Harga Pangan di Cirebon Melonjak, Daya Beli Masyarakat Tertekan

Cirebon, IDN Times - Harga komoditas pangan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, masih menunjukkan angka yang tinggi pada Rabu (15/1/2025). Kenaikan harga ini mempengaruhi daya beli masyarakat dan memberikan tantangan bagi pemerintah daerah dalam menjaga kestabilan harga bahan pangan.
Komoditas seperti beras, cabai, telur, dan minyak goreng masih menjadi perhatian utama para konsumen yang terhimpit oleh kenaikan biaya hidup.
Pemerintah daerah dituntut mengambil beberapa langkah untuk menanggulangi lonjakan harga pangan yang terus berlanjut. Hal ini terjadi karena masyarakat merasakan dampaknya, khususnya bagi mereka yang bergantung pada komoditas pangan untuk kebutuhan sehari-hari.
1. Lonjakan harga pangan di pasar tradisional

Pada Rabu ini, sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Cirebon terpantau masih menjual bahan pangan dengan harga yang cukup tinggi. Salah satu komoditas yang mengalami lonjakan harga cukup signifikan adalah cabai.
Di Pasar Sumber, misalnya, harga cabai rawit merah per kilogram tembus hingga Rp120.000. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan harga normal pada bulan-bulan sebelumnya yang hanya sekitar Rp40.000 hingga Rp50.000 per kilogram.
Selain cabai, harga telur ayam ras juga masih mengalami tinggi. Sebelumnya, telur dijual dengan harga Rp 27.000 hingga Rp 27.500 per kilogram, namun kini harga telur per kilogram berada di kisaran Rp 28.500. Kenaikan harga ini tentu saja sangat dirasakan oleh masyarakat yang bergantung pada telur sebagai sumber protein utama.
Minyak goreng, yang sempat mengalami penurunan harga pada akhir 2024, kini kembali mengalami lonjakan. Harga minyak goreng curah satu liter dijual dengan harga Rp20.750, sementara harga sebelumnya hanya sekitar Rp15.500.
Tidak hanya itu, beras juga mengalami sedikit kenaikan harga, meskipun tidak sebesar komoditas lainnya. Beras jenis medium di Kabupaten Cirebon kini dijual dengan harga Rp15.000 per kilogram, sementara beras premium bisa mencapai Rp16.000 per kilogram.
2. Penyebab kenaikan harga pangan

Menurut beberapa pedagang setempat, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga komoditas pangan di Kabupaten Cirebon tetap tinggi. Salah satu penyebab utamanya adalah cuaca ekstrem yang terjadi di beberapa daerah penghasil pangan di Jawa Barat.
Hujan deras yang mengguyur beberapa wilayah pertanian menyebabkan gangguan pada proses panen dan distribusi pangan, khususnya cabai dan sayuran.
Selain itu, adanya lonjakan permintaan yang terjadi menjelang perayaan Tahun Baru 2025 turut mempengaruhi harga beberapa komoditas pangan. Masyarakat cenderung membeli lebih banyak bahan makanan untuk persiapan liburan dan perayaan, sehingga harga menjadi melonjak.
"Kami berharap pemerintah bisa memberikan solusi terhadap masalah ini, agar harga pangan bisa stabil dan tidak memberatkan konsumen," kata Pedagang Pasar Sumber, Sumiati.
3. Dampak bagi masyarakat

Kenaikan harga pangan tentu saja memberikan dampak langsung bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang memiliki penghasilan terbatas. Sejumlah ibu rumah tangga yang ditemui di pasar mengungkapkan kekhawatirannya terkait biaya hidup yang semakin meningkat.
"Sekarang setiap belanja kebutuhan dapur semakin mahal. Telur, cabai, minyak goreng, semuanya naik. Kami harus pintar-pintar mengatur pengeluaran agar tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari," ungkap kata Imas, warga Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon.
Kenaikan harga pangan ini juga berimbas pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM) yang menggantungkan hidup pada bahan baku pangan.
Salah satu pemilik usaha warung makan di Kecamatan Sumber, Abdul Ghofar mengatakan, biaya produksi yang semakin mahal memaksa dirinya untuk menaikkan harga jual menu makanan.
"Kami terpaksa menaikkan harga sedikit demi sedikit agar bisa menutupi biaya bahan baku yang semakin tinggi. Namun, ini berisiko mengurangi jumlah pelanggan," kata Rudi.
Bagi masyarakat yang bergantung pada pekerjaan informal, seperti buruh harian, lonjakan harga pangan dapat mengancam kelangsungan hidup mereka. Kenaikan harga yang tidak sebanding dengan pendapatan membuat banyak orang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka.