Kang Arfi: The Hallway Space Bukti Ekonomi Kreatif Bandung Berputar

Bandung, IDN Times - Empat tahun lebih berjalan, ruang kreatif di Pasar Tradisional Kosambi, The Hallway Space, mulai tenar sebagai salah satu destinasi yang wajib dikunjungi muda-mudi Kota Bandung.
Founder The Hallway Space, Faizal Budiman mengatakan, awalnya, pada 2019 lalu, tempat ini merupakan ruang mubazir yang tidak terpakai di Pasar Kosambi. Bermodal uang Rp20 juta yang digalang melalui udunan bersama rekan-rekannya, mereka akhirnya menyulap lantai terbengkalai ini menjadi sebuah ekosistem ekonomi kreatif yang memiliki daya tarik tersendiri.
"Ngebangun The Hallway Space itu modalnya cuma patungan Rp5 juta per orang dari empat orang. Kami izinnya ke Perumda Pasar. Dulu tempat ini sepi, terbengkalai 15 tahun. Awalnya cuma dua toko. Kami punya cita-cita kepingin punya toko yang bagus tapi enggak kepingin yang sewanya mahal karena di Kota Bandung ini kan sewa toko mahal. Akhirnya kita tertarik di pasar karena di pasar punya harga sewa yang murah, " ujar pria yang akrab disapa Bob ini saat ditemui di kiosnya, Minggu (14/7/2024) malam.
1. Sudah memiliki 140 toko yang dikelola dengan baik

Pandemi COVID-19 tidak menyurutkan Bob dan rekan-rekannya untuk menyulap The Hallway Space menjadi sebuah tempat 'nongkrong' anak muda kreatif Kota Bandung. Hingga pada akhirnya, pada 1 Oktober 2020, setelah satu tahun mengumpulkan tenan-tenan dengan visi misi yang sama serta sedikit sedikit renovasi fisik, The Hallway Space dibuka untuk umum.
"Soft opening 1 Oktober 2020 traffic-nya udah seribuan orang perhari orang yang datang. Dulu 20 toko pertama isinya teman-teman KOL. Dari 20 toko pertama kita kasih sewa setahun gratis buat nge-boosting hingga sekarang jadi 140 toko yang dikelola," kata Bob.
Karena dikelola dengan apik dalam segala hal, The Hallway Space hingga saat ini tidak pernah sepi pengunjung. Bahkan, omzet beberapa toko pun terbilang cukup tinggi.
"Omzet dipukul rata aja kalau misalkan dalam satu hari 1.000 orang yang datang dikali satu orang minimal spendmoney-nya Rp50.000 mungkin udah Rp50 juta perhari untuk keseluruhan. Tahun kemarin pas Ramadan bahkan ada yang sampai Rp1 miliar per bulan," ujarnya.
2. Pemerintahan baru harus terus dukung pasar kreatif di Kota Bandung

Bob menjelaskan, The Hallway Space bisa bertahan hingga saat ini karena saling support antartenant terutama dalam hal promosi media sosial yang dibuat selalu menarik. Tidak hanya promosi, produk-produk yang dijualpun dikurasi secara detil dan tidak sembarangan orang bisa berjualan.
"Kami ada beberapa tenan yang punya loyal customer sendiri Kurasi tenant biar vibes-nya tetap terjaga. Dari proses kurasi itu hasilnya si bentuk toko jadi lebih enak dipandang, " tuturnya.
Kepada pemerintah Kota Bandung di bawah kepemimpinan wali kota yang baru nantinya, harapan pelaku bisnis kreatif di lokasi ini terbilang sederhana. Mereka hanya berharap tetap bisa mengekspresikan kreatifitas mereka di sini.
"Harapannya atau targetnya, ingin tempat ini tetap ada, menjadi salah satu wadah atau ekosistem ekonomi kreatif di Bandung. Konsep Ini sudah terduplikasi di kota lain seperti di Surabaya dan Solo. Kalau ini bisa terduplikasi di kota-kota lain jadi banyak aset-aset pasar yang bisa hidup, " tandasnya.
3. Bacawalkot Bandung nikmati The Hallway Space

Bakal Calon Wali Kota Bandung, Arfi Rafnialdi, kedapatan tengah menikmati semangkuk cuanki di sudut The Hallway Space. Selain kuliner, Arfi juga membeli kaos di toko Senikanji dengan harga Rp150.000
"Cuankinya enak pisan, ini juga masih mau cari tempat ngopi yang enak. Tadi di depan sempat beli kaos Senikanji. Kaosnya unik tulisan pepatah bahasa Indonesia tapi tulisan kanji. Saya penasaran pas di google translate ternyata benar artinya, " ungkap Arfi.
Arfi mengaku, sangat kagum dengan The Hallway Space yang terus bertumbuh menjadi ruang berekspresi anak muda kreatif Kota Bandung. Menurut dia, The Hallway Space berhasil membuat generasi muda mau datang berkunjung ke Pasar Tradisional.
"Anak muda kan jarang mau ke pasar kalau pasarnya biasa-biasa saja. Tapi ternyata bisa jadi keren banget. Bahkan tadi ngobrol sama Bob, ternyata justru aktivasi di The Hallway Space ini membuat pasar ini jadi hidup 24 jam. Sore sampai ke malam pada nongkrong, ada yang launching produk, ada yang mini konser yang lebih intimate. Dan malamnya sudah mulai persiapan pasar basah, jadi nyambung terus, " tuturnya.
Namun demikian, Arfi menambahkan, dengan karakteristik yang berbeda-beda, tidak semua pasar di Kota Bandung bisa mengusung konsep serupa dengan The Hallway Space.
"Enggak harus semua sama kaya gini. Saya meyakini kreatifnya orang Bandung bisa membuat kekhasan dari satu tempat. Mungkin ada beberapa tempat yang bisa dengan konsep seperti ini, tapi bisa jadi di pasar yang lain perlu kreatifitas yang berbeda. Ini sebetulnya harapan agar ekonomi kreatif berputar terus, karena kita berharap orang-orang yang datang dan hidup di kota ini taraf hidupnya meningkat, " pungkasnya.