4 Fakta Ibu di Bandung Akhiri Hidup dengan Anaknya

- Polisi memeriksa suami untuk mencari motif kematian sang ibu dan anak-anaknya.
- Motif kemungkinan terkait masalah ekonomi, dengan dugaan surat wasiat yang ditulis oleh korban.
- Bunuh diri merupakan masalah serius, masyarakat diimbau untuk menghubungi layanan konseling pencegahan bunuh diri jika membutuhkan bantuan.
Bandung, IDN Times - Kisah haru dialami dua orang anak di Kabupaten Bandung, AA (9 tahun) dan AAP (11 bulan). Keduanya meninggal setelah dianiaya oleh sang ibu EN (34 tahun) yang kemudian ikut mengakhiri hidup di kontrakannya Kampung Cae, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung.
Jenazah ketiganya ditemukan pada Jumat (5/9/2025) pukul 04.00 WIB, oleh suaminya sendiri yang berinisial YS. Sang suami melihat istri dan anak-anaknya sudah dalam keadaan meninggal setelah pulang kerja.
Mulanya muncul dugaan bahwa istri dan dua orang anak yang meninggal ini akibat diracun. Namun setelah polisi melakukan pendalaman kasus, dipastikan dua orang anak ini dianiaya oleh ibunya hingga meninggal dan sang ibu kemudian mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.
"Melihat dari TKP (tempat kejadian perkara), kami menyimpulkan sementara bahwa ketiga korban ini meninggal dunia tidak dilakukan oleh orang luar, melainkan orang ada di dalam TKP. Kemungkinan orang yang melakukan penganiayaan terhadap anak ini, ibu dari anak itu sendiri. Dipastikan dengan adanya surat wasiat," kata Kasat Reskrim Polresta Bandung Kompol Luthfi Olot Gigantara, Jumat (5/9/2025).
Lalu seperti apa fakta-fakta dari kasus bunuh diri dengan melibatkan dua anak? Syahdan, apa saja yang polisi temukan dari lokasi kejadian? Berikut empat fakta yang IDN Times dapatkan:
1. Suami turut diperiksa untuk mencari tahu motif meninggalnya sang ibu

Setelah peristiwa ini, penyidik Satreskrim Polresta Bandung melakukan penyelidikan untuk mencari tahu motif kematian EN dan dua anaknya. Adapun sebanyak lima orang saksi sudah diperiksa, salah satunya adalah suami EN.
"Kami dari Polresta Bandung telah melakukan pemeriksaan kelima saksi, yang terdiri dari suami korban, ayah korban, tetangga-tetangga korban, termasuk rekan dari korban meninggal dunia. Tujuannya agar kami bisa mendalami motif selanjutnya," ucap Luthfi.
2. Ada potensi motif ini karena masalah ekonomi

Polisi menduga kuat hal ini terjadi karena adanya himpitan ekonomi, hingga akhirnya korban melakukan tindakan mengakhiri hidupnya,. Hal ini sesuai dengan pernyataan tetangga, bahwa EN sering didatangi orang asing.
Sang tetangga menyampaikan orang asing itu kerap bertamu ke rumah korban dan menanyakan keberadaan sang suami, YS.
"Orang asing sering ke sini, tanya ke sana. Gak tahu mau apa, nanyain suaminya korban. Jadi tiba-tiba nanya ke sini saja, itu orang asing, banyak lah beberapa kali ada," kata tetangga EN, Yogi Ramdani.
3. Ada surat wasiat yang menjelaskan kondisi sang suami

Secarik kertas berisi surat wasiat ditemukan kepolisian di area tempat kejadian perkara, di mana surat ini diduga kuat ditulis tangan oleh korban EN sebelum mengakhiri hidup. Dalam surat wasiat tertuliskan curahan hati (curhat) korban yang mengaku lelah dengan perbuatan suaminya, serta urusan utang piutang yang tak kunjung usai.
Korban juga menyampaikan permohonan maaf kepada kedua anaknya dan orangtua karena telah gagal menjalani hidup.
"Kami menemukan dari hasil olah TKP, ada sebuah surat wasiat atau surat yang ditulis oleh terduga mungkin korban, yang isinya adalah menceritakan permasalahan keluarga dan permintaan maaf kepada keluarga, beserta kedua korban yang meninggal dunia," kata Kompol Luthfi Olot Gigantara.
4. Berikut isi surat lengkap sebelum sang ibu gantung diri

