53 Perlintasan Tak Dijaga, Masalah Tersembunyi di Jalur Daop 3 Cirebon

Cirebon, IDN Times - Sepanjang Januari hingga April 2025, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 3 Cirebon telah menutup sebanyak tujuh perlintasan kereta api sebidang liar yang dinilai membahayakan keselamatan pengguna jalan maupun perjalanan kereta api.
Namun demikian, angka perlintasan tidak resmi yang belum dijaga masih tergolong tinggi. Manajer Humas KAI Daop 3 Cirebon, Muhibbuddin, menyebutkan, dari total 166 perlintasan sebidang yang berada dalam wilayah kerja Daop 3, hanya 113 titik yang sudah memiliki sistem penjagaan.
Penjagaan tersebut berasal dari petugas resmi KAI, aparat pemerintah daerah, maupun swadaya masyarakat.
“Masih terdapat 53 titik yang sama sekali tidak memiliki penjagaan. Ini menjadi perhatian serius kami karena sangat berisiko menimbulkan kecelakaan lalu lintas maupun gangguan perjalanan kereta api,” ujar Muhibbuddin, Sabtu (3/5/2025).
Perlintasan sebidang liar kerap kali dibuat tanpa prosedur yang benar, dan tidak dilengkapi dengan palang pintu, sinyal, ataupun rambu-rambu keselamatan. Kondisi ini sangat membahayakan, terutama di jalur padat kendaraan atau yang dilalui kereta berkecepatan tinggi.
1. Tujuh titik perlintasan ditutup di tiga kabupaten

Tindakan tegas berupa penutupan dilakukan KAI terhadap tujuh titik perlintasan liar. Tiga titik berada di wilayah Kabupaten Cirebon, yaitu di Km 215+1 petak Cirebon–Cangkring, Km 217+1 petak Waruduwur–Cirebon Prujakan, dan Km 188+6 petak Kertasemaya–Arjawinangun.
Di Kabupaten Brebes, dua titik ditutup yakni di Km 163+6 petak Tanjung–Brebes dan Km 285+7 petak Songgom–Prupuk. Sedangkan di Kabupaten Indramayu, dua titik lainnya yang ditutup berada di Km 186+3 petak Kertasemaya–Jatibarang dan Km 168+4 petak Terisi–Telagasari.
“Penutupan ini dilakukan untuk mencegah potensi kecelakaan fatal di kemudian hari,” ujar Muhibbuddin.
Penutupan perlintasan liar ini tidak dilakukan secara mendadak. Sebelum menutup, KAI Daop 3 Cirebon terlebih dahulu melakukan pendekatan persuasif melalui sosialisasi kepada masyarakat sekitar.
Aparat desa, ketua RT/RW, dan tokoh masyarakat dilibatkan dalam proses pemberitahuan. Selain itu, KAI memasang spanduk dan papan informasi di sekitar lokasi yang akan ditutup.
“Keselamatan merupakan prioritas utama. Kami ingin masyarakat memahami bahwa keberadaan perlintasan liar justru membahayakan diri mereka sendiri,” kata Muhibbuddin.
Masyarakat pun diarahkan untuk menggunakan jalur alternatif atau perlintasan resmi terdekat yang lebih aman dan telah memenuhi standar keselamatan.
2. Empat kecelakaan terjadi

Data KAI menunjukkan, sepanjang Januari hinga April 2025, terjadi empat kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang di wilayah Daop 3 Cirebon. Kecelakaan umumnya melibatkan kendaraan roda dua maupun roda empat yang nekat menerobos rel kereta tanpa memperhatikan sinyal atau keberadaan kereta yang melintas.
“Ada pengendara yang melaju kencang dan tidak melihat kereta sudah dekat, akibatnya tabrakan tidak terelakan. Ini sering terjadi di perlintasan liar atau yang tak dijaga,” kata Muhibbuddin.
Menurutnya, masih banyak masyarakat yang mengabaikan rambu lalu lintas di sekitar rel, bahkan menerobos palang pintu meskipun sirine tanda kereta melintas sudah berbunyi.
Keberadaan perlintasan liar sejatinya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang menyatakan bahwa perlintasan sebidang tanpa izin wajib ditutup demi menjamin keselamatan.
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Kereta Api dalam Pasal 110 mengatur bahwa setiap pengguna jalan harus mendahulukan kereta api ketika melintasi perpotongan sebidang, serta mematuhi rambu dan sinyal lalu lintas.
“Sayangnya, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui atau memilih untuk mengabaikan aturan tersebut,” ujar Muhibbuddin.
3. Edukasi publik dan kampanye keselamatan

Sebagai langkah preventif, KAI Daop 3 Cirebon terus menggencarkan edukasi keselamatan kepada masyarakat. Sosialisasi tidak hanya dilakukan langsung di lapangan, tetapi juga lewat media sosial, media cetak, hingga siaran radio lokal.
Kampanye keselamatan ini mengajak masyarakat untuk lebih disiplin dalam melintasi perlintasan sebidang dan tidak membuat perlintasan ilegal baru secara mandiri.
“Pembuatan perlintasan ilegal, selain melanggar hukum, juga sangat berisiko mengganggu jadwal perjalanan kereta api dan membahayakan keselamatan semua pihak,” kata Muhibbuddin.
KAI juga aktif menggandeng komunitas pengguna jalan, organisasi masyarakat, serta pihak sekolah untuk bersama-sama menciptakan budaya keselamatan di jalur kereta api.
Menurut Muhibbuddin, peran tokoh masyarakat sangat penting untuk memberikan pemahaman dan pengaruh positif kepada warga di sekitar rel.
“Kami harap pendekatan kolektif ini bisa mengubah kebiasaan masyarakat agar lebih sadar risiko. Keselamatan bukan hanya tanggung jawab KAI, tapi kita semua,” tuturnya.