Cara Kain Indonesia Meramu Beragam Wastra Jadi Batik Bermotif Unik

- Meracik berbagai kain jadi satu pakaian
- Fokus pada pakaian kantoran
- UMKM yang tumbuh kurangi angka pengangguran
Bandung, IDN Times - Wastra atau kain tradisional dari Indonesia memang terkenal karena memiliki banyak warna dan corak. Setiap daerah memiliki wastra tersendiri yang menjadi ciri khas dari Indonesia. Kekhasan ini coba dimanfaatkan oleh pelaku UMKM, Kain Indonesia, dalam membuat berbagai motif pakaian batik.
Pemilik Kain Indonesia, Shinta Paramarti (44) menuturkan, menjalankan bisnis fesyen ini sebenarnya tidak sesuai dengan pendidikan yang dia tempuh sebagai lulusan teknik elektro. Namun, ketertarikan atas fesyen membuatnya kemudian sekolah kembali menjadi seorang fashion desainer.
Pemilihan membuat batik dengan bermacam kain yang didapatkan karena memang mencintai produk wastra dalam negeri dan melihat adanya potensi untuk mengembangkan usaha fesyen batik.
" Ide ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2017, tapi baru kami wujudkan pada tahun 2021. Alasannya, karena saya memang pecinta kain dan wastra Indonesia. Tapi saya melihat banyak tantangan misalnya produk kain Indonesia sering ditiru oleh negara lain seperti Tiongkok, lalu dicetak digital dan dijual lebih murah. Bahkan beberapa negara tetangga sempat mengklaim motif seperti songket sebagai milik mereka," ujar Shinta dalam acara Smexpo Pertamina di Kota Bandung, Sabtu (25/10/2025).
1. Meracik berbagai kain jadi satu pakaian

Menurutnya, kain dari berbagai daerah ini memiliki keunikan tersendiri dalam warna dan motif. Keunikan tersebut kemudian dipadupadankan agar bisa menjadi satu pakaian dengan motif dan desain tersendiri. Hal ini kemudian menjadi keunikan dari produk Kain Indonesia yang tidak dimiliki pelaku UMKM lainnya.
Misalnya, kain dari Sumba atau Bali kemudian digabung dengan batik dari Yogyakarta atau Cirebon. Meski ada kesulitan saat digabungkan, tapi ketika memang ada yang pas maka desain pakaian ini tidak bisa ditiru.
"Sekarang kita bisa model pakaian lebih dari 50. Tapi intinya kami selalu membuat desain yang elegan dan tetap mempresentasikan kain-kain Nusantara," papar Shinta.
2. Fokus pada pakaian kantoran

Menurutnya, menjual batik memang gampang-gampang susah. Target pasar harus bisa dicari agar lini usahanya terus berjalan. Di Kain Indonesia sendiri, Shinta lebih fokus pada penyediaan pakaian pekerja kantoran khususnya di daerah Jakarta.
Bagaimana kain bisa kemudian bisa lebih elegan dan nyaman meski dipakai untuk bekerja di kantor. Pasar ini dipilih karena jumlah pekerja khususnya aparatur sipil negara (ASN), BUMN, dan kantoran swasta jumlahnya sangat banyak di dalam negeri.
"Harganya bervariasi dan ada yang di bawah Rp300 ribu. Jadi masih terjangkau sekali," kata dia.
Menurutnya, Kain Indonesia juga sudah pernah dipakai sejumlah pejabat negara termasuk dalam acara W20 yang menjadi kegiatan sampingan dari G20. Pemakaian kain tersebut jelas mempertegas bahwa wastra dari Indonesia bisa tampil di ajang internasional.
3. UMKM yang tumbuh kurangi angka pengangguran

VP CSR & SMEPP Management Pertamina Persero, Rudi Ariffianto kegiatan Smexpo ini dijalankan di berbagai daerah untuk memberikan ruang pada pelaku UMKM bisa memperkenalkan produknya kepada calon pembeli. Harapannya, produk tersebut semakin banyak diminati sehingga berdampak pula pada para pekerja yang bisa menekan angka pengangguran.
"Pengusaha UMKM itu bisa memperkerjakan 4-5 orang dan mereka juga bisa menghidupi orang lain di keluarganya. Maka kegiatan seperti ini bisa memberikan efek berantai pada perekonomian," paparnya.
Mengusung semangat “Lokal Jadi Vokal”, SMEXPO Bandung 2025 menghadirkan 26 booth UMKM yang menjual berbagai produk kreatif dari sektor food & beverage, fashion, serta art & craft. Lebih dari sekadar pameran, acara ini juga dirancang sebagai ruang edukasi dan hiburan untuk seluruh lapisan masyarakat, mulai dari komunitas kreatif hingga keluarga.

















