Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dapur MBG di Cirebon Terancam Ditutup, Tak Satu pun Punya IPAL

WhatsApp Image 2025-10-01 at 14.03.45.jpeg
Kondisi SPPG Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur, Rabu (1/10/2025). (IDN Times/IDN Times Dini Suciatiningrum)
Intinya sih...
  • IPAL bukan formalitas, tapi kunci keamanan panganDinkes menilai banyak pengelola SPPG masih menganggap IPAL sekadar kebutuhan administratif, bukan sistem pengolahan limbah yang berfungsi menjaga kualitas air dan kebersihan lingkungan.
  • Tim khusus inspeksi bekerja tanpa liburDinkes telah membentuk empat tim lapangan yang terdiri dari tenaga ahli kesehatan lingkungan (kesling) untuk mempercepat proses pemeriksaan di seluruh SPPG.
  • Ancaman penutupan bagi yang bandelDinkes akan menutup sementara SPPG yang tidak kunjung mengajukan atau melengkapi dokumen SLHS hingga batas waktu yang ditentukan untuk menjaga
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Cirebon, IDN Times - Pemerintah Kabupaten Cirebon mengeluarkan peringatan keras terhadap seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang belum memenuhi standar kebersihan dasar.

Berdasarkan hasil evaluasi Dinas Kesehatan (Dinkes), seluruh SPPG di wilayah itu belum memiliki Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang layak. Dari total 83 SPPG yang terdata, hanya 22 unit yang telah mengantongi Surat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), sementara sisanya masih beroperasi tanpa izin kebersihan yang sah.

Padahal, IPAL dan alat sterilisasi menjadi syarat mutlak untuk memastikan keamanan pangan dalam layanan gizi. “Masih banyak SPPG yang belum memenuhi standar minimal. Ada yang tidak memiliki IPAL, bahkan tidak punya alat sterilisasi alat makan,” ungkap Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, Senin (27/10/2025).

1. IPAL bukan formalitas, tapi kunci keamanan pangan

WhatsApp Image 2025-10-01 at 14.03.45 (1).jpeg
Kondisi SPPG Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur, Rabu (1/10/2025). (IDN Times/IDN Times Dini Suciatiningrum)

Dinkes menilai, banyak pengelola SPPG masih menganggap IPAL sekadar kebutuhan administratif, bukan sistem pengolahan limbah yang berfungsi menjaga kualitas air dan kebersihan lingkungan.

Akibatnya, limbah dari proses pengolahan makanan berpotensi mencemari lingkungan sekitar dan membahayakan kesehatan masyarakat.

“IPAL itu bukan sekadar tempat buang air limbah, tapi sistem pengolahan yang harus memenuhi parameter kesehatan dan lingkungan. Kalau tidak dipenuhi, artinya risiko kesehatan masyarakat meningkat,” kata Eni, menegaskan.

Selain IPAL, sebagian besar SPPG juga tidak memiliki grease trap, alat penahan lemak yang berfungsi mencegah penyumbatan saluran pembuangan dan menjaga sanitasi dapur.

2. Tim khusus inspeksi bekerja tanpa libur

IMG-20250611-WA0026.jpg
Kegiatan memasak oleh para petugas SPPG Semarang Timur dicek langsung oleh jajara Polda Jateng. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Untuk mempercepat proses pemeriksaan, Dinkes telah membentuk empat tim lapangan yang terdiri dari tenaga ahli kesehatan lingkungan (kesling).

Mereka ditugaskan melakukan inspeksi ke seluruh SPPG, bahkan di akhir pekan. Targetnya, seluruh lokasi sudah diperiksa sebelum 31 Oktober 2025. “Kami tidak mengenal hari libur. Semua tim diturunkan agar evaluasi selesai tepat waktu,” ujar Eni.

Meski begitu, Dinkes mengakui keterbatasan jumlah tenaga kesling menjadi kendala utama. Proses pemeriksaan air dan makanan di laboratorium memerlukan waktu hingga 4–7 hari, sementara jumlah lokasi yang harus disurvei sangat banyak.

“Tenaga pemeriksa harus bersertifikat ahli kesehatan lingkungan. Kami tidak bisa asal menugaskan orang,” tuturnya.

3. Ancaman penutupan bagi yang bandel

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) milik Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) di Makassar, pada Kamis (15/5/2025). (Dok. Humas Polri)
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) milik Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) di Makassar, pada Kamis (15/5/2025). (Dok. Humas Polri)

Dinkes menegaskan akan menutup sementara SPPG yang tidak kunjung mengajukan atau melengkapi dokumen SLHS hingga batas waktu yang ditentukan. Langkah ini dianggap perlu untuk menjaga keselamatan masyarakat dari risiko penyakit akibat layanan gizi yang tidak higienis.

“Kalau sampai akhir bulan belum juga mengurus izin, kami akan berhentikan operasionalnya. Ini bukan sekadar administratif, tapi soal keselamatan publik,” ujar Eni.

Menurut data Dinkes, sebagian pengelola SPPG beralasan masih menunggu hasil laboratorium atau belum melengkapi berkas. Namun pemerintah menilai alasan itu tidak bisa dijadikan pembenaran untuk menunda kewajiban hukum.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us

Latest News Jawa Barat

See More

'Mencuri di Tanah Sendiri' Viral di Sukabumi, Begini Duduk Perkaranya

27 Okt 2025, 13:03 WIBNews