TBC di Jabar Tembus 81.864 Kasus, Dinkes Sebut Stigma Negatif Masih Melekat

- Stigma negatif masyarakat terhadap TBC di Jabar masih melekat, membuat pasien enggan berobat karena takut dijauhi lingkungan sekitarnya.
- Dinkes Jabar menemukan 81.864 kasus baru TBC dari Januari-Mei 2025, dengan banyaknya kasus berkaitan dengan jumlah penduduk di kabupaten dan kota.
- Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinkes Jabar meminta kerjasama pemerintah kabupaten dan kota untuk menekan kasus TBC, serta menjelaskan mengenai vaksin TBC M72/AS01E yang didanai Bill Gates Foundation.
Bandung, IDN Times - Stigma negatif masyarakat mengenai penyakit Tuberkulosis (TBC) di Jawa Barat masih melekat. Kondisi ini membuat masyarakat yang positif enggan berobat ke dokter karena takut dijauhkan oleh lingkungan sekitarnya.
Bahkan, beberapa di antaranya takut untuk tidak bisa bergaul dengan teman-temannya, misalnya untuk kegiatan harian, seperti ikut pengajian hingga arisan. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Kabid P2P) Dinkes Jabar, dr. Rochady Hendra Setia Wibawa saat dikonfirmasi, Kamis (12/6/2025).
"Banyak tidak patuh dan masih ada stigma tadi, karena misalnya saya kalau ketahuan TBC tidak diajak arisan, tidak diajak pengajian, itu. Sebenarnya harus sadar kalau TBC ya jangan arisan dulu, jangan pengajian dulu," ujar Rochady.
1. Masyarakat positif jarang isolasi

Menurutnya, stigma negatif ini seharusnya sudah tidak ada jika pasien mengerti prinsip dasarnya pengobatan dari penyakit ini. Dia mengatakan, pasien dengan positif TBC ini seharusnya bisa mengisolasi diri dan patuh terhadap pengobatan.
"Pasien TBC ini masuk ke program pengobatan dan paham kalau menularkan jangan bersosialisasi, sama seperti COVID-19. Sama aja. Tidak selamanya pasien TBC isolasi, ketika diperiksa dahak tidak ada kuman, ya bisa bertemu siapa saja," katanya.
Apalagi, jika mengacu data temuan Dinkes Jabar dari seluruh kabupaten dan kota, jumlahnya cukup banyak. Pada 2024, Dinkes Jabar menemukan 233.973 kasus baru, kemudian sejak Januari-Mei 2025, 81.864 kasus baru.
"Banyaknya kasus TBC di Jabar Ini berhubungan dengan jumlah penduduk di kabupaten dan kota. Kalau banyak, kasusnya juga banyak. Tahun ini dari Januari sampai Mei, lumayan banyak," ucapnya.
2. Jenis TBC kini berkembang jadi dua

Lebih lanjut, Rochady menerangkan, kasus TBC saat ini memiliki dua tipe; pertama sensitif terhadap obat dan kedua resisten obat atau RO. Kedua jenis ini semuanya ada di Jawa Barat. Adapun untuk pengidap TBC sensitif obat ini biasanya terjadi di awal.
"Itu pengobatannya mudah. Biasanya enam bulan diperiksa lagi, sembilan bulan juga, sampai satu tahun. Biasanya tiga bulan naik obat, pasien enakan batuk hilang, BB naik, nafsu makan bagus," katanya.
Sementara, TBC RO biasanya terjadi karena pasien yang tidak patuh meminum obat, dan bisanya masih terdapat kuman dorman. Kondisi ini juga membuat para penderitaanya diberikan obat pengganti.
"TBC RO obatnya ganti, yang dulu pengobatan biasanya 24 tablet efek samping luar biasa. Sekarang BPaLM tapi masyarakat kita sekarang karena tidak patuh jadi resisten," ucapnya.
3. Pemerintah kabupaten dan kota harus massif lakukan test dan treatment

Oleh karena itu, Rochady meminta agar pemerintah kabupaten dan kota bisa berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menekan kasus, salah satunya dengan mengajak para warga yang positif untuk berobat dan meminum obat dengan patuh.
"Kabupaten dan kota harus bisa temukan, kemudian diobati. Itu menggunakan test and treat. Dinkes kabupaten dan kota harus bisa bekerja sama apakah itu kepala desa RT dan RW serta lainnya. Bisa kerja sama menggiring orang yang tidak mau minum jadi mau minum obat," tuturnya.
Di sisi lain, pasien yang mengalami penyakit ini harus bisa terbuka dan melakukan tindakan dengan mengisolasi diri hingga sembuh. Hal itu agar tidak membuat terjadinya penularan ke warga lainnya.
"Pasien terbuka saja dan mulai berobat, nanti ketika pasien takut dikucilkan, tapi ketika menularkan penyakit bahaya dan itu tidak adil buat orang sekitar. Dia harus sadar ketika menularkan harusnya menahan dengan isolasi selama pengobatan," tuturnya.
Disinggung mengenai vaksin TBC M72/AS01E yang didanai Bill Gates Foundation di Indonesia, Rochady menjelaskan, untuk relawan di Jawa Barat masih belum ada informasi dari pemerintah pusat. Namun, dia memastikan vaksin ini sudah memiliki uji klinis.
Selain itu, vaksin TBC saat ini usianya sudah hampir ratusan tahun , dan saat itu pasiennya baru sensitif obat, belum ada TBC RO. Sehingga perlu ada perbandingan apakah vaksin sekarang ini bisa lebih efektif atau tidak.
"Vaksin terbaru dimunculkan ini adalah untuk membandingkan apakah vaksin yang diberikan oleh Bill Gates ini lebih efektif dibandingkan dengan yang lama? Kalau lebih efektif karena ada mutasi kuman, kita berubah, jadi pake yang terbaru. Kalau sama sama-sama efektif atau tidak efektif, ngapain yang baru? Pakai saja yang lama," katanya.