Buruh Jabar Pertanyakan Keputusan Prabowo Soal Kenaikan UMP 6,5 Persen

Bandung, IDN Times - Serikat buruh di Jawa Barat turut mempertanyakan pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen. Adapun pernyataan ini disampaikan Prabowo di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Salah satu yang mempertanyakan soal kenaikan ini yaitu Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat, Roy Jinto. Dia mempertanyakan dasar dari perhitungan kenaikan UMP 6,5 persen.
"Sebesar 6,5 persen itu rumusnya dari mana gitu, apakah itu presentasi pertumbuhan ekonomi atau hanya pertumbuhan ekonomi? Kami belum tahu karena Pak Presiden kan mengumumkan hanya angka doang, adalah 6,5 persen," ujar Roy saat dikonfirmasi, Sabtu (30/11/2024).
1. Jangan sampai 6,5 persen menjadi batas maksimal

Selain itu, Roy juga mempertanyakan apakah kenaikan UMP 6,5 persen pada 2025 ini ada dalam batas maksimal atau minimal, dan hal itu seharusnya sudah ada dalam peraturan Kementerian Ketenagakerjaan untuk kemudian diserahkan ke seluruh provinsi.
"Kalau 6,5 persen minimalnya berarti tergantung daerah, boleh dong 7 persen 8 persen sampai 10 persen? Tapi kalau angka 6,5 persen itu adalah angka maksimal, kenaikan upah minimum berarti dimungkinkan di daerah-daerah itu nanti akan ada di bawah itu," ujarnya.
Roy kemudian menyinggung adanya peraturan yang dulu pernah diterapkan Kementerian Ketenagakerjaan dalam menetapkan UMP tepatnya di 2022, di mana menaikkan upah minimum maksimal 10 persen. Namun, pada kenyataannya tidak ada provinsi yang menetapkan di atas aturan tersebut.
"Ternyata bukan 10 persen hasilnya, tetapi ada yang 6, 7, 8 persen dan gak ada pun waktu itu yang berani menerapkan 10 persen. Makanya ini juga perlu dipelajari. Apakah nantinya 6,5 persen ini ada dalam peraturan atau tidak," katanya.
2. Buruh minta kenaikan 10 persen

Jika pemerintah ternyata menetapkan kenaikan UMP 6,5 persen ini adalah angka maksimal, Roy menegaskan, serikat buruh di Jawa Barat menolak karena tuntutan kenaikan upah ini sebesar 10 persen.
"Kalau 6,5 persen maksimal kami menolak, karena sudah tidak ada ruang lagi untuk menaikkan menjadi 10 persen," ucapnya.
"Tapi kalau itu adalah angka minimalnya 6,5 persen, maka ada kemungkinan besar di beberapa daerah yang ada di industri dan pertumbuhan ekonominya bagus ya kan jadi 10 persen," katanya.
3. Jangan sampai beda dengan Peraturan Menteri

Lebih lanjut, Roy menjelaskan, tuntutan buruh menaikkan upah sebesar 10 persen ini berdasarkan peraturan putusan MK atas uji materi beberapa pasal UU Cipta Kerja. Ia berharap pemerintah bisa mengikuti aturan ini dalam menetapkan upah minimum.
"Kami bingung 6,5 persen ini dasarnya dari mana? Apakah itu inflasi pertumbuhan ekonomi? Kemudian apakah sudah dihitung berdasarkan survei Angka kebutuhan hidup layak (KHL)?" ujarnya.
Berdasarkan informasi yang didapatkannya, kemungkinan UMP dan UMK 2025 akan diputuskan pada 4 Desember 2024. Roy memastikan, pernyataan presiden soal 6,5 persen ini harus jelas tertuang dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
"Kami akan melihat 6,5 persen itu secara formula dari mana. Jangan sampai beliau menyampaikan 6,5 ternyata Permennya tidak menyebutkan itu, ternyata tidak ada dalam permen dan masih 6 persen," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan upah minimum provinsi (UMP) 2025. Prabowo mengatakan UMP 2025 naik 6,5 persen.
"Menteri Tenaga Kerja mengusulkan kenaikan upah minimum 6 persen. Namun setelah membahas juga dan melaksanakan pertemuan-pertemuan dengan pimpinan buruh, kami ambil keputusan untuk menaikkan rata-rata upah minimum nasional pada 2025 sebesar 6,5 persen," ujar Prabowo di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Prabowo menjelaskan, tujuan kenaikan UMP 2025 bertujuan untuk menaikkan daya beli masyarakat.
"Penetapan upah minimum bertujuan untuk meningkatkan daya beli pekerja, dengan tetap memperhatikan daya saing usaha," kata dia.