Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Bocah di Sukabumi Meninggal Dipenuhi Cacing, Pemprov Tegur Bupati!

IMG-20250820-WA0013.jpg
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Intinya sih...
  • Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberi teguran kepada Bupati Sukabumi Asep Japar setelah bocah tiga tahun meninggal dengan tubuh dipenuhi cacing gelang.
  • Gubernur Dedi Mulyadi meminta kepala daerah untuk proaktif terhadap kondisi masyarakat di lingkungannya dan memperbaiki sistem komunikasi di tingkat pemerintahan.
  • Kisah pilu Raya menunjukkan rapuhnya sistem perlindungan anak dan jaring pengaman sosial di Indonesia, serta kesulitan administrasi yang menghambat perawatan medisnya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberinya teguran terhadap Bupati Sukabumi Asep Japar setelah muncul peristiwa seorang bocah berusia tiga tahun bernama Raya  meninggal dunia dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing gelang.

Peristiwa ini pun bahkan terakam dalam video dan viral di media sosial. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memastikan, Pemerintah Provinsi sudah turut menyikapi hal tersebut dan telah memberikan teguran langsung terhadap bupati.

"Bupati kita tegur loh, kita tegur keras. Ini tidak boleh lagi seperti itu. Sukabumi itu kan problemnya banyak, infrastrukturnya buruk, kemudian sembilan ribu rumah yang terkena gempa belum terehabilitasi. Ini diperlukan kecekatan bupati untuk kerja keras, tidak bisa landai lagi," ujar Dedi di Sabuga ITB, Rabu (20/8/2025).

1. Pola komunikasi harus diperbaiki

IMG-20250820-WA0014.jpg
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Atas peristiwa tersebut, Dedi meminta kepala daerah turut pro aktif terhadap kondisi masyarakat di lingkungannya. Menurutnya, sistem komunikasi di tingkat pemerintah Desa hingga ke kecamatan dan bupati harus ada perbaikan.

"Saya minta untuk proaktif, bukan hanya gubernur yang proaktif. Ini kan gubernur telepon sana sini. Nanti saya bikin koordinator kepala desa tiap kecamatan kemudian ke bupati. Nah nanti masyarakat boleh lapor. Harus lapor ke kepala desanya," katanya.

Kondisi ini, dirasakannya juga terjadi karena masyarakat kurang mendapatkan perhatian dan masih bingung untuk melaporkan kondisi waega yang memerlukan bantuan langsung pemerintah. Sehingga, Dedi meminta pola komunikasinya harus diperbaiki.

"Kepala desanya nanti kan WA. Kan cepat lapor ke kecamatan-kecamatan, nanti lapor ke kabupaten, kabupatennya langsung akses ke saya, karena kalau saya langsung akses ke 5 ribu kepala desa, itu WA-nya nanti macam-macam, bukan yang berkepentingan," tuturnya.

2. Pemprov Jabar ambil alih penanganan

IMG-20250805-WA0036.jpg
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Lebih lanjut, Dedi menjelaskan, kondisi saat ini orang tua korban sudah di Rumah Sakit Welas Asih dan langsung ditangani Pemerintah Provinsi Jabar. Mengingat, kesehatannya mengalami gangguan kejiwaan dan TBC.

"Kita sedang tanganin dan kita juga ingin melakukan analisis, apa sih sebenarnya yang terjadi, dan kenapa sampai lolos tidak terperhatikan oleh lingkungan desa setempat, bidan setempat, Puskesmas setempat, dinas kesehatan, bupati," jelasnya.

Diketahui, kondisi Raya ini diungkap oleh akun media sosial lembaga sosial Rumah Teduh, mereka mengunggah rekaman CT scan dan  memperlihatkan bagaimana parasit menyerang organ dalam tubuhnya hingga membuatnya lemah tak berdaya.

Kisah pilu Raya bukan sekadar perkara medis, melainkan gambaran betapa rapuhnya sistem perlindungan anak dan jaring pengaman sosial di negeri ini. Lahir dari orangtua dengan keterbatasan mental, Raya tumbuh tanpa pengasuhan yang layak. Ia sering bermain di kolong rumah panggung yang kotor dan penuh kotoran ayam. Dari sanalah, penyakit perlahan masuk ke tubuh mungilnya.

3. Kepala desa klaim sudah banyak berikan bantuan

IMG-20250805-WA0032.jpg
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Pada 13 Juli 2025, Raya dievakuasi Rumah Teduh ke rumah sakit. Namun harapan untuk sembuh terhambat karena persoalan administrasi. Identitas tak jelas, BPJS tidak dimiliki, dan rumah sakit memberi tenggat tiga kali 24 jam untuk pengurusan dokumen. Sayangnya, hingga batas waktu berakhir, dokumen tak kunjung selesai.

Alhasil, perawatan berubah menjadi beban biaya mandiri. Dalam sembilan hari, tagihan rumah sakit membengkak hingga puluhan juta rupiah. Bagi keluarga miskin tanpa pegangan, angka itu mustahil ditanggung. Nyawa seorang anak pun seakan ditimbang dengan lembaran administrasi. Hingga akhirnya pada 22 Juli 2025, Raya menyerah dalam kondisi ringkih.

Identitas Raya baru terungkap setelah kematiannya. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Rizaludin alias Udin (32 tahun) dan Endah (38 tahun), warga Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi.

Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, membenarkan bahwa orangtua Raya mengalami gangguan mental sehingga pola asuh terhadap anak-anak mereka kurang terkontrol.

Ia menambahkan, pihak desa sebenarnya sudah berupaya membantu keluarga ini, termasuk melalui program gizi tambahan (PMT) dan renovasi rumah. Namun keterbatasan orangtua membuat pemantauan kesehatan Raya tidak berkelanjutan.

"Kami sudah maksimalkan, dari bantuan pangan sampai perbaikan rumah. Tapi memang keluarga ini sulit diatur. Pernah saat program vaksinasi COVID-19, mereka sampai kabur ke hutan selama tiga bulan," ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us