Akademisi ITB dan Itera Soal Etanol: Aman Jadi Bahan Campuran BBM

- Sejumlah akademisi memberikan pandangannya mengenai keberadaan etanol dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) milik Pertamina.
- E10 yang mengandung 10 persen etanol kini menjadi standar nasional karena terbukti mampu menurunkan emisi gas rumah kaca tanpa mengorbankan performa mesin secara signifikan.
- India menargetkan pencampuran 20 persen etanol dalam bensin (E20) pada tahun 2025 untuk menekan impor minyak mentah dan memberikan nilai tambah bagi petani tebu serta industri biomassa.
Bandung, IDN Times - Sejumlah akademisi memberikan pandangannya mengenai keberadaan etanol dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) milik Pertamina. Hal ini pun menjadi perdebatan di tanah publik lantaran masyarakat kaget mengenai adanya etanol dalam BBM.
Tidak sedikit masyarakat khawatir BBM yang dicampur etanol akan berdampak pada mesin kendaraan yang digunakan setiap hari. Meski begitu, beberapa akademisi menilai hal tersebut masih aman untuk digunakan.
Sementara, mengutip Energy Information Administration (EIA), Amerika Serikat telah lama menggunakan campuran etanol dalam bensin dengan tiga varian utama, yakni E10 (etanol 10 persen), E15 (etanol 15 persen), dan E85 (etanol 85 persen).
1. Sudah banyak ditetapkan di beberapa negara

E10 yang mengandung 10 persen etanol kini menjadi standar nasional karena terbukti mampu menurunkan emisi gas rumah kaca tanpa mengorbankan performa mesin secara signifikan.
Tren serupa juga terlihat di Eropa dan Asia, di mana pemerintah dan industri energi berlomba memperluas penggunaan bioetanol sebagai bagian dari komitmen global mengurangi emisi, termasuk Indonesia yang baru menggunakan etanol 3,5 persen dalam kandungan BBM nya.
Menurut Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yus Widjajanto, kadar etanol sebesar 3,5 persen dalam BBM Pertamina tergolong aman dan bahkan sesuai standar internasional.
"Kalau kandungan etanolnya hanya 3,5 persen energi yang turun hanya sekitar satu persen. Artinya daya mesin hanya berkurang sekitar satu persen, dan itu tidak akan terasa dan tidak berpengaruh ke konsumsi bahan bakar maupun tarikan (performa) kendaraan," kata Tri, dikutip Kamis (9/10/2025).
2. Eropa paling banyak memakai E10

Uni Eropa pun tengah mengkaji penerapan bensin E20 atau campuran 20 persen etanol yang dinilai mampu menurunkan emisi karbon hingga 6 persen dibandingkan E10. Seperti dikutip dari EU Research & Innovation, kebijakan ini masih dalam tahap uji karena memerlukan kesiapan teknologi kendaraan dan pasokan bioetanol yang memadai.
Sementara itu, Argus Media mencatat peningkatan tajam konsumsi bensin E10 di Jerman berkat harga yang lebih kompetitif dan penerimaan masyarakat yang semakin baik terhadap bahan bakar ramah lingkungan.
India menjadi contoh negara berkembang yang agresif dalam mendorong program biofuel nasional. Seperti dikutip dari Press Information Bureau (PIB) Pemerintah India, negara tersebut menargetkan pencampuran 20 persen etanol dalam bensin (E20) pada tahun 2025 untuk menekan impor minyak mentah dan memberikan nilai tambah bagi petani tebu serta industri biomassa.
3. Penggunaan etanol sangat potensial

Lembaga energi internasional juga mencatat tren serupa. Laporan International Energy Agency (IEA) yang berjudul “Renewables 2023” menyebut, permintaan biofuel meningkat pesat di negara berkembang seperti Brasil, Indonesia, dan India.
IEA memperkirakan konsumsi etanol global akan terus tumbuh seiring upaya dekarbonisasi transportasi yang kian masif.
Senada dengan itu, Dosen Jurusan Rekayasa Minyak dan Gas Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Muhammad Rifqi Dwi Septian, menilai penggunaan etanol sangat baik untuk terus dikembangkan di tanah air.
"Kalau dikaji lebih lanjut dan terus ditindaklanjuti, penggunaan etanol sangat potensial. Selain lebih ramah lingkungan, juga bisa memperkuat ketahanan energi nasional," ucapnya.
Rifqi juga menepis anggapan bahwa etanol dapat menyebabkan karat atau kerusakan mesin. "Kalau produksinya sesuai standar dan sistem penyimpanannya baik, risikonya sangat kecil. Apalagi kendaraan modern sekarang sudah kompatibel dengan bahan bakar campuran etanol," ujarnya.
Secara global, penerapan kebijakan biofuel kini menjadi arus utama di lebih dari 70 negara. Seperti dikutip dari ResourceWise, Amerika Serikat dan Uni Eropa menjadi pelopor dalam kebijakan wajib pencampuran etanol, sementara kawasan Asia Selatan dan Amerika Latin mulai mempercepat implementasinya.
Tren ini menunjukkan bahwa etanol kini menjadi bagian penting dari masa depan energi bersih dunia.
Etanol sendiri merupakan hasil fermentasi bahan nabati seperti tebu, jagung, atau singkong. Di banyak negara, senyawa ini sudah menjadi komponen wajib dalam bensin karena terbukti membantu peningkatan oktan dan penurunan emisi.