HUT ke-80 Jabar, DPRD Beri Sejumlah Catatan untuk Dedi Mulyadi-Erwan

- DPRD Jabar memberikan catatan untuk Pemprov Jabar dalam perayaan HUT ke-80, termasuk pengelolaan sampah dan birokrasi.
- Pengelolaan sampah mandiri perlu diperhatikan karena pembangunan lokasi TPPAS regional belum berjalan maksimal.
- Optimalkan aset Provinsi Jawa Barat agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat, serta dorong BUMD memberikan kontribusi yang lebih besar.
Bandung, IDN Times - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat memberikan beberapa catatan dalam perayaan HUT ke-80 Jabar di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Selasa (19/8/2025). Beberapa catatan untuk Pemprov Jabar mulai dari pengelolaan sampah juga birokrasi.
Salah satunya, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Jawa Barat menekankan pentingnya pengembangan pengelolaan sampah mandiri lebih diperhatikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jabar.
Masalah sampah di Jawa Barat masih menjadi tantangan atau pekerjaan rumah pemerintah, terutamanya di daerah perkotaan. Permasalahan ini terjadi karena rencana pembangunan empat lokasi Tempat Pemrosesan dan Pengolahan Akhir Sampah (TPPAS) regional belum berjalan maksimal.
Salah satu lokasi yang sudah terealisasi hanya di Lulut Nambo, itu pun hanya mampu menampung kapasitas kurang lebih 50 ton. Sedangkan di lokasi Legok Nangka belum beroperasi.
Pemerintah dan masyarakat berupaya mengelola sampah dengan melibatkan teknologi dan kesadaran kolektif agar pengelolaan sampah menjadi lebih efektif dan berkelanjutan.
"Seperti di Kabupaten atau Kota Depok, sampah organik dikumpulkan oleh organisasi Karang Taruna untuk diolah menjadi maggot yang dimanfaatkan sebagai pakan lele dan ternak lainnya," kata Ketua Fraksi PAN DPRD Jawa Barat M. Hasbullah Rahmad, Kota Bandung, Selasa (19/8/2025).
1. Persoalan sampah masih belum selesai

Pemerintah pusat mengisyaratkan bahwa pengelolaan sampah ke depan harus berbasis teknologi. Namun, investasi teknologi seperti Refuse-Derived Fuel (RDF) maupun pembangkit listrik dari sampah memerlukan dana besar hingga mencapai triliunan rrupiah
Oleh karena itu, solusi sederhana juga sangat diperlukan, yakni pengelolaan sampah rumah tangga menjadi pupuk kompos, pakan maggot, dan sumber pendapatan melalui bank sampah, namun dilakukan secara sistematis.
Siklus pengurangan volume sampah memang harus dimulai dari rumah tangga dengan kesadaran kolektif masyarakat. Budaya memilah sampah di Indonesia saat ini masih belum terbiasa, semua sampah rumah tangga seringkali dibuang campur, padahal jika dikategorikan akan lebih mudah diolah dan volume sampah di TPA berkurang.
"Kesadaran masyarakat tidak hanya untuk memilah sampah, tetapi juga untuk tidak membuang sampah sembarangan seperti di tanah kosong, pojok jalan, atau tempat yang bukan tempat pembuangan sampah," ucapnya.
Masalah lain yang terjadi adalah keterbatasan lahan untuk TPA dan larangan dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk menggunakan sistem open dumping (pembuangan sampah terbuka). Sistem open dumping dapat menimbulkan gas metana yang berbahaya dan menyebabkan musibah seperti longsor di TPA Leuwigajah. Oleh karena itu, pengelolaan berbasis teknologi dan sistem terintegrasi sangat dibutuhkan.
2. Aset belum banyak dioptimalkan

