Keinginan Farhan Jadi Wali Kota Tanpa Oposisi Dinilai Kurang Tepat

Bandung, IDN Times - Wali Kota Bandung terpilih M Farhan berkeinginan agar tidak ada oposisi di legislatif saat dirinya menjalankan roda pemerintahan setelah dilantik dalam lima tahun ke depan. Kolaborasi dianggap jadi jalan terbaik agar setiap progam yang dipersiapkan tidak ada pengadangan.
Pengamat politik dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Muhammad E Fuady menjelaskan, dalam menjalankan sebuah perintahan di level kota, mustahil tanpa adanya oposisi. Lembaga legislatif itu mempunyai pengawasan, mereka inilah yang melakukan mekanisme check and balance jika kebijakan pemerintah kota bandung dinilai menyimpang
"Kekuasaan itu manis rasanya, dan cenderung disalahgunakan. Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely. Jika tak ada pengawasan, kekuasan itu sudah pasti akan disalahgunakan. Jadi apa yamg disampaikan oleh wali kota terpilih itu sebuah hal yang mustahil," kata Fuady, Selasa (10/12/2024).
1. Kalau mau tanpa oposisi harus menang mutlak dalam Pemilu

Menurutnya, satu-satunya cara menjalankan pemerintahan tanpa oposisi adalah dengan memenangkan pemilu legislatif secara penuh dan mutlak. Cara lain yang memungkinkan adalah membangun koalisi besar seperti yang dilakukan Joko Widodo atau Prabowo dengan KIM Plus.
"Tampaknya fenomena itulah yang menginspirasi wali kota terpilih," kata dia.
2. Oposisi penting untuk mengkritisi

Justru fungsi lembaga legislatif di masa lalu dikritisi karena lebih tampak sebagai tukang stempel, nrimo dengan apapun yang diajukan eksekutif. Mereka tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya. Dialektika, pembicaraan antara legislatif dan eksekutif itulah yang akan menjadi daging, asupan yang bergizi, berupa produk politik yang berkualitas untuk Bandung.
"Menurut saya Farhan sebagai wali kota terpilih ingin segera berlari dalam menjalankan program-program dalam penuntasan berbagai masalah yang dihadapi kota Bandung, namun ia khawatir program itu tak bisa segera direalisasi. Biasanya ini berkaitan dengan pembuatan kebijakan, dan terutama politik anggaran," kata dia.
3. Harus ada penyeimbang dalam pemerintahan

Menurut Fuady, alokasi anggaran ini akan berjalan alot karena DPRD juga memiliki prioritas yang merepresentasikan aspirasi kelompok pemilih, kadang tak selaras dengan apa yang menjadi kebijakan walikota. Meski demikian, adanya perbedaan cara pandang antara Legislatif dan eksekutif di kota Bandung adalah sebuah dinamika, dan komunikasi politik di antara kedua pihak.
"Inilah yang penting untuk menghasilkan sinergi dan keseimbangan," kata dia.