LBH Bandung Nilai Kebebasan Berekspresi Saat Ini Kian Sulit

- Mahasiswi ITB SSS dilepaskan polisi setelah membuat gambar ciuman Prabowo-Jokowi, dianggap berlebihan oleh LBH Bandung
- Direktur LBH Bandung menilai penangkapan mencerminkan sulitnya kebebasan berekspresi dan meminta kampus melindungi mahasiswa
- UU ITE direvisi demi meminimalisir kriminalisasi, namun masih terdapat pasal karet yang bisa menjerat siapa saja termasuk pengkritik
Bandung, IDN Times - Mahasiswi ITB berinisial SSS yang ditangkap karena membuat gambar ciuman antara Prabowo dan Jokowi sudah dilepaskan kepolisian. Namun, kasus ini dinilai Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Bandung dinilai berlebihan karena perbuatan yang dilakukan mahasiswa jurusan FSRD tersebut merupakan bentuk kebebasan berekspresi.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Bandung Heri Pramono mengatakan, kejadian penangkapan mahasiswa ITB tersebut mencerminkan adanya kebebasan berekspresi yang semakin sulit.
"Alasannya karena berkaitan dengan kebebasan berekspresi ini akan dihadapkan dengan kriminalisasi. Dan itu menjadi kejadian yang terus berulang ketika bagaimana masyarakat sipil dalam menentukan kebebasan berekspresinya, mau dengan cara aksi demonstrasi, mau dengan cara karya-karyanya," kata Heri, Selasa (13/5/2025).
Menurutnya, gambar yang dibuat sebenarnya hanya mencerminkan foto dua tokoh presiden. Harus ada pengecekan lebih lanjut apakah itu memang mirip atau dibuat mirip saja.
"Jadi dalam garis besarnya saya melihatnya dari satu kebebasan berekspresi yang semakin dikekang," kata dia.
1. Kampus harus melindungi mahasiswanya

Dia pun meminta setiap kampus tidak hanya ITB untuk bisa melindungi mahasiswanya dalam mengekspresikan banyak hal dalam bentuk apapun. Kampus perlu untuk bisa memberikan jaminan terkait dengan kebebasan berekspresi yang dilakukan oleh segala sipitas akademikanya.
Meskipun karya mahasiswa itu digunakan dalam bentuk apapun dan di manapun, kampus harus jadi garda terdepan terhadap kebebasan berekspresi.
"Karena ya, lingkup dari negara demokrasi adalah kebebasan berekspresi itu sendiri," katanya.
2. Revisi UU ITE tetap halangi orang berekspresi

Dia menuturkan Undang-undang (UU) ITE memang sudah ada yang direvisi demi meminimalisir kasus kriminalisasi, tapi hasilnya tetap saja tidak maksimal. Ini bisa terlihat dengan adanya kasus penangkapan mahasiswi ITB yang menggunakan pasal karet dalam UU tersebut.
Heri menyebut selama ini banyak kritikan dari kelompok masyarakat sipil terkait dengan potensi pasal karet yang terdapat dalam muatannya undang-undang ITE. UU tersebut bisa menjerat siapa saja termasuk yang ingin berekspresi atau ingin mengkritik.
"Dan bagi kami, saat ini ya undang-undang ITE masih tetap menjadi alat untuk bisa mengkriminalisasi yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi itu sendiri," paparnya.
Khusus pada pemangku kebijakan, sekarang masyarakat semakin mudah mengekspresikan ketidakpuasan pada negara dan seharusnya ini tidak bisa dikriminalisasi.
3. Soroti kasus akun Fufufafa menguap begitu saja

Penangkapan mahasiswi atas kebebasan berekspresi ini sangat bertolak belakang dengan penghinaan yang dilakukan akun media sosial Fufufafa. Heri menilai kasus ini menguap karena pemiliknya adalah seseorang yang berada di kancah nasional.
Berbeda dengan mahasiswa yang tidak punya orang di belakangnya sehingga dengan mudah bisa langsung diamankan agar bisa ditekan untuk tidak melakukan kebebasan ekspresi yang sama.
"Padahal yang ITB ini tidak menjurus, beda dengan Fufufafa yang memang kontenya ini menyinggung gender, penghinaan pada identitas seseorang. Dan itu bukan penghinaan karena lebih pada penyerangan," kata Heri.
Intinya, lanjut dia, pemerintah harus lebih melihat manfaat dari UU ITE dan bisa menggunakannya dengan baik. Jangan asal dalam menetapkan seseorang jadi tersangka atau menilai seseorang kriminal hanya dari ekspresi yang mereka keluarkan dalam berbagai bentuk.