Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

JaF Tawarkan Hutan di Majalengka yang Bisa Dibeli

IMG_20251106_081043.jpg
Menanam di hutan Perhutana (inin nastain/IDN Times)
Intinya sih...
  • Hutan Tanaraya dibuat di bekas sawah tadah hujan, dengan luas 2 hektar.
  • Konsep kepemilikan hutan mengadopsi konsep pengembang, dengan batasan pembelian satu kavling per orang atau lembaga.
  • Sebanyak 145 kavling sudah memiliki 'tuan', dan JaF jalin kerja sama dengan kelompok masyarakat dalam program tersebut.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Majalengka, IDN Times Tidak sedikit masyarakat yang mengusulkan agar patungan untuk membeli hutan, demi menghindari penyalahgunaan lahan terbuka menyusul terjadinya musibah banjir di beberapa daerah di Sumatra. Salah satu inisiator agar masyarakat patungan membeli hutan adalah Pandawara Grup.

Di Kabupaten Majalengka, sejak beberapa tahun lalu, sudah muncul gagasan untuk membuat hutan dengan cara gotong royong. Lewat Perhutana (Perusahaan Hutan Tanaraya), program yang digagas Jatiwangi art Factory (JaF), setiap orang kini bisa memiliki hutan, yang disebut dengan Hutan Tanaraya, di Desa Jatisura dan Desa Surawangi, Kecamatan Jatiwangi.

Apa dan bagaimana Hutan Tanaraya Perhutana yang digagas JaF?

1. Hutan Tanaraya dibuat di bekas sawah tadah hujan

IMG_20251106_081341.jpg
Memasang patok kepemilikan kavling hutan Tanaraya (inin nastain/IDN Times)

Ide membuat Hutan Tanaraya mencuat pada 2021 lalu. Maraknya industrialisasi di Kabupaten Majalengka, jadi salah satu latar belakang JaF berinisiatif untuk membuat Hutan itu.

"Majalengka Utara kan katanya diproyeksikan kawasan industri. Sebelum itu datang, kami ingin menunjukan komitmen menjaga ekologi kita. Ada keseimbangan,” kata Direktur Perhutana Ginggi Syar Hasyim.

Gagasan JaF untuk membuat Hutan, tidak dengan tangan kosong. Sebelum melemparnya ke ruang publik, JaF sudah memiliki modal berupa lahan, yang akan dijadikan hutan tersebut.

Secara luasan, lahan yang dimiliki JaF mungkin terbilang sangat kecil, hanya 2 hektar. Namun, di luar kepemilikan JaF, masih ada lahan-lahan milik petani, yang bisa digunakan untuk membuat Hutan tersebut.

"Kami sudah berbicara dengan pemilik lahan itu, dan mereka siap. Karena memang di situ teh, sawah tadah hujan, jadi hasilnya kurang bagus. Makanya ketika kami komunikasikan, mereka bersedia untuk melepas lahannya. Kami targetkan delapan hektar lah," kata Ginggi.

2. Konsep kepemilikan hutan mengadopsi konsep pengembang

IMG_20251106_081605.jpg
Mengolah lahan kavling hutan Tanaraya (inin nastain/IDN Times)

Membuat hutan, bukan satu-satunya tujuan Ginggi dan kawan-kawan di JaF. Di luar itu, kehadiran hutan itu juga diharapakan bisa jadi media pembelajaran, untuk menggugah kesadaran terhadap pentingnya hutan sebagai 'pabrik' oksigen.

Atas pemikiran itu, JaF berinisiatif mengajak masyarakat luas, untuk patungan, bergotong royong membuat Hutan dengan luas sekitar 8 hektare itu.

"Pada praktiknya, kami mengajak, bersama-sama masyarakat membuat hutan. Makanya kami pasarkan, siapa yang berminat untuk membeli lahan, yang nantinya kita jadikan hutan," kata dia.

Meskipun terbuka untuk umum, ada batasan luasan pembelian yang diterapkan JaF. Setiap pembelian hutan, baik secara pribadi maupun lembaga atau kelompok, hanya diperbolehkan membeli satu kavling saja.

Hal itu agar kesempatan banyak masyarakat yang memiliki hutan bisa lebih luas lagi. "Dari delapan hektare itu, kami buat kavling-kavling. Setiap kavling memiliki luas 4x4 meter, dengan harga Rp4 juta. Kavling itulah yang ditawarkan kepada masyarakat, untuk kemudian nanti dibikin hutan," ujar dia.

