Tanpa Regulasi Jelas, Pembangunan Wisata Cirebon Tersendat

Cirebon, IDN Times - Pembangunan sektor pariwisata di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat menghadapi kendala besar akibat belum disahkannya Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten (Ripparkab) oleh legislatif hingga saat ini.
Regulasi tersebut diklaim sebagai dasar hukum bagi berbagai kebijakan turunan yang menyangkut investasi, pembangunan infrastruktur, dan pengelolaan destinasi wisata.
1. Pariwisata terancam stagnasi

Kepala Bidang Destinasi dan Industri Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon, Syafrudin Aryono mengatakan, ripparkab merupakan dokumen strategis yang menjadi acuan dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Cirebon.
Dokumen itu, kata Syafrudin, berisi rencana jangka panjang mengenai pengelolaan destinasi wisata, pembangunan infrastruktur, hingga strategi menarik investor. Namun, hingga kini, regulasi tersebut masih belum mendapatkan pengesahan dari DPRD Kabupaten Cirebon.
"Tanpa adanya Ripparkab, berbagai kebijakan turunan seperti peraturan bupati (Perbup) dan regulasi teknis lainnya tidak dapat diterapkan. Akibatnya, pembangunan sektor pariwisata menjadi stagnan karena tidak memiliki landasan hukum yang jelas," kata Syafrudin, Senin (17/2/2025).
Keterlambatan pengesahan Ripparkab tidak hanya menghambat birokrasi, tetapi juga membawa dampak ekonomi yang cukup signifikan. Beberapa sektor yang terdampak langsung di antaranya adalah investasi, pengelolaan desa wisata, serta pencairan anggaran untuk pembangunan infrastruktur pariwisata.
Menurut Syafrudin, investor yang ingin menanamkan modal dalam pengembangan destinasi wisata di Kabupaten Cirebon menjadi ragu-ragu karena belum adanya kepastian hukum. Tanpa Ripparkab, tidak ada jaminan regulasi yang mendukung perizinan dan kebijakan insentif bagi investor.
“Beberapa investor sebenarnya sudah menunjukkan minat untuk berinvestasi di sektor pariwisata, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki potensi besar seperti Cirebon Timur dan kawasan pesisir. Namun, mereka menunggu kepastian hukum sebelum benar-benar merealisasikan investasi,” ungkap Syafrudin.
2. Banyak program dirancang, tapi jalan di tempat

Syafrudin menyebutkan, setiap tahun pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan sektor pariwisata. Namun, tanpa adanya Ripparkab, dana tersebut tidak dapat dicairkan karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Hal ini mengakibatkan berbagai proyek pengembangan wisata menjadi tertunda. Beberapa program yang seharusnya sudah berjalan, seperti pembangunan fasilitas umum di kawasan wisata dan penyelenggaraan festival budaya, harus ditunda hingga regulasi disahkan.
“Banyak program yang sudah dirancang, tetapi karena Ripparkab belum ada, anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan fasilitas wisata tidak bisa dicairkan,” tambahnya.
3. Legislatif janji tuntaskan

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon, Sophi Zulfia mengatakan, pihaknya telah memasukkan Ripparkab dalam Program Perencanaan Peraturan Daerah (Propemperda) tahun ini. Ia menjamin regulasi ini akan segera dibahas dan disahkan dalam waktu dekat.
“Kami memahami betapa pentingnya Ripparkab bagi pengembangan pariwisata di Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk segera menyelesaikannya dalam tahun ini,” kata Sophi Zulfia.
Menurutnya, proses pembahasan Ripparkab membutuhkan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, pelaku industri pariwisata, serta masyarakat. Hal ini dilakukan agar regulasi yang disahkan nantinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan potensi pariwisata di Cirebon.