YLBI, LBH, hingga Jakatarub Sesalkan Pencegahan Kegiatan Jalsah Salana

Bandung, IDN Times - Kegiatan pertemuan tahunan jemaah Ahmadiyah, Jalsah Salanah, yang akan digelar di Kuningan, Jawa Barat, 6 hingga 8 Desember 2024 batal diselenggarakan, karena Pemerintah Kabupaten Kuningan melarangnya. Pelarangan ini pun mencapat kecamatan dari berbagai organisasi masyarakat termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Forum Masyarakat untuk Toleransi (FORMASSI) Jawa Barat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB).
Direktur LBH Bandung Heri Pramono mengatakan, pemerintah daerah termasuk dengan kepolisian seharusnya bisa untuk menjamin kebebasan berkumpul dan beragama termasuk jemaat Ahmadiyah, Jalsah Salanah sendiri merupakan pertemuan tahunan untuk berdiskusi, belajar, serta berbagi ilmu. Ini merupakan kegiatan yang sah secara hukum, terlebih diadakan di wilayah sendiri dan tidak mengganggu orang lain.
"Maka Jemaat Ahmadiyah berhak untuk mengadakan pertemuan anggota dan kegiatan-kegiatan-kegiatan lain, konstitusi dan peraturan Perundang-undangan Indonesia jelas memberikan jaminan perlindungan," ujar Heri melalui siaran pers diterima IDN Times, Jumat (6/12/2024).
Dengan aturan yang jelas, maka kepolisian dan pejabat daerah sudah semestinya menghormati dan melindungi. Tindakan pelarangan dan pembubaran merupakan tindakan yang mengangkangi dan mengkhianati tujuan negara yakni “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
1. Negara harusnya melindungi setiap warga negara

Menurutnya, pelarangan dan ancaman pembongkaran sangat bertentangan dengan prinsip dan konstitusi Negara Indonesia sebagai negara hukum, serta penghormatan atas kebebasan berkumpul dan berserikat sebagai tertulis dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Lalu, dalam pasal 28 E ayat 3. Dalam ayat tersebut, dikatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Serta lebih ditegaskan dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa (1) setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; (2) negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya.
Selanjutnya penolakan yang dilakukan oleh Negara melalui perangkat pemerintah dan keamanannya melanggar ketentuan Hak Asasi Manusia Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (6) yang berbunyi: “Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”.
2. Sampaikan enam tuntutan

Oleh karena itu, sebagai upaya menjamin hak kebebasan beragama/ berkeyakinan dan berekspresi setiap warga negara. Serta sejalan dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai dasar bernegara dan berbangsa Indonesia, dengan ini Kami, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Forum Masyarakat untuk Toleransi (Formassi) Jawa Barat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) menyatakan sikap:
1. Tindakan ini mencerminkan bahwa negara masih tetap aktif dalam melakukan tindakan pelanggaran HAM pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Negara semestinya hadir dalam wujud penghormatan bagi siapapun yang akan melakukan kegiatan ibadah keagamaan, sebagaimana amanat konstitusi dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
2. Perihal dugaan banyak pihak yang menolak adanya kegiatan dari masyarakat yang dijadikan alasan diadakannya rapat koordinasi tersebut dan menolak kegiatan Jalsah Salanah adalah urusan kemasyarakatan yang seharusnya bisa ditengahi oleh Pemerintah Setempat dan tidak bisa menjadi suatu alasan untuk menggugurkan jaminan hak asasi. Berdasarkan fakta diatas telah jelas dan terang, adanya tindakan perangkat Negara yakni Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polres Kuningan dan DPRD Kab. Kuningan yang menyatakan penolakan kegiatan Jalsah Salanah, menambah kegagalan Negara dalam memberikan perlindungan dan jaminan atas pemenuhan Hak Asasi Warga Ahmadiyah dari perlakuan intoleran, tidak hanya lalai tapi Negara ikut terlibat dan aktif dalam pelanggaran HAM.
3. Menuntut Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polres Kuningan, dan DPRD Kab. Kuningan, sebagai representasi Negara mengedepankan nilai-nilai toleransi dan dapat menegakkan prinsip Hak Asasi Manusia melalui perlindungan dan pengamanan dalam pelaksanaan kegiatan Jalsah Salanah di Desa Manislor, Kab. Kuningan, bukan menjadi bagian aktor penolakan tersebut.
4. Mendesak Presiden, KSP (Kantor Staff Presiden), Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, PJ Gubernur Jawa Barat dan KAPOLRI untuk segera turun tangan mengatasi dan menindak tegas perangkat pemerintah yang melakukan penolakan terhadap kegiatan Jalsah Salanah.
5. Mengecam tindakan pelarangan Kegiatan Jalsah Salanah yang dilakukan oleh Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polres Kuningan dan DPRD Kab. Kuningan yang secara langsung melawan amanat Konstitusi Negara dimana Negara menjamin kebebasan beragama bagi warga Indonesia.
6. Memberikan rekomendasi evaluatif terhadap perangkat negara diantaranya Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polresta Kuningan dan DPRD Kab. Kuningan yang secara langsung melawan amanat Konstitusi Negara dimana Negara menjamin kebebasan beragama bagi warga Indonesia, yang telah berperan aktif melakukan Pelanggaran HAM dan tidak melaksanakan pemberian perlindungan dan jaminan atas pemenuhan Hak Asasi Warga Ahmadiyah.
3. Kegiatan serupa sering digelar dan tak bermasalah

Sebelumnya, Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana menuturkan bahwa JAI harus menghentikan rencana kegiatan ini sesuai petunjuk amin nasional. Ahmadiyah sangat menyayangkan pelarangan kegiatan Jalsah Salanah dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Kuningan. Menurut Yendra, alasan Forkopimda tidak berdasar, sebab tidak ada penolakan dari masyarat sekitar terhadap penyelenggaraan acara ini.
"Alasan mereka tidak berdasar, demi keamanan, padahal sudah sering kita gelar acara ini, tidak masalah. Tidak ada penolakan dari masyarakat sekitar, bahkan bupati terpilih waktu itu hadir," ujar dia.
"Atas nama jajaran pengurus dan panitia kami menyampaikan permohonanan maaf yang sebesar-besarnya. Demikian hal disampaikan untuk dilaksanakan. Jazakumullah," sambungnya.
blokade-jalan.