Datangi BPK, Demul Minta Audit Belanja Jabar Diumumkan Lebih Cepat

- Tak ada intervensi
- Dedi meminta BPK melakukan pendalaman terhadap alur kas Pemprov Jabar tanpa intervensi dalam urusan audit keuangan.
- Penggunaan anggaran tak bisa secepat kilat
- Dedi memastikan belanja Pemprov Jabar dilakukan tepat sasaran dan menjelaskan penggunaan uang deposito dan giro.
- Purbaya minta uang daerah segera dibelanjakan
- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan menggelar pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk membahas perbedaan data terkait dana pemerintah daerah yang mengendap di per
Bandung, IDN Times - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyambangi kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Kota Bandung. Kedatangannya tak terlepas dari perselisihan antara Dedi Mulyadi dan Menteri Keuangan Purbaya terkait dengan pengendapan dana daerah di perbankan.
Menurut Dedi, dia datang ke kantor ini untuk meminta sejumlah hal termasuk kemungkinan pengumuman audit belanja daerah tahunan yang lebih cepat. Dedi menuturkan, selam ini BPK Jabar mengumumkan hasil audit kinerja keuangan pemerintah daerah sekitar bulan April untuk pemeriksaan setahun ke belakang. Namun, dia berharap ada pengumuman lebih cepat khusus pada sektor belanja daerah.
"Memang pengumumannya kan nanti dilakukan ketika akhir tahun. Dan kemudian hasil audit selama 1 tahun itu kan nanti diumumkan biasanya kisaran bulan April. Tetapi khusus untuk belanja di pemerintah provinsi Jawa Barat ini agar segera dilakukan pengumuman hasil audit BPK perwakilan provinsi Jawa Barat," kata Dedi usai bertemu pejabat BPK Jabar, Jumat (24/10/2025).
1. Tak ada intervensi

Meski datang ke kantor BPK usai adanya kisruh dengan Purbaya, Dedi memastikan bahwa dia tidak mengintervensi dalam urusan audit keuangan. Justru kedatannya meminta agar BPK melakukan pendalaman lebih maksimal khususnya terkait tudingan pengendapan dana oleh pemerintah daerah.
"Meminta BPK untuk melakukan pendalaman terhadap alur kas pemerintah provinsi Jawa Barat, karena BPK yang punya kewenangan untuk melakukan pemeriksaan. Jadi yang menilai apakah ada anggaran yang diendapkan di Provinsi Jawa Barat, yang harus menyatakannya dalam BPK karena dia punya kewenangan melakukan audit," ungkap Dedi.
2. Penggunaan anggaran tak bisa secepat kilat

Dedi pun memastikan, selama kepemimpinannya belanja Pemprov Jabar dilakukan tepat sasaran. Belanja modal pun diperbanyak seperti keperluan pembangunan jalan untuk kebutuhan masyarakat.
Terkait kas daerah yang sempat disinggung Menteri Keuangan Purbaya karena mengendap di bank. Dedi tak menampik bahwa uang tersebut bersifat deposito dan giro yang bisa digunakan setiap saat oleh Pemprov Jabar.
Untuk deposito bersifat on call sehingga Pemprov Jabar bisa menggunakan uang itu kapanpun ketika dibutuhkan.
Lalu soal giro, Dedi Mulyadi kemudian memberikan penjelasan panjang lebar. Intinya, giro itu akan menjadi dana yang digunakan secara bertahap oleh Pemprov Jabar untuk membayar berbagai macam proyek pembangunan.
"Kalau kemudian ada yang bertanya, kenapa kas daerahnya, uang yang tersedia di kas daerahnya ada Rp2,4 triliun. Apakah itu termasuk pengendapan, jawabannya begini (tetap digunakan untuk keperluan daerah)," kata Dedi.
Di sisi lain, dalam pelunasan proyek dari Pemprov di tidak bisa langsung membayar seluruhnya di awal karena ditakutkan ada keteledoran dalam pengerjaan sehingga bisa berpotensi masuk kategori korupsi.
3. Purbaya minta uang daerah segera dibelanjakan

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan menggelar pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM), untuk membahas perbedaan data terkait dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan. Ia menilai urusan tersebut menjadi ranah Bank Indonesia (BI) selaku pengumpul data.
Hal ini bermula saat Purbaya menyatakan berdasarkan data Bank Indonesia ada dana pemda mengendap sebesar Rp234 truliun di perbankan hingga akhir September. Namun ternyata sejumlah kepala daerah membantah data tersebut.
“Enggak (pertemuan dengan kepala daerah), bukan urusan saya itu. Biar saja BI yang ngumpulin data, saya cuma pakai data bank sentral,” ujar Purbaya di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).
Menurut Purbaya, BI memiliki akses penuh terhadap laporan keuangan dari seluruh perbankan nasional, sehingga data yang disampaikan merupakan hasil kompilasi resmi dari lembaga keuangan tersebut. Ia menilai, wajar jika masih ada perbedaan persepsi antara pemerintah daerah dan otoritas moneter.

















