OJK Imbau Warga Tak Asal Investasikan Uang ke Lembaga Koperasi

Bandung, IDN Times - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat tidak asal menginvestasikan uanganya pada lembaga koperasi. Terlebih koperasi yang menawarkan bunga tinggi pada investasi yang diberikan bisa jadi adalah lembaga bodong.
Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 dan Manajemen Startegis Kantor Regional 2 OJK Jawa Barat Aulia Fadly menuturkan, harus ada edukasi pada masyarakat lebih banyak agar mereka tidak tergiur dengan janji manis bunga tinggi pada sebuah investasi, termasuk ke koperasi.
"Harus dicek dulu dengan data perusahaan investasi juga ke OJK apakah lembaga itu mempunyai izin usaha yang legal, kemudian institusinya seperti apa," kata Aulia dalam sebuah diskusi, Selasa (14/2/2023).
1. OJK diberikan tugas awasi koperasi

Menurutnya, saat ini telat terbit Undang-undang P2SK per 12 Januari 2023. Dengan aturan ini dalam dua tahun ke depan pihak Kementerian Koperasi dan UKM bersama dengan Dinas Koperasi di lingkup daerah mendata jenis-jenis KSP. Nantinya pengawasan penuh dari OJK akan berlaku mulai akhir Januari 2025 mendatang.
Koperasi biasanya menghimpun dan memberikan bantuan dana kepada anggotanya yang terdaftar. Meskipun ada koperasi yang menghimpun dan dan menyalurkannya ke luar anggota untuk pembiayaan berbagai macam hal.
Namun, seiring kasus gagal bayar koperasi mencuat pemerintah pun meminta ada pengawasan lebih maksimal dan edukasi pada masyarakat dilakukan sehingga OJK diberikan wewenang tersebut.
"Karena di OJK ada fungsi edukasi dan perlindungan, makanya edukasi pada masyarakat mengenai keberadaan koperasi harus dilakukan khususnya yang tanda petik, tidak terdaftar," kata dia.
2. Menkop usulkan otoritas yang khusus awasi koperasi

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha, Kecil, dan Menengah (UKM) Teten Masduki mengusulkan pendirian otoritas untuk mengawasi kegiatan koperasi dan juga menjamin simpanan dana di koperasi melalui revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
“Kalau di bank kan sudah ada, kalau gagal bayar ada LPS, pengawasnya ada OJK. Di koperasi ini tak ada,” kata Teten Masduki dikutip dari ANTARA.
Teten mengusulkan tiga hal dalam revisi UU Perkoperasian yakni pertama, pendirian otoritas untuk mengawasi koperasi sebagaimana fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini yakni mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan.
“Koperasi simpan pinjam yang besar dan menengah, yang mengelola uang cukup banyak itu memang perlu ada otoritas pengawas koperasi seperti OJK tapi memang khusus untuk koperasi. Di Amerika sudah dilakukan dan juga di Jepang,” ujarnya.
3. Dana simpanan di koperasi makin banyak

Teten menuturkan pengawas koperasi juga penting karena dana simpanan di koperasi semakin banyak, namun UU Perkoperasian lemah dalam pengaturan untuk melindungi anggota koperasi. Dia khawatir tindakan penyalahgunaan dana dan kewenangan pengurus seperti yang terjadi di industri perbankan pada krisis 1998 dapat terjadi di koperasi.
“Saya sudah sampaikan ke Presiden dengan Pak Menko Ekonomi mengenai rencana revisi UU Perkoperasian supaya nanti penjahat keuangan di perbankan tidak pindah ke koperasi karena di koperasi simpan pinjam aturannya masih lemah,” ujarnya.
Kemudian, usulan kedua dalam revisi UU Perkoperasian adalah pendirian otoritas penjamin simpanan koperasi sebagaimana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang saat ini menjamin dana simpanan di bank.
“Kan tidak adil kalau penyimpan di bank dilindungi, penyimpan di koperasi simpan pinjam tidak dilindungi. Jadi ini penting,” ujarnya.
Usulan ketiga, kata Teten, adalah mekanisme Apex di koperasi yakni kerja sama penyediaan likuiditas antar koperasi.
“Apex ini seperti di bank kan sudah ada. Kalau bank misalnya kekurangan likuiditas kan bisa dipinjam dulu. Nah ini di koperasi juga perlu,” kata Teten Masduki.