Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dibalik Kerusuhan Demo Agustus di DPRD Jabar, Ada Ratusan Siswa Ditangkap

IMG_20250830_091239.jpg
Sisa-sisa aksi bela Affan Kurniawan di Bandung (IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Intinya sih...
  • Ratusan siswa di bawah umur turut serta dalam aksi demonstrasi di DPRD Jabar pada Agustus 2025, meskipun tidak menggunakan seragam sekolah.
  • Sebanyak 126 murid dari seluruh Jawa Barat terlibat dalam aksi tersebut, dengan beberapa alasan yang bervariasi termasuk ajakan dari media sosial.
  • Pihak kepolisian melakukan penyekatan dan razia untuk pelajar hingga mahasiswa, dengan sebanyak 331 orang hendak berangkat untuk ikut demo ke Jakarta.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Aksi yang terjadi selama tiga hari, 29-31 Agustus 2025 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, turut menjadi catatan penting gelombang demokrasi di Tanah Pasundan. Bagaimana mana tidak, beberapa element masyarakat turun langsung menyuarakan aspirasinya.

Aksi tersebut mulanya ditenggarai adanya peristiwa Ojek Online (Ojol) bernama Affan Kurniawan yang meninggal akibat dilindas mobil Rantis Brimob, saat gelombang aksi yang berujung ricuh di Jakarta. Para Ojol kemudian menggeruduk kantor DPRD Provinsi Jabar dan meminta agar kasus penindasan ini diusut secara transparan.

Sejumlah elemen mahasiswa pun turun dengan memberikan desakan yang sama dengan beberapa tuntutan lainnya. Meski pun pada akhirnya aksi massa ini berujung ricuh, di mana lampu merah dirusak, mess MPR RI yang merupakan bangunan heritage juga dibakar, gedung DPRD Provinsi Jabar dirusak dan banyak vandalisme di luar gedung.

Beberapa oknum pun membakar pos pantau kepolisian, tercatat ada dua yang dibakar, sebuah restoran yang ada di dekat kantor DPRD Provinsi Jabar pun hangus terbakar. Selain itu, gedung perbankan asing yang terletak di wilayah Dago ikut dibakar para oknum tersebut.

Meskipun tidak ada korban jiwa dalam kerusuhan ini, berdasarkan catatan IDN Times ada salah satu mahasiswa Unisba yang kondisinya kritis karena dilindas oleh kendaraan motor Brimob, di mana korban mengalami luka serius pada bahunya.

1. Ratusan lebih pelajar SMA di Jabar ikut massa aksi

IMG_20250830_092252.jpg
Aksi bela Affan Kurniawan meninggal dilindas mobil Rantis Brimob Polri(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Dibalik kerusuhan yang terjadi akhir Agustus 2025 ini ternyata banyaknya anak di bawah umur yang turut turun ke jalan dan ikut mendengarkan langsung aspirasi dari massa aksi.

IDN Times melihat langsung bagaimana para murid sekolah ini turut datang langsung ke aksi massa selama tiga hari tersebut. Meski tidak menggunakan pakaian seragam, mereka terpantau mengikuti gelombang aksi ini. Meskipun selama aksi tiga hari itu selalu berujung dengan ricuh, mereka tetap hadir.

Mereka juga turut merasakan langsung pedihnya gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian, karena kondisinya sudah terjadi kericuhan. Di hari pertama aksi tersebut baru selesai pada pukul 03:30 WIB dan menyisakan banyak oknum ditangkap kepolisian, para murid sekolah dan anak di bawah umur ini ada yang ikut ditangkap.

Berdasarkan data sementara dari Dinas Pendidikan Jawa Barat, para murid yang mengikuti aksi di seluruh daerah ini ada ratusan orang. Mereka diduga turun langsung dengan berbagai macam alasan.

"Berdasarkan data sementara kami ada sebanyak 126 murid yang terlibat aksi se-Jawa Barat. Namun, angka ini masih sementara, karena kami masih menunggu data dari Kabupaten dan kota," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat, Purwanto, Jumat (5/9/2025).

Beberapa alasan mereka turun langsung mengikuti gelombang demonstrasi memiliki alasan yang bervariasi, namun ada juga yang mengikuti karena ada ajakan dari sosial media.

"Mereka memiliki alasan yang bervariasi, ada yang ikut karena sosial media, anak usia segitu kan mudah dipengaruhi," katanya.

Purwanto tidak menampik, dari jumlah tersebut ada beberapa yang ditangkap kepolisian. Meski tidak menjelaskan secara gamblang berapa total siswa yang sempat ditangkap, Purwanto menegaskan, para murid sudah dipulangkan semuanya dan tidak ada yang kini ditahan pihak kepolisian.

"Mereka sudah dipulangkan, kembali ke orang tuanya," ucapnya.

Disinggung mengenai adakah sanksi yang diberikan terhadap para murid ini, Purwanto memastikan, hal tersebut tidak ada. Namun, nantinya akan diberikan pendampingan edukasi, termasuk kepada orang tuanya.

