Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pelajar Sisihkan Rp1.000 Per Hari, Orangtua Siswa Kritik Dedi Mulyadi

ilustrasi pelajar (IDN Times/Mardya Shakti)
ilustrasi pelajar (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Ketua Fortusis Jawa Barat menyoroti Gerakan Poe Ibu yang mendorong pelajar menyisihkan Rp1.000 per hari untuk membantu masyarakat.
  • Dwi Subanto menekankan pentingnya pengawasan dana, melibatkan auditor independen, dan memastikan akuntabilitas serta transparansi gerakan ini.
  • Gerakan ini dianggap mirip dengan sumbangan sukarela untuk kegiatan kemasyarakatan, namun Dwi menyarankan agar tepat sasaran dan memiliki aturan teknis yang akurat.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Ketua Forum Orangtua Siswa (Fortusis) Jawa Barat, Dwi Subanto turut menyoroti Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Gerakan ini sendiri menyarankan agar pelajar SMA/SMK sederajat menyisihkan uang Rp1.000 per hari untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.

Salah satu hal yang disoroti yaitu pengawasan dari dana yang sudah terkumpul itu sendiri. Dwi mengatakan, gerakan ini harus jelas teknis peruntukan seperti apa dan dari sisi akuntabilitas harus bisa dipertanggungjawabkan.

"Jadi, kalau Fortusis minta akuntabilitasnya kayak apa. Akuntabilitas dari penggunaan dananya sehingga harus disiapkan tim auditor," ujar Dwi saat dikonfirmasi, Senin (6/10/2025).

1. Perlu pengawasan yang serius

Ilustrasi pelajar di sekolah. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi pelajar di sekolah. (IDN Times/Mardya Shakti)

Auditor yang dipakai juga harus melibatkan pihak dari luar pemerintah agar bisa lebih transparan. Namun, kondisi ini tentutnya akan menjadi beban sekolah secara luas yang mana dalam gerakan ini, guru ASN juga harus menyisihkan uang tersebut.

"Karena pemerintah biasanya menggunakan auditornya itu BPK atau inspektorat. Nah, ini di luar itu harus ada auditor independen yang ditunjuk oleh masyarakat, artinya akuntan publik. Sehingga transparansinya, akuntabilitasnya, jelas," kata Dwi.

"Yang jadi masalah ini kan semuanya, berbagai pungutan yang ada di sekolah itu kan tidak transparan, tidak akuntabel. Jangan-jangan ini akan menjalar dari tingkat bawah menjadi tingkat elite. Utamanya tadi, sisi transparansi akuntabilitas," tuturnya.

2. Gerakan ini lebih menekankan ke pemerintah daerah

Dedi Mulyadi.jpeg
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat diwawancarai di kantor Gubernur di Gedung Pakuan, Kota Bogor, Rabu (24/9/2025). Istimewa.

Di sisi lain, Dwi berpandangan, konsep ini pada dasarnya hampir sama dengan sumbangan sukarela untuk kegiatan kemasyarakatan seperti jelang gelaran lomba perayaan 17 Agustus. Satu sisi dilarang, namun dengan sendirinya tetap ada.

"Sama juga kayak pungutan-pungutan 17 Agustus di kampung-kampung itu kan, begitu ada larangan hilang tapi begitu enggak ada larangan tumbuh lagi. Kira-kira gitu," ujarnya.

Meski demikian, Dwi sendiri tidak menjelaskan secara tegas apakah pihaknya menyetujui atau tidak gerakan ini. Namun, dia melihat arah dari gerakan ini lebih menekankan ke pemerintah kabupaten dan kota.

"Kalau saya baca tadi, itu kan yang mendapat tekanan langsung pemerintah di bawahnya. Bupati dan wali kota, misalnya, jadi institusi yang betul-betul mengangkat beban," ungkapnya.

3. Ingatkan penerima harus tepat sasaran

IMG-20250826-WA0026.jpg
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Dwi juga memberikan beberapa saran dari gerakan ini, salah satunya ialah dana yang terkumpul harus tepat sasaran kepada penerima dana. Meski ini sifatnya sukarela, seharusnya ada aturan teknis yang jelas agar lebih akurat.

"Harus tepat sasaran. Harus mampu bagaimana pemetaan yang sudah dilakukan oleh Dinas sosial itu betul-betul bisa tepat sasaran. Artinya, basis data orang miskin berdasarkan temuan di lapangan yang oleh Kementerian Sosial itu tinggal ditindaklanjuti," kata dia.

Diketahui, Gerakan Poe Ibu ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor: 149/PMD.03.04/KESRA yang ditandatangani secara elektronik oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada 1 Oktober 2025.

SE ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Surat ini pun ditunjukkan kepada Bupati/Wali Kota se-Jawa Barat, Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemda Provinsi Jabar, serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Jabar.

Lewat SE ini Dedi Mulyadi mengimbau dan mengajak setiap individu, Aparatur Sipil Negara (ASN), siswa sekolah dan warga masyarakat untuk menyisihkan Rp1.000 (seribu Rupiah) per-hari sebagai bentuk kesetiakawanan sosial dan kesukarelawanan sosial.

Nantinya para pihak tersebut mengumpulkan dana melalui bank Bjb yang diberikan nama Rereongan Poe Ibu.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us

Latest News Jawa Barat

See More

Pelajar Sisihkan Rp1.000 Per Hari, Orangtua Siswa Kritik Dedi Mulyadi

06 Okt 2025, 15:04 WIBNews