Gubernur Minta Hemat, Pemkab Cirebon Malah Pilih Rapat di Hotel

- Alasan pemilihan hotel sebagai lokasi rapat adalah efisiensi administrasi dalam pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran, bukan untuk gaya hidup mewah.
- Pemkab Cirebon memilih pendekatan berbeda dengan arahan Gubernur Jawa Barat, namun tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian anggaran.
- Pemkab Cirebon juga ingin mendorong pemulihan ekonomi sektor perhotelan lokal dengan menyelenggarakan kegiatan di hotel.
Cirebon, IDN Times - Pemerintah Kabupaten Cirebon memastikan akan kembali melaksanakan rapat kerja dan kegiatan kedinasan di hotel, menyusul keluarnya izin dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Keputusan ini diambil meskipun Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sebelumnya mewanti-wanti agar rapat dan pelatihan aparatur sipil negara (ASN) dilaksanakan di lingkungan kantor pemerintahan.
1. Efisiensi administrasi jadi alasan utama

Bupati Cirebon, Imron Rosyadi, menegaskan pemilihan lokasi hotel bukan untuk menunjang gaya hidup mewah, melainkan didasarkan pada alasan efisiensi dalam pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran.
Selama ini, menurut Imron, kegiatan yang digelar di kantor pemerintahan kerap menghadapi kendala administratif yang rumit.
“Ketika kegiatan dilakukan di kantor, kami harus mencatat seluruh komponen belanja secara terpisah, mulai dari konsumsi, sewa kursi, dekorasi, hingga peralatan pendukung lainnya. Bukti pembelanjaannya pun harus terurai satu per satu. Ini cukup menyulitkan dalam penyusunan laporan,” ujar Imron, Jumat (13/6/2025).
Sebaliknya, bila digelar di hotel, pelaporan menjadi lebih praktis. Hotel umumnya menyediakan satu paket kegiatan lengkap, dari ruang pertemuan, konsumsi, hingga peralatan rapat.
Hal ini memudahkan tata kelola keuangan dan meminimalisir potensi kesalahan dalam pelaporan keuangan yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2. Antara kemudahan teknis dan instruksi gubernur

Langkah Pemkab Cirebon untuk kembali menyelenggarakan kegiatan di hotel sebenarnya tidak sejalan dengan arahan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Dalam beberapa kesempatan, Dedi menekankan pentingnya efisiensi anggaran dan mendorong penggunaan fasilitas kantor pemerintahan secara maksimal untuk menggelar kegiatan.
Namun, Pemkab Cirebon memilih pendekatan berbeda. Menurut Imron, keputusan ini tidak serta-merta bertentangan dengan arahan gubernur, karena tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian anggaran.
Ia juga memastikan, kegiatan yang digelar di hotel akan disesuaikan dengan kemampuan fiskal daerah dan akan melalui proses evaluasi pada setiap perubahan anggaran.
“Kami tidak sembarang gelar kegiatan di hotel. Kalau dananya cukup, baru bisa. Tidak serta-merta langsung kami anggarkan besar-besaran,” katanya.
3. Mendorong pemulihan ekonomi sektor perhotelan

Di luar pertimbangan teknis dan administrasi, Imron juga menyoroti dampak positif dari kebijakan ini terhadap pelaku industri perhotelan.
Ia menyebut, hhotel-hotel lokal di Cirebon sempat mengalami keterpurukan saat pandemi covid-19 melanda, dan hingga kini belum sepenuhnya pulih.
“Kalau kegiatan bisa diselenggarakan di hotel, maka setidaknya kita membantu pergerakan ekonomi lokal. Banyak hotel di Cirebon yang masih merangkak untuk bangkit. Ini juga bagian dari cara pemerintah membantu,” jelasnya.
Sejumlah pengusaha hotel di kawasan Jalan Tuparev dan Jalan Cipto Mangunkusumo pun menyambut baik rencana ini. Mereka berharap kegiatan dari pemerintah daerah mampu mendorong okupansi kamar dan memulihkan arus kas yang sempat terhenti.
Kementerian Dalam Negeri sebelumnya, secara resmi kembali memperbolehkan kegiatan pemerintahan daerah dilaksanakan di luar kantor, termasuk di hotel, asalkan tetap berlandaskan efisiensi dan akuntabilitas.
Bagi banyak pemerintah daerah, kebijakan ini adalah angin segar. Selama beberapa tahun terakhir, keterbatasan ruang rapat di kantor dan kompleksitas pencatatan pembelanjaan membuat pelaksanaan kegiatan internal sering terkendala.
Di Kabupaten Cirebon, ruang rapat kantor bupati dan organisasi perangkat daerah (OPD) memang tergolong terbatas, baik secara kapasitas maupun fasilitas penunjang.
Selain itu, tidak semua kantor memiliki sistem pendingin udara, aksesibilitas tamu undangan, atau perangkat presentasi yang memadai.