"Kami pakai konsep pengembang lah. Begitu ada pembelian, kavling lahan itu langsung diwakafkan untuk Hutan. Setiap orang atau lembaga, hanya diperbolehkan membeli satu kavling saja,” kata Ginggi yang juga penggagas lahirnya JaF itu.

3. Sebanyak 145 kavling sudah memiliki 'tuan'

IMG_20251106_081717.jpg
Patok kepemilikan kavling Hutan Tanaraya (inin nastain/IDN Times)

Hingga akhir 2025 ini, tercatat sudah ada sekitar 145 kavling yang telah memiliki 'tuan.' Itu artinya sudah ada 145 orang atau lembaga yang mencatatkan namanya sebagai pemilik hutan Tanaraya, buah gagasan JaF.

"Setelah kurang lebih dua hektare lahan yang berhasil dibebaskan dan 145 kavling ternamai, yang artinya 145 orang telah menjadi bagian dari Perhutana Family Forest, kami memulai proses pengkavlingan sekaligus penanaman plot tanah 4x4 meter Hutan Tanaraya," kata Ginggi.

Dalam perjalanannya, Ginggi tidak menampik adanya kegagalan dalam proses penanaman. Namun, kegagalan-kegagalan itu tidak menghentikan langkah, justru dijadikan sebagai pelajaran.

"Beberapa percobaan penanaman telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa penanaman berhasil dan beberapa gagal. Tapi setiap percobaan mengajarkan kami bagaimana merawat dan memperlakukan tanah dengan lebih baik," kata dia.

"Sejak akhir tahun lalu, kami belajar untuk 'tidak melakukan apa-apa.' Memberi ruang kepada tanah dan mikroba untuk melakukan proses perbaikan dan regenerasi lewat konsep do nothing forest," lanjut Ginggi.

Sebagaimana tujuan awal, yang menginginkan keberadaan hutan ini sebagai proses pembelajaran, JaF senantiasa melibatkan anak-anak sekolah dalam setiap proses 'menggauli' lahan bakal hutan itu. Hal serupa juga dilakukan saat proses pengkavlingan beberapa waktu lalu.

"Kami mencoba menyiapkan media tanam yang lebih baik dan menanamnya bersama. Kerja ini dikawal oleh pahlawan hutan cilik yaitu murid-murid dari SDN Surawangi yang merupakan bagian dari titik hijau Perhutana. Sebelumnya (anak-anak SD ini) berhasil membuat hutan sekolahnya sendiri," kata dia.

4. Jalin kerja sama dengan kelompok masyarakat

IMG_20251106_081043.jpg
Menanam di hutan Perhutana (inin nastain/IDN Times)

Dalam perjalanannya, JaF tidak berjalan sendirian. Sejumlah pihak yang peduli terhadap lingkungan, tercatat ambil bagian dalam program itu.

Yayasan Pilar Tunas Nusa Lestari adalah salah satu kelompok yang terlibat aktif dalam perjalanan Perhutana, buah pikiran JaF itu. Bagi yayasan ini, apa yang dilakukan JaF, bisa dikatakan sebagai terobosan berskala internasional.

"Ini inovasi yang skalanya global. Ini sangat langka. Umumnya di dunia, hutan yang rusak, diperbaiki. Kalau ini bikin hutan," kata Direktur Yayasan Tunas Nusa Lestari Ramalis Sobandi

Kehadiran Perhutana, ke depannya diharapkan bisa berdampak baik terhadap kondisi iklim, setidaknya untuk warga sekitar. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, Majalengka tercatat sebagai daerah dengan dengan suhu paling tinggi di Indonesia ketika musim kemarau tiba

Ramalis tidak menampik bahwa butuh waktu lama untuk menghadirkan hutan yang dipenuhi dengan pepohonan rindang. Namun, dengan cara tertentu, hutan Perhutana diharapkan bisa tampak dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama.

"Membangun hutan, secara teoritis sangat lama, butuh puluhan tahun. Tapi Perhutana ini, salah satunya menggunakan metode Miyawaki. Mudah-mudahan ada perubahan dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama," kata dia

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us

Latest News Jawa Barat

See More

Hasil Uji FT UI: VRV Baru DAIKIN Punya Ketahanan Korosi 25 Tahun

11 Des 2025, 15:01 WIBNews