Kongres GMNI XXII di Bandung Ricuh, Hadir Forum Lesehan Ilegal

- Forum lesehan bukan bagian dari kongres
- Suasana internal ikut memanas
- Kongres XXII belum menghasilkan keputusan
Bandung, IDN Times - Kongres XXII Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang digelar di Gedung Merdeka, Kota Bandung, tercoreng insiden yang merusak marwah organisasi. Agenda konsolidasi ideologis ini justru dipenuhi ketegangan, forum ilegal, serta tuduhan intervensi politik dan premanisme.
Pantauan di lapangan, Sabtu (26/7), sekitar 50 peserta tampak menggelar forum secara lesehan di selasar Gedung Merdeka dengan membentangkan spanduk bertuliskan "sidang komisi organisasi Kongres XXII GMNI Kota Bandung". Forum yang diklaim sebagai kelanjutan kongres itu bahkan sempat ricuh hingga terjadi kejar-kejaran antar peserta, mengganggu kenyamanan publik.
Ani (35), wisatawan asal Cirebon, menyebut bahwa suasana tegang di lokasi membuat kawasan wisata yang seharusnya ramah keluarga terasa tidak kondusif.
1. Forum lesehan bukan bagian dari kongres

Salah satu peserta forum, Laga, menyatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk inisiatif melanjutkan kongres yang belum mendapat kejelasan dari panitia.
"Meskipun sedikit, tapi inilah itikad kami sebagai anak ideologis Sukarno untuk menyelesaikan kongres," ujarnya.
Namun, Badan Pekerja Kongres (BPK) GMNI membantah legitimasi forum tersebut. Dalam pernyataan resminya melalui akun Instagram @kongres_gmni, BPK menyebut bahwa forum lesehan di luar Gedung Merdeka bukan bagian dari kongres resmi.
Penundaan sidang yang terjadi sejak Kamis (24/7) disebut sebagai dampak dari situasi tak kondusif, kelelahan peserta, dan kebutuhan mediasi terhadap gangguan kongres. BPK menyatakan akan melanjutkan kongres secara resmi paling cepat pada Minggu, 27 Juli 2025 pukul 19.00 WIB, setelah proses perizinan dengan pihak berwenang rampung.
2. Suasana internal ikut memanas

Lebih lanjut, suasana internal GMNI pun memanas dengan munculnya tuduhan bahwa pelaksanaan kongres telah terkontaminasi oleh kepentingan politik praktis dan tindak kekerasan non-kader. Dalam rilis media yang diterbitkan sejumlah kader, GMNI dinilai telah menyimpang dari semangat musyawarah dan marhaenisme.
"Kami sangat kecewa karena ada pihak yang mencoba memaksakan kehendak pribadi dengan menjalankan sidang ilegal, padahal yang bersangkutan pun bukan kader aktif karena dinyatakan drop out, juga mengabaikan aturan organisasi dan semangat demokrasi. Ini bukan GMNI yang kami kenal," ujar Nathan, salah satu kader aktif.
Nathan menegaskan bahwa GMNI bukan alat kekuasaan, melainkan rumah perjuangan ideologis. Ia menyerukan evaluasi total terhadap pelaksanaan kongres serta mengajak seluruh kader untuk bersatu membersihkan organisasi dari infiltrasi kekuasaan dan kekerasan. "Mari kembalikan GMNI ke jalan ideologis dan moral perjuangan rakyat," tambahnya.
3. Kongres XXII belum menghasilkan keputusan

GMNI telah menyelenggarakan Kongres XXII sejak 15 Juli 2025, namun hingga kini belum menghasilkan keputusan final. BPK tetap menjadi satu-satunya pihak yang memiliki otoritas melanjutkan dan mengesahkan jalannya kongres. Kegiatan di luar koordinasi BPK dinyatakan sebagai forum ilegal dan tidak sah secara organisatoris.
Kondisi ini memperlihatkan adanya krisis kepemimpinan dan ideologi yang mendalam di tubuh GMNI. Alih-alih memperkuat konsolidasi kader, kongres justru menunjukkan gejala disorientasi arah perjuangan yang mengkhawatirkan. Situasi ini diharapkan menjadi titik balik bagi GMNI untuk kembali kepada cita-cita kerakyatan dan keadilan sosial yang diwariskan oleh Bung Karno.