Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KPU Akui Marak Pelanggaran Etika Saat Pemilu

Ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)
Ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)
Intinya sih...
  • Profesionalitas tetap menjadi yang terdepan
    • KPU memberikan arahan kepada petugas untuk menjaga profesionalitas selama penyelenggaraan pemilu.
    • Anggota yang melanggar etika akan mendapat sanksi sebagai pengingat agar KPU bisa lebih baik di pemilu berikutnya.
    • Penyelenggara pemilu harus taat pada kode etika
      • Komisi II DPR RI akan merevisi Undang-Undang Pemilu untuk memastikan ketaatan terhadap perilaku etika.
      • Tujuannya adalah menyusun hukum acara penegakan etika pemilu yang dilakukan DKPP.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memutus 198 perkara pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) sepanjang tahun 2025. Jumlah perkara yang diputus ini melibatkan 950 penyelenggara pemilu.

Dari 950 penyelenggara pemilu yang diadukan ke DKPP, sebanyak 558 di antaranya direhabilitasi nama baiknya karena tidak terbukti melanggar KEPP. Kemudian 303 lainnya mendapatkan sanksi peringatan atau teguran tertulis.

Terkait hal ini, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menyebut bahwa laporan ini menjadi kontrol baik bagi penyelenggaran pemilu. Sebab, dalam setiap kegiatan selalu ada saja persoalan yang membuat citra KPU menjadi miring.

"Ibaratnya pakai baju kalau ada masalah ini baju kita masih kotor. Kadang persoalan yang disidangkan bisa klarifikasi sehingga hukumannya bisa lebih turun," kata Afifudin ditemui di Bandung, Selasa (9/12/2025).

1. Profesionalitas tetap menjadi yang terdepan

Ilustrasi Pemilu. (Dok: istimewa)
Ilustrasi Pemilu. (Dok: istimewa)

Dia menuturkan, selama ini KPU telah memberikan arahan kepada seluruh petugas baik di tingkat pusat maupun di daerah agar menjaga profesioanlitas selama menjabat maupun ketika penyelenggaraan pemilu. Ketika memang ada kejadian yang dianggap tidak sesuai aturan maupun etika, maka anggota tersebut bisa mendapat sanksi.

"Kalau terbukti melanggar etika ini jadi sebagai pengingat bahwa kami ini manusia biasa sebagai aktivitas ada kesalahan," katanya.

Menurut Afifuddin, masalah etika khususnya tidak saja terjadi ketika pemilu, tetapi juga setelahnya. Maka, data dari DKPP menjadi pengingat dan pembelajaran agar lembaga ini bisa lebih baik dalam pemilu selanjutnya.

2. Penyelenggara pemilu harus taat pada kode etik

Ilustrasi penyelenggara pemilu. (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi penyelenggara pemilu. (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menyadari bahwa pemilu di Indonesia masih jauh dari kesempurnaan dan salah satu aspek yang harus terus dibenahi adalah bagaimana memastikan seluruh penyelenggara pemilu bukan hanya taat kepada hukum, tapi juga memiliki ketaatan terhadap perilaku etika.

“Kami sampaikan Insya Allah tahun depan, 2026, Komisi II DPR RI akan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu dan salah satu nafas penting dalam Undang-Undang Pemilu. Kami ingin menyusun hukum acara sengketa pemilu termasuk di dalamnya, kami akan menyasar bagaimana hukum acara penegakan etika pemilu yang dilakukan DKPP, agar kita semua memiliki ketentuaan yang relatif baku terkait dengan persoalan ini,” ujar Rifqinizamy.

3. Jabar jadi daerah dengan aduan pemilu tertinggi

IMG_20251208_214742_1.jpg
Laporan Kinerja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) 2025 di Kota Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Provinsi Jawa Barat menjadi daerah dengan angka tertinggi pengaduan penyelenggaran pemilu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Berdasarkan data DKPP, total ada 126 aduan dari masyarakat terhadap penyelenggara pemilu di Jabar. Peringkat kedua ditempati oleh Papua dengan 94 aduan, Sumatera Utara 88 aduan, Papua Tengah 78 aduan, dan Sulawesi Tengah 75 aduan.

Ketua DKPP Heddy Lugito dalam pemaparan Laporan Kinerja (Lapkin) 2025 mengatakan, catatan ini harus dicermati bersama karena angkanya berbeda jauh dengan Provinsi lain di Jawa dan Bali.

“Ini harus dicemati bersama karena angka di Jabar itu beda jauh dengan angka di Provinsi Jawa lainnya, misal DKI saja relatif kecil ini seperempat bahkan satu per sepuluhnya, Jateng dan Jatim juga,” ujar Heddy Lugito.

Saat ini, kata dia, DKPP tengah melakukan penelitian indeks kepatuhan etika, untuk mengetahui mengapa jumlah pengaduan etik di Jabar ini tinggi.

“Ini secara ilmiah, kalau sekarang tidak bisa menjawab kecuali angka statistiknya,” katanya.

Share
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us

Latest News Jawa Barat

See More

Program Rumah Subsidi Terdampak Penghentian Izin di Bandung Raya?

09 Des 2025, 13:33 WIBNews