Sementara, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat MQ Iswara menyebutkan Provinsi Jawa Barat memiliki lebih dari 305.680 bidang aset yang belum terkelola dengan baik. Sehingga khususnya Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Barat perlu mendorong dan mengoptimalkan sejumlah aset tersebut agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jabar dapat meningkat secara signifikan.
"Tentunya kita berharap aset-aset ini bisa dioptimalkan agar bisa membantu meningkatkan pendapatan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD)," kata Iswara.
Iswara juga membahas terkait pembagian optimalisasi aset. Sebagian besar aset dibagi untuk kebutuhan infrastruktur, sedangkan aset yang lainnya untuk kebutuhan sarana dan prasarana, fasilitas umum, serta kegiatan yang lainnya.
"Kalau aset ini kita optimalkan, tentunya setelah kita inventarisasi dan sertifikasi, baru kita optimalisasi untuk dapat menambah PAD kita. Ada 5.680 bidang aset, 8 persen digunakan untuk sarana dan prasarana, 68 persen untuk infrastruktur, 10 persen untuk fasilitas umum, dan 10 persen kegiatan-kegiatan yang lainnya. Nah, ini kan masih bisa kita optimalkan," jelasnya.
Selanjutnya, Banggar DPRD Jawa Barat mendorong agar Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat memberikan kontribusi banyak terhadap pendapatan Jawa Barat. Sementara ini, hanya Bank BJB sebagai BUMD yang berkontribusi cukup besar, yang mencapai 300 miliar lebih. Sedangkan, BUMD lainnya baru bisa berkontribusi sebesar Rp 45 miliar.
"Saat ini, kontribusi dari 41 BUMD ke PAD kita totalnya sekitar Rp368 miliar. Rp345 miliarnya itu dari BJB. Jadi, yang lainnya masih sangat kecil, ya. Kami mendorong agar BUMD yang lain dapat memberikan kontribusinya minimal 5% setiap BUMD," jelasnya.
Iswara pun menegaskan, banyaknya faktor yang menjadi penyebab pendapatan menurun pada tahun 2025. Salah satunya, terdapat kendala nasabah perbankan yang mengalami kredit macet. Hal itu berdampak besar pada aspek pendapatan Provinsi Jawa Barat.
"Karena ada kondisi yang sama-sama kita ketahui, kan. Ada kendala di Bank Jabarnya, kredit macet di Sritex, kemudian juga ada pasca COVID ini ada beberapa BUMN yang kemarin juga diformat ulang, bunga kreditnya," kata dia.
3. Birokrasi yang baik harus diciptakan

Kemudian, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono menegaskan, birokrasi yang adaptif dan berorientasi pelayanan publik harus menjadi prioritas dalam mewujudkan good and clean governance.
Menurut Ono Surono, tata kelola pemerintahan yang baik harus berlandaskan data yang akurat. Data yang valid menjadi pondasi penting dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan publik sesuai prinsip good and clean governance.
Dia pun menyoroti masih lemahnya basis data di Jabar, salah satunya terkait angka putus sekolah. Hingga kini, belum ada kejelasan jumlah lulusan SMP yang melanjutkan ke SMA maupun yang tidak.
"Data Badan Pusat Statistik yang menyebut sebanyak 600 ribu, dinilai belum terurai secara detail penyebarannya. Tanpa data yang valid, kebijakan tidak akan tepat sasaran," ucapnya.
Meskipun pemerintah pusat telah menerapkan Data Terpadu Sosial dan Ekonomi (DTSE) secara nasional. Pendataan tersebut harus objektif dan dilakukan secara profesional di tingkat desa agar program penanggulangan kemiskinan dapat menyentuh masyarakat yang membutuhkan.
Momentum Hari Jadi ke-80 Jawa Barat, menurutnya, menjadi pengingat untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan agar lebih transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
"Kebijakan yang baik adalah yang menyasar semua lapisan masyarakat. Jika hal ini dilakukan, target penurunan kemiskinan, pengangguran, dan peningkatan ekonomi akan tercapai," ucapnya.