Cara Mengantisipasi Pelecehan di Area Kampus: Terapkan Batasan Pribadi

Bandung, IDN Times - Pelecehan seksual saat ini makin marak terjadi dengan beragam cara baik secara langsung maupun melalui dunia maya. Kejadian ini bahkan kerap terjadi di lingkungan pendidikan seperti tempat perkuliahan.
Untuk mengantisipasi pelecehan menimpa seseorang, ada beberapa cara yang bisa dilakukan salah satunya dengan menetapkan batasan pribadi untuk mencegah pelecehan tersebut dengan harapan meningkatkan perhatian terhadap keselamatan dan kenyamanan di lingkungan kampus.
"Pelecehan seksual kerap menjadi isu yang disalahpahami atau bahkan diremehkan oleh masyarakat, padahal dampaknya dapat sangat merugikan, baik secara fisik maupun mental," kata psikolg dari bimbingan konseling (BK) Insititut Teknologi Bandung (ITB), Dra. Isriana, melalui kanal itb.co.id dikutip IDN Times, Selasa (3/12/2024).
1. Batasan itu harus dihormati setiap orang

Dia menyebut, salah satu kunci utama dalam mencegahnya adalah dengan memahami dan menetapkan boundaries atau batasan pribadi. Batasan ini, menurutnya, sangat penting untuk dipahami dan dihormati oleh setiap individu agar dapat melindungi diri dari perilaku yang tidak diinginkan.
Pelecehan seksual, ujarnya, merupakan segala bentuk tindakan seksual yang terjadi tanpa persetujuan atau consent dari pihak lain. Tindakan ini dapat berupa perilaku fisik maupun verbal yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, takut, atau merasa terhina.
Menurutnya, salah satu bentuk tindakan tersebut yang paling umum namun sering diabaikan adalah pelecehan verbal, seperti komentar bernuansa seksual atau lirikan yang tidak pantas. Meski tindakan tersebut tampak sepele bagi sejumlah orang, namun bagi korban, efeknya dapat sangat mengganggu dan menciptakan rasa takut serta ketidaknyamanan yang berkepanjangan.
“Contoh umum dari pelecehan verbal adalah cat calling, orang sering berkomentar atau membuat suara-suara seperti peluit atau suara ciuman yang ditujukan kepada seseorang di jalan. Meski bagi sebagian orang hal ini tampak sepele atau bahkan dianggap lucu, tapi bagi korban, terutama mereka yang memiliki pengalaman trauma, hal ini bisa sangat menyinggung dan menyakitkan," kata dia.
2. Terkadang ada pujian yang sebenarnya melecehan

Selain itu, pernyataan yang tampaknya pujian, seperti komentar tentang cara berpakaian atau gaya rambut seseorang, bisa dianggap sebagai pelecehan jika disampaikan dengan cara yang tidak pantas atau jika tujuan sebenarnya adalah untuk merendahkan orang tersebut.
Di sisi lain, harus ada persetujuan dalam interaksi seksual. Persetujuan harus selalu menjadi dasar dalam setiap hubungan interpersonal, baik hubungan romantis maupun hubungan lainnya.
Tidak ada satu pihak pun yang boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain tanpa persetujuan yang jelas. Maka, penting bagi individu untuk mengetahui kapan harus mengatakan ‘ya’ dan kapan harus mengatakan ‘tidak’ dalam situasi apapun yang melibatkan aktivitas fisik atau emosional.
"Dengan memiliki semacam kompas pribadi yang jelas, individu dapat mengurangi risiko terjebak dalam situasi yang berpotensi merugikan, serta menjaga kesehatan mental dan fisik," kata dia.
3. Memang tidak mudah kenali batasan diri

Isriana mengakui bahwa tidak selalu mudah bagi seseorang untuk mengenali batasan diri. Dalam beberapa kasus, korban pelecehan seksual merasa bingung atau ragu apakah tindakan yang dialaminya termasuk pelecehan atau tidak.
Contohnya, situasi ketika seseorang merasa tidak nyaman dengan komentar atau sentuhan yang diberikan orang lain, tapi mereka tidak berani menyuarakan perasaan tersebut karena takut dianggap berlebihan. Dalam kondisi seperti ini, penting untuk mendengarkan intuisi dan mempercayai perasaan sendiri.
"Setiap individu didorong untuk lebih berani menetapkan dan mempertahankan batasan pribadi, serta untuk tidak ragu-ragu dalam menyuarakan ketidaknyamanan yang dirasakan," pungkasnya.