Tantangan Pertanian di Jabar, dari Alih Fungsi Lahan dan Menurunnya Minat Anak Muda Jadi Petani

- Harus ada kebijakan super prioritas antispasi perubahan lahan pertanian
- Lahan pertanian kian menyusut, bagaimana Jadikesejahteraan petani?
- Regenerasi petani harus terus dilakukan
Bandung, IDN Times - Jawa Barat sejak dulu dikenal sebagai salah satu provinsi lumbung pertanian. Lahan yang luas dan banyaknya para ahli pertanian membuat hasil tani banyak didapat dari daerah ini. Berbagai produk pertanian yang selama ini disuplai ke Jakarta didapat dari Jawa Barat.
Namun, sebutan sebagai lumbung pertanian nampaknya tak akan lama lagi. Sebab, sektor ini sekarang perlahan tergerus dengan banyaknya areal pertanian yang berubah menjadi kawasan industri atau perumahan masyarakat. Pada 2024, Kantor Staf Kepresidenan memberikan data, setiap tahunnya terdapat sekitar 50 ribu hingga 70 ribu hektare lahan pertanian di Indonesia terus berkurang, ini terjadi juga di lahan pertanian Jawa Barat.
Data Badan Pusat Statistik mencatat untuk wilayah Jabar luas sawah pada tahun 2014 sebesar 936.529 hektar telah menyusut menjadi 898.711 hektare tahun 2018, menyusut seluas 37.818 hektare. Sementara pada data BPS lainnya, pada 2022 angka luas panen padi mencapai 1,66 juta hektare. Namun, dua tahun beruntun angkanya kembali menyusut menjadi 1,58 juta hektare pada 2023 dan 1,47 juta hektare pada 2024.
Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat, Entang Sastraatmadja menuturkan, Jawa Barat dulu memang dikenal sebagai lumbung padi nasional. Produksi padi di provinsi ini kerap melimpah hingga surplus jutaan ton. Setidaknya ada tiga daerah sebagai penghasil padi terbanyak yaitu, Indramayu, Karawang, dan Subang.
"Tapi itu dulu. Jawa Barat sekarang tidak sehebat itu. Produksi padi dalam hitungan provinsi kerap kalah dari Jawa Timur. Salah satu masalahnya karena Jawa Barat marak terjadi alih fungsi lahan pertanian," terang Entang.
Maraknya alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan industri, kawasan perumahan atau pemukiman, kebutuhan infrastruktur dasar, pengembangan jalan tol, pembangunan aero city bandara internasional, pembangunan pelabuhan berkelas internasional dan lain sebagainya.
"Sekarang walaupun ada undan-undang untuk menjaga hilangnya lahan pertanian, tapi sering terbentur dengan aturan lain misalnya proyek Proyek Strategis Nasional (PSN). Itu kan ga bisa dilawan (oleh pemerintah daerah). Ini tentu membuat Jawa Barat semakin berkurang luas baku sawah yang dimilikinya," kata Entang, Jumat (7/6/2025).
1. Harus ada kebijakan super prioritas antispasi perubahan lahan pertanian

Entang menyebut saat ini banyak lahan pertanian milik perorangan yang kemudian dijualbelikan kepada para pelaku usaha yang bukan petani, entah itu pengembang perumahan atau pemilik bisnis lainnya. Peralihan lahan ini sulit dikendalikan dan membuat lahan sawah yang ada tinggal menunggu waktu berubah menjadi rumah masyarakat atau pabrik.
"Persoalan ini harus bisa dipecahkan pemerintah sehingga peralihan kepemilikan dan perubahan penggunaan lahan tersebut bisa diawasi secara ketat," terangnya. Di sisi lain, lahan yang tersisa harus dijaga ketat agar bisa tetap digunakan sebagai lahan pertanian.
"Kepala daerah harus memiliki keberpihakan dan kecintaan terhadap dunia pertanian. Jangan sampai sektor pertanian hilang dari program unggulan," ungkap Entang.
Perlu adanya kebijakan super prioritas dari pemerintah untuk melakukan pembelaan dan perlindungan serius terhadap keberadaan lahan pertanian pangan produktif.
2. Lahan pertanian kian menyusut, bagaimana Jadikesejahteraan petani?

