Bandung Kota Termacet Pertama se-Indonesia, Walkot Farhan: Saya Malu!

- Farhan mengakui sistem transportasi jelek sebagai penyebab utama kemacetan di Bandung
- Ia berencana untuk menghapus sistem trayek dan mengubahnya menjadi carter agar angkot bisa bersaing dengan transportasi online
- Farhan juga akan meminta regulasi trayek peninggalan masa lalu diubah sedemikian rupa sehingga angkot fleksibel dan terkoneksi dengan sistem teknologi Internet of Things (IoT)
Bandung, IDN Times - Kota Bandung kini dicap sebagai Kota paling macet nomor satu di Indonesia, merujuk data dari Tomtom Traffic Index. Mereka mencatat rata-rata perjalanan per 10 kilometer (km) di Ibu Kota Jawa Barat ini harus ditempuh selama 33 menit.
Sementara, di posisi kedua ada Medan dengan 32 menit, Palembang 28 menit, Surabaya 27 menit, Jakarta dengan 23 menit. Kota Bandung bahkan menjadi nomor 12 peringkat dunia sebagai kota termacet, sedangkan Jakarta masih berada di peringkat ke-90.
Merespons hal ini, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan merasa malu dengan cap tersebut, sebab jelas bukan sebuah prestasi yang membanggakan. Dia memastikan, perbaikan akan dilaksanakan selama kepemimpinannya.
"Saya sih malu yah Kota Bandung dicap sebagai Kota termacet se-Indonesia. Bukan membanggakan, jadi perbaikan utama adalah sistem transportasi," ujar Farhan di kantor Agate Summarecon Bandung, Sabtu (5/7/2025).
1. Akui sistem transportasi jelek

Farhan pun memberi beberapa alasan Kota Bandung jadi yang termacet, salah satu di antaranya jumlah kendaraan pribadi yang hampir dimiliki oleh seluruh warga. Dia juga berterus terang bahwa sistem transportasi di wilayahnya jelek.
"Kenapa Bandung macet karena (warganya) banyak beli kendaraan pribadi seperti mobil, motor, karena transportasi jelek sekali. Ini mah fakta jumlah penduduk Kota Bandung 2,6 juta jumlah kendaraan pribadi nomor D Bandung itu 2,3 juta," kata Farhan.
"Jadi yang kami lakukan sekarang adalah strategi apapun untuk kendaraan umum ini sistemnya adalah tidak menggunakan trayek," tuturnya.
2. Akan menghapus sistem trayek

Menurutnya, sistem trayek yang saat ini masih digunakan untuk regulasi kendaraan umum seperti angkot menjadi ganjalan, dan banyak kalah bersaing dengan transportasi berbasis online yang tidak memiliki jalur khusus.
Kondisi ini, menurutnya, membuat masyarakat lari ke transportasi online yang mana menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan motor, dibandingkan kendaraan umum seperti angkot. Oleh karena itu sistem trayek ini harus dihilangkan.
"Karena kalau anda pergi ke satu tempat pakai trayek pasti teu rame (tidak ramai) ngges make (sudah pakai) ojol. Maka angkot harus berhenti pakai trayek, karena semua pindah ke ojol," ucapnya.
Dengan kondisi ini, Farhan memastikan akan berusaha mengubah jalur trayek dengan sistem seperti carter di mana nantinya angkot bisa bersaing dan banyak digunakan oleh masyarakat untuk transportasi umum, dibandingkan kendaraan pribadi.
"Saya akan berjuang agar trayek ini dibongkar tota. Kalau pake aturan trayek maka gak pernah bisa bersaing dengan ojol dan lainnya. Mengapa? Karena perhitungan sama dengan ojol taksi semuanya berbasis carter. Angkot enggak, ya bagaimana mau dapat. Maka saya berpihak kepada angkot," katanya.
3. Mengganti dengan sistem IoT

Untuk mewujudkan semua itu, Farhan menjelaskan, sebelum meminta angkot menggunakan listrik dan lainnya, yang pertama dilakukan yaitu mengubah regulasinya terlebih dahulu.
"Saya akan minta regulasi trayek peninggalan masa lalu itu harus diubah sedemikian rupa sehingga angkot fleksibel. Untuk itu maka angkotnya harus terkoneksi sistem teknologi Internet of Things (IoT)," jelasnya.
Sistem IoT sendiri meliputi penggunaan sensor, perangkat komunikasi, dan platform berbasis cloud untuk mengumpulkan, mengirimkan, dan menganalisis data secara real-time.
"Maka akan kami urut dari atas transportasi dibenerin dulu, trayek dihilangkan diganti dengan IoT dan bisa bersaing dengan ojol dan kendaraan ini berbasis carter. Kami harapkan juga pengaturan lalu lintas bisa diperbaiki," kata Farhan.
"Dan bersiap kita akan bangun konstruksi BRT yang akan membuat Bandung macet dua tahun ke depan," ujarnya.