Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dinkes Bandung Imbau Warga Waspada Penyebaran DBD

Ilustrasi DBD. (IDN Times/Aditya Pratama).
Ilustrasi DBD. (IDN Times/Aditya Pratama).
Intinya sih...
  • Vaksinasi bisa cegah penyebaran
  • Anak-anak paling rentan terserang DBD
  • Penyakit ini tak mengenal kawasan tempat tinggal
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Penyakit infeksi akibat virus yang menular melalui gigitan nyamuk, yakni Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi salah satu penyakit yang mengancam di Indonesia, khususnya Kota Bandung. DBD masih menjadi penyakit tertinggi menjangkit masyarakat.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, dr Sony Adam mengatakan, dalam menangani kasus DBD harus diselesaikan dengan cara promotif, preventif, kuratif dan paripurna. Musababnya, penyakit DBD sering mengancam keselamatan nyawa manusia. Dalam beberapa tahun, Kota Bandung menjadi endemis terkait DBD, dengan setiap kelurahan dalam tiga tahun terakhir ada saja kasusnya, sehingga diperlukan teknologi khusus untuk menurunkan DBD.

"Saat ini fokus kami adalah memberikan vaksin (DBD) guna mencegahnya. Pencegahan DBD ini sudah kami lakukan secara paripurna, dengan berbagai kegiatan yang dilakukan, seperti pemberantasan nyamuk, jumantik, foging, hingga imunisasi vaksinasi dan intervensi teknologi semisal wolbachia yang telah diterapkan di beberapa kelurahan di Bandung," kata Sony dalam talkshow kesehatan dalam rangka hari jadi ke 104 RS Borromeus, Minggu (24/8/2025).

1. Vaksinasi bisa cegah penyebaran

IMG_20250824_091112.jpg
Diskusi kesehatan bersama Dinkes Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Direktur Medis RS Borromeus, dr Marvin Marvino mengatakan diskusi terkait DBD dilakukan lantaran adanya keprihatinan saat 2024 kasus DBD di Bandung cukuplah tinggi hingga beberapa tempat tidur di sejumlah rumah sakit penuh.

"Memang terlihat bahwa angka kejadiannya sudah menurun dengan bantuan Dinkes lewat program bakteri yang dimasukkan ke dalam nyamuk (wolbachia) serta vaksinasi yang mulai dijalankan di rumah sakit-rumah sakit. Itu menjadi salahsatu fokus referentif kami," katanya.

Dia menambahkan, kesadaran vaksin mulai muncul ketika masa covid. Masyarakat, katanya mulai lebih menyadari sehingga animonya tinggi baik vaksin DBD maupun vaksin untuk saluran pernafasan, dan vaksin lainnya.

"Vaksin DBD itu dua kali. Biasanya bulan pertama kemudian bulan ketiga. Vaksin sudah boleh dari usia 4 - 60 tahun. Vaksinasi ini sangat diperlukan, karena Bandung menjadi wilayah dengan tingkat kejadian tertinggi di Jabar dan DBD kasus endemi. Jadi, dengan promotif dan preventif pemberian vaksin kami berharap bisa kurangi angka kesakitan dan angka kematian DBD di Bandung," ujarnya.

2. Anak-anak paling rentan terserang DBD

IMG-20250824-WA0037.jpg
Diskusi kesehatan bersama Dinkes Bandung.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr Stefanie Yuliana Usman menyebut DBD sebagai penyakit yang bisa menyerang siapa pun. Katanya, banyak masyarakat beranggapan DBD muncul saat musim hujan, padahal penyakit ini ada sepanjang tahun, walau memang musim hujan angka kasusnya cenderung naik. 

"Hingga kini belum ada obat khusus untuk menyembuhkan DBD, terapi yang diberikan dokter hanya meredakan gejala seperti demam atau nyeri bukan membunuh virusnya. Jadi, pencegahan suatu langkah paling utama. Pencegahan juga penting bagi mereka yang memiliki penyakit penyerta seperti obesitas, ginjal, diabetes melitus, hipertensi hingga gangguan pernapasan, karena kondisi itu dapat memperburuk infeksi dengue," ucapnya.

Sementara itu, dr Tony Ijong Dachlan selaku dokter spesialis anak RS Borromeus menekankan bahaya dengue pada anak-anak. Pasalnya, anak-anak kelompok rentan terhadap infeksi virus dengue dengan resiko kematian lebih tinggi dibanding kelompok usia lain.

"Sekitar 45 persen terjadi pada usia 5-14 tahun. Virus dengue ini terdiri dari empat serotipe, seseorang bisa terinfeksi lebih dari sekali dan infeksi ini berulang beresiko lebih berat. Bahkan, kasus infeksi tanpa gejala biasanya terjadi pada orang dewasa, tapi bisa menyebarkan virus melalui nyamuk yang kemudian menggigit anggota keluarga lain," katanya.

3. Penyakit ini tak mengenal kawasan tempat tinggal

ilustrasi DBD parah (freepik.com/jcomp)
ilustrasi DBD parah (freepik.com/jcomp)

Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht menyampaikan pihaknya sangat senang bisa ikut berkontribusi di Bandung dan Jabar melalui ikut ambil bagian melalui diskusi kesehatan di RS Borromeus. Menurutnya, DBD ini penyakit yang dapat mengancam jiwa manusia. Bahkan, WHO menyebut DBD menjadi salahsatu ancaman masyarakat dan Indonesia menjadi salahsatu negara paling terdampak. 

Data Kemenkes, Jabar memiliki jumlah kasus DBD tertinggi di Indonesia, sehingga talkshow ini dianggap penting guna mengingatkan kesadaran masyarakat sekaligus memberikan pengetahuan agar masyarakat bisa memperkuat dan melakukan pencegahan.

Menurutnya, semua orang di Indonesia beresiko terjangkit DBD, terlepas di mana mereka tinggal, usianya, atau gaya hidupnya. Bahkan, anak sekolah dan orang dewasa yang bekerja paling rentan terjangkit dan DBD ini salahsatu penyebab utama kematian pada anak-anak.

"Tentu, kami sangat bersemangat melaksanakan kegiatan ini untuk menyerukan masyarakat lebih proaktif dan bersatu dalam memerangi DBD. Kami berkomitmen menjadi mitra jangka panjang bagi pemerintah, tenaga kesehatan, swasta, dan pemangku kepentingan lainnya dalam melawan DBD di Indonesia," ujar Andreas.

Dia ingin menjadikan DBD ini bukan lagi penyakit yang menakutkan, dan menciptakan Bandung bebas DBD dengan menjaga implementasi 3M plus, serta mempertimbangkan metode perlindungan lain yang inovatif.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us