PMKRI Sesalkan Pembatasan Hak Beribadah Umat Katolik di Bandung

Bandung, IDN Times - Bulan Ramadan bagi umat Muslim dan masa Prapaskah bagi umat Katolik adalah periode sakral yang mengajarkan nilai-nilai toleransi, solidaritas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kedua periode ini menekankan pentingnya pengendalian diri, kepekaan sosial, dan tindakan nyata untuk membantu sesama.
Sayangnya, baru beberapa hari puasa berjalan, terjadi aksi penolakan umat Katolik untuk melakukan ibadah di sebuah gedung serba guna (GSG) yang ada di Arcamnik, Kota Bandung. Aksi ini pun mendapat kecaman dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
Ketua PMKRI Bandung, Philogonius Erland Belauw mengatakan bahwa sangat prihatin dengan adanya pembatasan hak beribadah yang dialami oleh umat Katolik di Kota Bandung. Tindakan ini jelas melanggar Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 yang menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya.
"Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Oleh karena itu, pembatasan yang terjadi di Arcamanik bukan hanya melanggar hak konstitusional warga negara, tetapi juga mencederai prinsip toleransi dan kerukunan antarumat beragama yang menjadi fondasi bangsa Indonesia," kata dia melalui siaran pers diterima IDN Times, Selasa (11/3/2025).
1. Pemkot Bandung harus beri jaminan beribadah

Karena itu, PMKRI Cabang Bandung St. Thomas Aquinas dengan tegas menolak dan mengutuk segala bentuk diskriminasi terhadap hak beribadah. Organisasi ini pun mendesak Pemerintah Kota Bandung untuk memberikan jaminan serta perlindungan penuh terhadap hak-hak fundamental warga negara yang mengalami tindakan diskriminasi.
"Dalam hal ini, negara wajib hadir untuk melindungi kebebasan beragama bagi setiap warganya demi menciptakan keharmonisan dalam realita kehidupan bermasyarakat," ujarnya.
2. Dulu GSG ini bisa dipakai bersama

Sebelumnya, Puluhan warga Kota Bandung yang berada di komplek perluasan Arcamanik melakukan aksi demonstrasi di Gedung Serbu Guna (SGS), Jalan Ski Air. Musababnya, GSG yang selama ini digunakan warga untuk melakukan berbagai aktivitas tidak diperbolehkan setelah ada jemaat Kristen Santo Yohanes Rasul.
Ketua Forum RW Kelurahan Sukamiskin Mukh Jazuli mengatakan, sebenarnya GSG ini dari awalnya memang dipersiapkan bagi seluruh warga, bukan hanya jemaat kristen yang beribadah. Sejak dulu jemaat ini memang sudah sering beribadah, tapi hanya sebulan sekali, tidak setiap pekan. Bahkan sejak dahulu siapapun boleh memanfaatkan gedung tersebut.
"Sekarang ada larangan dari mereka untuk warga beraktivitas. Warga merasa ini hak karena dari awal juga memang ini jadi fasilitas umum," kata Jazuli, Rabu (5/4/2025).
3. Klaim sudah punya hak milik

Sementara itu, Perwakilan Perizinan Gereja Santo Yohanes Rasul, Yoseph Kebe mengatakan, aksi yang dilakukan warga tersebut sebenarnya kurang tepat. Penolakan untuk jemaat Katolik beribadah di gedung ini tidak bisa diterima karena gedung ini dari awal pendiriannya memang agar bisa dipakai umat Katolik beribadah.
"Pertama waktu dibangun kita ga dapat izin gereja, kemudian dari pihak keuskupan menempuh cara untuk membangun dalam bentuk IMB (izin mendirikn bagngunan)-nya GSG memang, tapi fungsinya tetap bisa oleh umat Katolik dan juga oleh warga. Selama ini warga boleh," kata Yoseph.
Dia mengatakan, bangunan ini sejak dulu sekitar tahun 1980-an serifikatnya memang sudah dimiliki gereja katolik. Hanya saja bangunannya berupa GSG. Dengan demikian ada kesalahpahaman dari warga baru bangunan ini baru saja dipakai untuk beribadah.
"Jadi ini ceritanya panjang lah, ada sekelompok warga yang memang menolak terhadap alih fungsi. Padahal ini bukan alih fungsi," kata dia.
Menurutnya, selama ini sudah ada pertemuan dengan masyarakat sekitar dan ada persetujuan bahwa umat Katolik ini bisa beribadah di GSG untuk hari Minggu, hari besar termasuk Natal dan Paskah.
"Hari rabu ini adalah Rabu Abu, rangkaian awal dari masa pra paskah untuk kami berpuasa 40 hari. Itu udah kami sampaikan," paparnya.