Versi Sunda:
“Mamah, bapa, ema, bapa, teteh, aa sadayana hampura abi, hampura abi ngakakukeun kieu.
abi tos cape lahir batin, abi tos teu kuat ngajalani hirup kieu, abi cape hirup ngagugulung hutang nu euweuh beresna, kalah beuki nambahan beuki dieu teh. Bari abi te apal hutang ka saha wae, sabaraha atawa urut naon.
Abi cape boga salaki gede bohong wae teh, euweuh sadarna. Abi cape dinyerihatekeun wae teh, puguh ning ku batur geus dikucilkeun, pada ngomong keun, pada mikangewa bari jeung teu ramasa salah.
Boga salaki kalah hayoh we gede bohong jeung gede hutang, CAPEEEEEEEEEEEEE sugan abi jeung budak geus maot mah aya sadarna, mun henteu sadar ge keun bae nu penting teu nyangsarakeun ka budak abi.
Era karunya ngahesekeun wae lanceuk + kolot teh, abi geus eweuh mah moal ngahesekeun wae.
Hampura abi teu bisa mulang tarima ka kolot jeung lanceuk² .
Aa Alif, Dede Arlan, hampura mamahnya. Jalana kudu kieu, bakat ku nyaah mamah teh, daripada ditinggalkeun ku mamah, karunya ka ema.
Mamah leuwih rido ka naraka daripada ninggal Aa + dede sangsara. da Aa + dede mah can gaduh dosa. keun we mamah nu nanggung dosana ka naraka, teu rido hirup dibawa susah wae ku mamah teh.
Hampura mamah teu tiasa nyumponan Sagala kabutuhan Aa + dede, hampura mamah teu tiasa ngabahagiakeun Aa + dede
Hampura aa teu jadi tari nya. hampura Mamah.
Aa + dede mah Insha Alloh ka surga...”
Versi Bahasa Indonesia:
“Mama, bapak, ema, bapa, teteh, dan aa, maafkan saya. Maafkan saya melakukan hal ini.
Saya sudah lelah lahir batin, saya sudah tidak kuat menjalani hidup seperti ini. Saya lelah hidup terus-terusan terlilit utang yang tidak ada habisnya, malah semakin hari semakin bertambah. Padahal, saya tidak tahu utang kepada siapa saja, berapa jumlahnya, atau utang dari mana...
Saya lelah punya suami yang selalu bohong, tidak ada kesadarannya sama sekali. Saya lelah terus-menerus disakiti hatinya, sudah jelas-jelas dikucilkan orang lain, diomongin, dibenci, padahal tidak merasa berbuat salah.
Punya suami malah terus-terusan berbohong dan berutang. SAYA SANGAT LELAH. Saya harap, jika saya dan anak-anak sudah meninggal, dia akan sadar. Jika tidak sadar pun tidak apa-apa, yang penting tidak menyengsarakan anak-anak saya.
Saya malu dan kasihan selalu menyusahkan kakak-kakak dan orang tua. Jika saya sudah tidak ada, saya tidak akan menyusahkan lagi.
Maafkan saya tidak bisa membalas budi kepada orang tua dan kakak-kakak.
Kepada: Aa Alif dan Dede Arlan
Aa Alif, Dede Arlan, maafkan mamah. Jalannya harus seperti ini, karena mamah sangat sayang. Daripada ditinggalkan oleh mamah, kasihan pada nenek...
Mamah lebih rela ke neraka daripada melihat Aa dan dede sengsara. Sebab, Aa dan dede belum punya dosa. Biar mamah saja yang menanggung dosanya ke neraka. Mamah tidak rela hidup terus-terusan susah.
Maafkan mamah tidak bisa memenuhi segala kebutuhan Aa dan dede. Maafkan mamah tidak bisa membahagiakan Aa dan dede.
Maafkan mamah, Aa tidak jadi menari ya. Maafkan mamah.
Aa dan dede, insya Allah kalian akan masuk surga.”
Disclaimer: Bunuh diri merupakan masalah kesehatan jiwa serius yang sering diabaikan masyarakat. Jika kamu membutuhkan pertolongan atau mengenal seseorang yang membutuhkan bantuan, kamu bisa menghubungi layanan konseling pencegahan bunuh diri, di nomor telepon gawat darurat (emergency) hotline (021) 500–454 atau 119, bebas pulsa.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, saat ini sudah terdapat lebih dari 3.000 Puskesmas yang memiliki layanan kesehatan jiwa. Kamu bisa menghubungi atau langsung mendatangi Puskesmas terdekat untuk mengetahui apakah mereka melayani kesehatan jiwa.