Entang menambahkan, lahan pertanian yang kian menyusut, juga membuat dampak buruk dengan menurunnya minat anak muda untuk menjadi seorang petani. Entang menilai bahwa perlahan tapi pasti dengan semakin sulitnya mendapatkan lahan untuk mengolah pertanian, maka calon pertani pun enggan melirik sektor ini.
"Harusnya lahan pertanian dan para petaninya merupakan investasi kehidupan bagi generasi yang akan datang," kata dia.
Persoalan lain adalah, selama ini tidak ada jaminan dari pemerintah bahwa anak muda yang bekerja sebagai petani bisa sejahtera. Jaminan ini seharusnya diberikan termasuk lewat berbagai program dan aturan sehingga ada kepastian bahwa anak muda yang menjadi petani tidak akan miskin.
Dari jurnal yang publikasikan Juri Juswadi dan Pandu Sumarna Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Korelasinya dengan Usia Petani di Jawa Barat (2023),sektor pertanian Jawa Barat masih memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja yang termasuk tiga sektor usaha dominan. Pada 2021, sektor pertanian mampu menyerap 3.502.834 orang tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang masih tinggi menunjukkan pentingnya sektor ini dalam memberikan pendapatan usaha bagi masyarakat Jawa Barat
Namun, di sisi lain terdapat data nilai tukar petani (NTP) dari 2000 hingga 2022, di mana hasilnya angka NTP petani di Jabar mengalami fluktuasi. Data menunjukkan tercapainya kesejateraan petani rata-rata selama kurun waktu tersebut. Terdapat kecenderungan penurunan NTP selama rentang waktu 20 tahun.
Sementara data BPS pada Februari 2024 hingga Februari 2025, dari 117,43 menjadi 113,53. Angka NTP ini menunjukkan kemampuan tukar (term of trade) komoditas hasil pertanian dengan barang dan jasa konsumsi petani baik untuk keperluan rumah tangga petani maupun biaya keperluan proses produksi. Semakin tinggi angka NTP, berarti semakin kuat kemampuan daya beli petani.
3. Regenerasi petani harus terus dilakukan

Di balik persoalan sektor pertanian, Pemprov Jawa Barat ri era kepemimpinan Ridwan Kamil mencoba membuka program Petani Milenial. Meski terdapat beberapa kasus dalam perjalanannya, program ini dianggap relevan dengan persoalan pertanian saat ini di mana jumlah petani muda sangat minim. Program Petani Milenial dianggap layak terus dijalankan demi menjaring anak muda untuk menjaga kedaulatan pangan tidak hanya untuk Jabar, tetapi juga untuk Indonesia.
Tujuan program regenerasi petani salah satumya merupakan upaya pemulihan perekonomian masyarakat di bidang pertanian, menumbuhkembangkan semangat kewirausahaan di bidang usaha pertanian di kalangan generasi muda (milenial). Program ini juga diharap mampu meningkatkan produksi pangan, hortikultura dan peternakan. Dan yang paling penting menjadi langkah menanggulangi pengangguran dan penciptaan lapangan kerja.
Upaya untuk menumbuhkan petani muda sekarang coba digalakkan Pemkot Bogor bekerja sama dengan Pemuda Tani Indonesia (PTI). Ketua DPC PTI Kota Bogor, Jieckry Da Friansyah mengatakan ingin mengubah persepsi bahwa menjadi petani harus kotor dan bergantung pada lahan luas.
PTI Kota Bogor hadir sebagai wadah anak-anak muda, bahkan yang tak punya latar belakang bertani, agar tertarik menekuni dunia pertanian. Salah satunya program menanam komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti melon Jepang, tomat ceri, hingga strowberi impor.
Wakil Wali Kota Bogor, Jenal Mutaqin, juga menyambut baik langkah PTI sebagai bagian dari peningkatan kapasitas dan kaderisasi petani muda.
Dia menegaskan pemerintah daerah siap berkolaborasi menjalankan kebijakan pusat soal kedaulatan pangan. "Sudah ada arahan prioritas tinggi ke sektor pertanian. Tinggal kita di daerah mau tidak menjalankan dan mengawal itu,” katanya.