"Akan kolaborasi dengan DP3AKB Propinsi Jabar memberikan edukasi buat orang tua dan anak-anak. Ke pihak sekolah kami akan minta pendampingan dan pengawasan. Serta memberikan teguran sesuai dengan peraturan sekolah masing-masing," jelasnya.

2. Polisi sempat mencegah massa melakukan aksi

IMG_20250830_091714.jpg
Aset MPR RI di Bandung dibakar massa aksi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Sementara, pihak Polda Jabar pun sempat melakukan penyekatan dan razia untuk pelajar hingga mahasiswa pada Jumat (29/8/2025). Sebanyak 331 orang dari beberapa daerah di Jawa Barat diketahui hendak berangkat untuk ikut demo ke Jakarta.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 254 orang merupakan pelajar SMA/SMK sederajat, satu orang pelajar SMP serta enam orang warga masyarakat dari wilayah Kota dan Kabupaten Bogor.

Kemudian, dari hasil pendataan, tercatat ada 54 SMA/SMK di Jawa Barat serta 1 SMP di Purwakarta yang siswanya terlibat hendak berangkat untuk mengikuti aksi demo di Jakarta. Namun, polisi melakukan pembinaan hingga bimbingan rohani kepada para pelajar tersebut.

Sementara, dalam massa aksi di Bandung dan Jawa Barat, Polisi tidak membantah melakukan penangkapan terhadap para anak di bawa umur, mereka diamankan kemudian dipulangkan setelah dijemput orang tuanya.

"Orang tua kemarin datang dan memang sudah dipulangkan semua. Kemudian ada 23 yang sudah dipulangkan, kan ada yang memang pembinaan ya karena tertangkapnya kan pada umumnya jam 20:00 WIB hingga 00.00 ke atas. Ya ngapain sih dia bikin rusuh itu jam segitu kan itu," jelas Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan.

Disinggung mengenai, data lengkap 23 orang yang dipulangkan ini, Hendra belum bisa menyampaikan secara pasti. Namun, ada beberapa murid SMP dan juga SMA.

"Ada anak SMP, ada yang baru naik SMA ada yang pengangguran, karyawan swasta, macam-macam itu dan memang kami sayangkan yang bikin rusuh itu kayak gitu," ucapnya.

Sementara, Polda Jabar pun sudah menetapkan 12 orang tersangka dari aksi kericuhan di DPRD Provinsi Jabar, di mana ada pembakaran mess MPR RI dan juga perusakan gedung DPRD itu sendiri. Dari 12 ini ada salah satunya berstatus sebagai murid SMA dan itu tidak ditahan, akan tetapi tetap diproses.

"Untuk anak yang di bawah umur ini tidak kami tahan, namun tetap diproses sesuai dengan ketentuan," kata Hendra.

3. LBH anggap polisi tidak proporsional dalam menangkap massa aksi termasuk para pelajar

IMG_20250829_172657.jpg
(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Menyikapi hal ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, mencatat ada sebanyak 37 orang anak turut ditangkap oleh pihak kepolisian selama aksi yang digelar dari 29-31 Agustus 2025 itu. Padahal, mereka sendiri memiliki hak untuk berpendapat, berkumpul, dan berekspresi.

"Itu dimiliki setiap orang, khususnya anak-anak, tentunya anak-anak di bawah umur juga mempunyai hak tersebut, hak berpendapat, hak berekspresi, hak berkumpul dan sebagainya," ujar Kepala Divisi Advokasi dan Jaringan, LBH Bandung, Rafi Saiful saat dikonfirmasi, Jumat (5/9/2025).

Anak-anak di bawah umur yang kebanyakan berstatus pelajar mengikuti aksi kemarin, dirasakannya datang dari sikap kritis, dan mereka punya hak mengikuti aksi dan itu harus dilindungi oleh aparat.

"Jadi apa anak-anak di bawah umur seharusnya pertama negara harus menjamin negara dalam hal ini baik pemerintah kepolisian aparat, negara harus menjamin hak-hak teman-teman pelajar," kata Rafi.

LBH Bandung pun menyoroti tindakan penangkapan dari pihak kepolisian yang cenderung tidak mengedepankan peraturan yang berlaku. Para peserta aksi termasuk anak di bawah umur ini ditangkap, tanpa ada pendampingan hukum yang mana hal tersebut harusnya dilakukan oleh pihak kepolisian.

"Seharusnya, pada saat dilakukan penangkapan kemudian diperiksa di kepolisian teman-teman yang ditangkap serta aksi yang ditangkap itu punya hak terkait bantuan hukum dalam hal ini pendampingan hukum," ujarnya.

Rafi mengatakan, Polda maupun Polrestabes sebagai lembaga negara, seharusnya memberikan akses bantuan hukum atau pendampingan hukum pada saat pemeriksaan awal pada saat massa aksi ditangkap. Namun yang terjadi saat ini pada aksi kemarin mereka langsung diamankan.

