan sebagai upaya menghalangi penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan.
Situasi ini memunculkan diskusi lebih luas mengenai batas antara kerja jurnalistik, kebebasan pers, dan tafsir hukum pidana, terutama ketika aktivitas media diseret ke ranah dugaan tindak pidana.
1. Sidang pembuktian dan absennya fakta perintangan

Tim penasihat hukum Tian Bahtiar menilai jalannya persidangan sejauh ini menguatkan posisi mereka sejak awal. Menurut mereka, konstruksi perkara yang dibangun penuntut umum tidak didukung oleh fakta-fakta di persidangan.
“Kami sedari awal sudah menduga hal tersebut, sebagaimana telah kami sampaikan secara lengkap dalam eksepsi bahwa penetapan Tian Bahtiar sebagai tersangka dan saat ini sebagai terdakwa terkesan dipaksakan,” ujar penasihat hukum terdakwa, Didi Supriyanto, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Jumat (19/12/2025).
Ia menegaskan bahwa dari 12 saksi yang dihadirkan, tidak satu pun yang menyatakan adanya perbuatan yang bertujuan merintangi proses hukum. Baik pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan persidangan, tidak ditemukan fakta yang mengarah pada obstruction of justice.
Menurut Didi, persidangan justru memperlihatkan bahwa dakwaan tersebut tidak sejalan dengan realitas peran dan aktivitas yang dijalankan oleh kliennya.
2 Aktivitas jurnalistik dalam sorotan persidangan

Fakta persidangan juga menyoroti posisi Tian Bahtiar dalam kapasitas profesionalnya. Sejumlah saksi menegaskan bahwa aktivitas yang dipersoalkan berkaitan dengan kerja jurnalistik dan riset media, bukan tindakan personal.
Saksi Feynita Susilo, misalnya, menyatakan, “Yang saya ketahui Pak Tian itu sama JakTV, Pak, bukan dengan saudara Tian pribadi. Bukan karena memang ada tim yang lainnya yang turun untuk merekam acara tersebut.”
Keterangan ini diperkuat oleh saksi Indah Kusuma yang menjelaskan bahwa seluruh pembayaran dan pengajuan invoice dilakukan atas nama institusi media, bukan individu. Fakta ini dinilai penting untuk menegaskan tidak adanya motif keuntungan pribadi dari pemberitaan, podcast, maupun seminar yang dipersoalkan.
Tim kuasa hukum menilai, keseluruhan aktivitas tersebut merupakan bagian dari praktik jurnalistik yang bertujuan memberikan informasi dan perspektif kepada publik, bukan untuk memengaruhi atau menghambat proses hukum yang sedang berjalan.
3. Pers, hukum, dan mekanisme yang seharusnya ditempuh

Dalam pandangan penasihat hukum, perkara ini juga membuka perdebatan mengenai penerapan hukum terhadap produk jurnalistik. Mereka menilai, jika terdapat keberatan terhadap isi pemberitaan, jalur yang semestinya ditempuh adalah mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers.
“Kami masih yakin persidangan ke depan akan memperkuat fakta hukum tersebut, sehingga pada akhirnya dakwaan jaksa penuntut umum tidak terbukti,” kata Didi Supriyanto.
Ia menambahkan, sengketa terkait konten jurnalistik seharusnya diselesaikan melalui hak jawab atau pengaduan ke Dewan Pers, bukan melalui pasal perintangan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Dengan masih berjalannya persidangan, perkara Tian Bahtiar kini menjadi perhatian publik, tidak hanya sebagai proses hukum individual, tetapi juga sebagai refleksi hubungan antara kebebasan pers, kerja jurnalistik, dan penegakan hukum di Indonesia.
4. Tentang kasus Tian Bahtiar

Sebelumnya, perkara hukum yang menjerat Tian Bahtiar (TB), bermula dari dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) terhadap tiga perkara korupsi besar yang tengah ditangani Kejaksaan Agung. Perkara tersebut meliputi kasus tata niaga timah, impor gula, serta ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Tian Bahtiar ditetapkan sebagai tersangka pada April 2025 dan didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa penuntut umum menduga Tian menerima aliran dana sekitar Rp487 juta dari Marcella Santoso untuk memproduksi konten bernada negatif yang ditujukan untuk menjatuhkan kredibilitas Kejaksaan Agung sekaligus mengganggu konsentrasi penyidik.
Sejak 24 April 2025, status penahanan Tian dialihkan dari rumah tahanan menjadi tahanan kota dengan pertimbangan kesehatan, disertai kewajiban mengenakan alat pemantau elektronik serta laporan rutin setiap pekan.
Dalam perkembangannya, Dewan Pers menyatakan bahwa tindakan Tian dalam memproduksi konten tersebut tidak termasuk dalam aktivitas jurnalistik karena dilakukan di luar mekanisme redaksi, sehingga tidak mendapat perlindungan Undang-Undang Pers.
Sementara itu, hingga Desember 2025, persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi masih terus berlangsung. Sejumlah saksi, termasuk kurir dari kantor Marcella Santoso, memberikan keterangan terkait pengiriman dana kepada Tian.
Di sisi lain, kuasa hukum Tian menilai dakwaan jaksa tidak terbukti dan menyebut tuduhan perintangan penyidikan sebagai konstruksi yang dipaksakan, meski proses persidangan tetap berlanjut meski sempat mengalami penundaan.

















