Mahasiswa Papua di Bandung Turun ke Jalan, Minta Cabut Izin Tambang GAG Nikel

- Mahasiswa Papua di Bandung turun ke jalan, protes cabut izin tambang PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
- Alasan pemerintah belum mencabut izin PT GAG Nikel karena telah memenuhi syarat untuk operasi, namun dampaknya membahayakan masyarakat.
- Aktivitas pertambangan di Papua Barat Daya bisa berujung dampak ekologis dan sosial yang serius, mahasiswa minta pemerintah mencabut semua izin tambang di sana.
Bandung, IDN Times - Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bandung, menggelar aksi di depan gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, pada Senin (16/6/2025). Mereka menuntut agar pemerintah mencabut izin operasi tambang PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Salah satu massa aksi, Weak Kosay mengatakan, ada lima perusahaan yang mulanya beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pemerintah kini sudah mencabut empat, menyisakan satu perusahaan yang belum yakni PT GAG Nikel.
Menurutnya, alasan pemerintah belum mencabut izin satu perusahaan itu karena telah memenuhi syarat untuk melakukan operasi. Namun, dampak dari izin tersebut tetap dianggap membahayakan masyarakat.
"Kami lihat oleh rakyat Papua itu bukan punya syarat untuk melakukan operasi, tapi kami lihat dampak yang akan terjadi kepada kami rakyat Papua. Raja Ampat ini mempunyai kecantikan yang kemudian menarik perhatian dunia juga Indonesia," ujar Weak.
1. Empat perusahaan ditakutkan beroperasi kembali

Lebih lanjut, Weak khawatir jika keempat perusahaan tambang itu bakal kembali diberi izin operasi. Sehingga, dampak kerusakan alam dikhawatirkan akan lebih buruk lagi. Dia menegaskan, pemerintah harus melihat jangka panjang dari operasi pertambangan di area tersebut.
"Dan menurut kami, empat di antaranya akan susul setelah mengikuti langkah-langkah yang dilakukan oleh perusahaan Nikel. Artinya, akan memperburuk kami," ucapnya.
2. Aktivitas tambang terbukti merusak lingkungan

Di sisi lain, aktivitas pertambang di Papua Barat Daya, dikatakannya bisa berujung dampak ekologis dan sosial secara serius. Bukit-bukit di pulau-pulau area tambang yang terus dikeruk, tak hanya bisa berujung bencana bagi masyarakat, tapi juga hilangnya habitat hewan-hewan, serta tumbuh-tumbuhan.
"Terutama dari kerang-kerang, ketika kapal masuk, merusak kerang yang ada di dasar laut, di atasnya gunung digunduli, bisa-bisa nanti gunung dimakan air, karena digusur oleh itu. Jadi kekayaan Raja Ampat, juga yang ada di Papua, nanti hilang begitu cepat karena kepentingan itu," kata dia.
3. Pemerintah belum mencabut Izin PT GAG Nikel

Oleh karena itu, Weak berharap, pemerintah dapat betul-betul serius menindaklanjuti masalah penambangan di tanah Papua, memperhatikan resiko ekologis dan sosial, tak melulu mementingkan bisnis pemodal. Tak pandang bulu, pemerintah diharapkan dapat mencabut semua izin tambang di sana.
Seperti diketahui, saat ini izin operasional PT GAG Nikel, masih ditangguhkan pemerintah, tidak dicabut. Bahkan, izin untuk pembukaan kembali operasional PT GAG Nikel akan diberikan, menunggu persetujuan Menteri Bahlil Lahadalia.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot saat memberikan perkembangan terbaru soal pencabutan izin operasional PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Dia mengatakan izin operasional PT Gag Nikel bisa diberikan dalam waktu dekat.
"Jadi ini secepatnya. Kita juga lakukan evaluasi bersama dengan Kementerian Kelautan Perikanan, hari selesai besok kita mengadakan rapat koordinasi," ujarnya kepada awak media di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Yuliot menekankan bahwa izin operasi PT GAG Nikel di kawasan Raja Ampat telah berlangsung sejak 1998, lewat sistem kontrak karya (KK). Selanjutnya, tahun 2014 Kementerian ESDM kembali melakukan penataan perizinan terkait dengan pulau-pulau kecil di sekitar tambang.
Dengan sejumlah izin yang telah dikantongi tersebut, Yuliot menilai tidak ada penyalahgunaan dalam aktivitas pertambangan yang dilakukan PT GAG Nikel.