Meski pada akhirnya aksi berkahir dengan ricuh, LBH Bandung menilai aparat harus bekerja secara proposional dan profesional dalam menangkap dalam kesusahan. Sebab, para murid yang diamankan ini belum tentu sebagai aktor kericuhan.

"Tentunya kepolisian, aparat-aparat negara harus proporsional melakukan tindakan di lapangan. Karena tidak semua peserta aksi melakukan dugaan tindak pidana. Kami melihat banyak fenomena seperti misal penangkapan acak, terus represif, kemudian brutalitas masih dilakukan," ucap Rafi.

"Contohnya seperti ini, kejadian di Unpas dan dan di Unisba. Di mana kepolisian atau dalam hal ini aparat itu menembakkan gas air mata ke wilayah kampus," kata dia.

Sementara, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian HAM (Kemenham) Jawa Barat pun irit dalam memberikan penjelasan mengenai penindakan aparat terhadap para murid yang ditangkap ini apakah ada dugaan melanggar HAM. Kepala Kanwil Kemenham Jabar,  Hasbullah Fudail memastikan untuk oknum perusuh tetap diproses hukum.

"Mahasiswa dan pelajar aksu demo dibebaskan yang rusuh alias kriminal tetap diproses," ucap Hasbullah.

Saat IDN Times kembali menegaskan apakah, prosedur penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian ini sesuai prosedur, Hasbullah tidak menjawab secara substansi, hanya mengatakan harus ada regulasi unjuk rasa yang humanis.

"Sekarang perlu dibuat regulasi, menggagas unjuk rasa yang humanis," ucapnya.

4. Pendidikan politik sudah saatnya diterapkan di sekolah

IMG_20250901_172759.jpg
(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Dari semua rangkaian kondisi tersebut, Sosiolog Unpad Ari Ganjar Herdiansyah berpendapat,  dalam konteks gerakan protes, pada dasarnya tujuan setiap pesertanya berbeda-beda terlepas dari umur yang ada di dalamnya. Di sisi lain, saat ini media sosial cukup banyak memuat informasi kondisi politik saat ini.

"Sehingga, tidak aneh jika para remaja juga apalagi sekarang remaja SMP, SMA mereka juga terhubung dengan informasi termasuk informasi politik. Mereka dengan mudah mendapatkan informasi tersebut lewat media sosial dan grup Whatsapp," ujar Ari.

Dengan arus informasi yang massif ini, para pelajar mungkin mendapatkan banyak dorongan yang tentunya bermacam-macam, ada yang akhirnya ikut turun unjuk rasa karena ingin merasakan sensasinya, "Ada yang memang dia itu ikut karena kepedulian dan, ada yang ingin mencari pengalaman, dan seterusnya. Ada juga yang terdorong oleh emosional," kata Ari.

Meski demikian, para pelajar di bangku sekolah atau yang di bawah umur 17 tahun ini masih belum memiliki kematangan dalam berpikir. Sehingga, tidak bisa memahami apakah ajakan yang banyak bertebaran di media sosial ini provokatif, bahkan untuk anarkis.

"Anak-anak yang sedang mencari katakanlah dalam proses pencarian jati diri, mereka dalam proses ini ingin mengaktualisasikan atau berekspresi ya dalam satu konteks politik itu mereka rentan untuk terpengaruh, untuk ikut aksi massa tersebut," tuturnya.

Di sisi lain, ruang menyampaikan sikap kritis di usia yang tergolong muda bisa dilakukan dengan cara lainnya, seperti aktivis lingkungan dari Swedia, Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg. Menurutnya itu merupakan contoh gerakan berdampak kepada sosial langsung.

"Greta Thunberg itu Iya, kan dia masih anak-anak tapi dia bisa bersuara gitu kan melakukan aktivisme bahkan melakukan suatu gerakan sosial ya, meskipun dia concern-nya tentang lingkungan tetapi dia mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik dari berbagai negara pun perusahaan-perusahaan global," jelasnya.

Menurut Ari, ada salah satu poin yang bisa jadi catatan pemerintah dalam menyikapi kondisi banyak anak-anak atau murid SMA melakukan aksi massa hingga beberapa diantaranya ditangkap kemudian dibebaskan, yaitu pendidikan politik yang sudah seharusnya diberikan di lingkungan sekolah.

"Pendidikan politik harus masuk  ke sekolah-sekolah, mereka harus sudah diberikan pendidikan politik yang baik. Misalnya kapan sih mereka itu bisa melakukan aksi protes? Kenapa? Tujuannya apa? Kenapa melakukan aksi protes? Ada saluran-saluran politik lain yang bisa digunakan untuk menyalurkan aspirasi kan," kata Ari.

"Itu saya kira menjadi satu kebutuhan ya dalam kurikulum ataupun ekstrakurikuler di sekolah-sekolah itu untuk melakukan pendidikan politik terhadap anak-anak pelajar," sambungnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us

Latest News Jawa Barat

See More

Bedol Desa, ASN Pemkab Purwakarta Ditarik Dedi Mulyadi ke Pemprov Jabar

05 Sep 2025, 19:36 WIBNews