Pengamat Soroti Jarak Peledakan Amunisi Kedaluwarsa di Garut

- Jarak amunisi dari pemukiman warga harusnya 30-50 km, sesuai standar internasional.
- Evaluasi serius perlu dilakukan oleh Mabes TNI terkait area penyimpanan dan gudang senjata.
- Perlu upaya sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat sekitar terkait bahaya peledakan dan penyimpanan senjata.
Bandung, IDN Times - Pengamat militer dari Universitas Padjadjaran, Muradi, turut menyoroti dua hal dalam peristiwa 13 orang meninggal dunia saat peristiwa peledakan amunisi kedaluwarsa di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Senin (12/5/2025).
Pertama, kata Muradi, soal jarak peledakan amunisi, apakah benar sudah sesuai dengan peraturan atau lazimnya seperti di beberapa negara lain. Di mana lokasi peledakan ini berjarak 30-50 kilometer dari rumah terakhir warga sekitar, ini juga berkaitan dengan lokasi tempat penyimpanan atau gudang senjata.
"Harusnya normalnya itu radiusnya antara 30 sampai 50 kilometer dari rumah terakhir warga sipil. Ada radiusnya, kalau normal internasional 50, bahkan ada berapa negara 50 kilometer, idealnya 50 kilo," ujar Muradi saat dikonfirmasi.
1. Harus ada evaluasi serius

Menurut Muradi, dengan jarak seluas itu akan turut meminimalisir terjadinya dampak secara langsung terhadap masyarakat khusus warga sipil. Sehingga, ledakan mortir atau amunisi kedaluwarsa itu harus dilakukan evaluasi serius oleh Mabes TNI.
"Saya kira memang perlu ada evaluasi serius terkait area untuk disposal, exploit, dan weapon ya, termasuk juga gudang senjata," katanya.
Di sisi lain, dahulu sempat muncul opsi pemindahan BUMN industri pertahanan ke luar pulau Jawa. Di mana usulan itu sempat muncul dari mantan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu. Menurutnya, hal ini bisa dipertimbangkan kembali.
"Jadi kalau misalnya opsinya dulu waktu itu lagi nih. Pak Ryamizard Ryacudu itu pengen memindahkan BUMN strategis, Itu ke Lampung. Kenapa? Karena itu jauh dari mana-mana, itu kan belum jalan sampai hari ini," jelasnya.
2. Aksi tanggap ke warga harusnya dilakukan

Kemudian, Muradi turut menyoroti mengenai upaya sosialisasi ke masyarakat yang dekat dengan lokasi peledakan dan gudang senjata yang dirasakannya masih minim. Seharusnya, kata dia, upaya sosialisasi ini harus terus diberikan kepada warga.
"Aksi tanggap misalnya upaya per tiga bulan mengingatkan warga bahwa wilayah itu adalah wilayah yang nggak bisa diakses oleh publik dan sebagainya," katanya.
"Saya sih ngerasa ya memang sudah gak layak, gak layak secara safety, gak layak secara pemanfaatan lahan," jelasnya.
3. Perlu ada regulasi baru agar tidak terjadi peristiwa serupa

Kemudian, Muradi berpandangan untuk meminimalisir terjadinya peristiwa serupa, pemerintah harus membuat aturan yang serius mengenai tata kelola senjata, baik untuk amunisi atau lainnya.
Adapun aturan terkait tata kelola penyimpanan dan pemusnahan bahan peledak dan senpi, ada dalam Uu nomor 8/1948, Uu nomor 12/1951, Permenhan nomor 5/2016, dan Perpol 8/2022.
"Momen sekarang untuk ditata kelola, UU ini masih yang lama, kemarin sempat dibahas sempat menjadi naskah akademik tapi tidak ditindaklanjuti," ujar Muradi.
"Sekarang kan senjata dan bahan peledak tidak hanya kepentingan militer tapi industri dan itu harus dilakukan tata kelola yang baik," katanya.