Pakar Politik Minta Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri Tak Menjabat Ganda

KontraS tak setuju dengan aturan tersebut

Bandung, IDN Times - Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 2024 menimbulkan polemik. Salah satunya kemungkinan adanya petinggi TNI-Polri dari pusat hingga ke daerah yang bakal dijadikan penjabat kepala daerah.

Sebagaimana diketahui, 272 kepala daerah bakal habis masa jabatannya jelang tahun 2024. Jumlah tersebut terdiri dari 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota. Dari angka itu, 101 kepala daerah akan lengser dari kursi kepemimpinannya tahun 2022 ini, dan sisanya di 2023.

Guru besar politik dan keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad), Muradi mengatakan, selama ini memang tidak ada aturan yang melarang TNI-Polri aktif menjabat menggantikan kepala daerah definitif. Walaupun masih ada yang mempertentangkan dengan dasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XX/2022 yang terbit pada 20 April 2022.

Setidaknya ada dua ketentuan dalam putusan ini. Pertama, anggota TNI dan Polri tidak boleh bekerja di institusi sipil, kecuali di 10 institusi kementerian dan lembaga yang sudah diatur di UU TNI.

Kedua, MK juga mengatur soal posisi penjabat kepala daerah dari TNI dan Polri. Syaratnya anggota tersebut sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama, boleh jadi penjabat kepala daerah.

"Dan itu masalahnya ada cela di hulu dari aturan legalitas yang ada selama ini. Pengertian soal klausul tentang selama diminta oleh instansi terkait dalam penegasan aturan tersebut juga membuat anggota tni-polri aktif dimungkinkan menjabat jabatan di luar yang 10 instansi yang diperbolehkan," kata Muradi, Minggu (29/5/2022).

1. Aturan dari MK tidak tegas menolak penjabat dari TNI-Polri

Pakar Politik Minta Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri Tak Menjabat GandaGubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi melantik 10 Penjabat Sementara (Pjs) Bupati/Walikota dan Penjabat (Pj) Bupati Pakpak Bharat di Pendopo Rumah Dinas Gubernur, Jalan Sudirman, Medan, Jumat (25/9/2020).(Humas Sumut)

Menurutnya, MK harus membaca lebih detail mengenai aturan yang ada, karena ketegasan dalam aturan itu tidak jelas. Harus ada sinkronisiasi dan revisi dengan penegasan lebih ketat atas sejumlah posisi di luar jabatan dari induk masing-masing yang mungkin diduduki anggota TNI-Polri.

Sebab, ketika klausul 'jika diminta instansi' tetap ada dalam aturan tersebut, maka ada ruang polemik yang berkelanjutan terkait dengan boleh atau tidaknya anggota TNI-Polri aktif menjadi penjabat kepala daerah.

"Catatan lainnya saya kira perlu ditegaskan bahwa jika ada anggota tni-polri aktif menjabat di 10 jabatan yang diperbolehkan, maka penting untuk ditegaskan dalam aturan yang lebih ketat untuk tidak menjabat ganda dalam waktu bersamaan baik sementara waktu maupun dalam waktu tertentu seperti pada kasus PJ kepala daerah," kata dia.

2. KontraS minta TNI-Polri tidak jadi penjabat kepala daerah

Pakar Politik Minta Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri Tak Menjabat GandaIlustrasi polisi. IDN Times/Arief Rahmat

Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Anandar, mendesak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, untuk membatalkan penempatan anggota TNI dan Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah sampai 2024. Sebab, hal ini dinilai bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang ada.

"Juga hanya akan membangkitkan kembali hantu dwifungsi TNI-POLRI sebagaimana terjadi pada era Orde Baru," ujar Rivanlee dalam konferensi pers virtual, Jumat (27/5/2022).

KontraS menilai penempatan pejabat sementara kepala daerah yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri berlangsung tertutup. Hal ini dinilai mengangkangi asas-asas umum pemerintahan yang baik seperti asas keterbukaan, profesionalitas, dan akuntabilitas.

"Atas dasar tersebut, kami menduga akan melahirkan potensi konflik kepentingan baik dalam proses penentuan, pengangkatan, sampai ketika mereka terpilih," ujar RIvanlee.

3. KontraS pertanyakan indikator pemilihan penjabat kepala daerah

Pakar Politik Minta Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri Tak Menjabat GandaMendagri Muhammad Tito Karnavian melantik 5 Penjabat kepala daerah dan 1 wakil bupati di Papua di Gedung Sasana Bhakti Praja Kantor Pusat Kemendagri, Jumat (27/5/2022). (Dok. Kemendagri).

Rivan mengaku belum menemukan indikator dan alat uji yang mendasari pemilihan orang-orang tertentu sebagai kepala daerah. Hal tersebut menjadi perhatian khusus karena akan ada 101 daerah (7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota) yang penjabatnya ditentukan oleh Kemendagri dan dilantik presiden.

"Hal ini jadi perhatian kami bahwa ketidakpatuhan pada persoalan administrasi baik asas pemerintahan yang baik atau etik menunjukkan bahwa pelantikan atau penentuan nama-nama untuk duduk di posisi pemimpin daerah tidak memperhatikan peraturan perundangan," ujarnya.

Diketahui, Tito Karnavian resmi melantik lima penjabat sementara untuk mengisi kekosongan kursi kepala daerah hingga 2024. Lima nama penjabat eselon I disebut-sebut sudah ditunjuk Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk mengisi posisi di lima provinsi.

Mereka adalah Komjen (Purn) Paulus Waterpauw yang akan menjabat sebagai pejabat di Papua Barat, Sekda Al Muktabar menjadi penjabat gubernur di Banten, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Jamaludin mengisi penjabat gubernur di Bangka Belitung.

Lalu, ada pula Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, yang mengisi posisi penjabat gubernur di Sulawesi Barat dan Staf Ahli bidang Budaya Sportivitas Menpora Hamka Hendra Noer yang mengisi posisi penjabat gubernur di Gorontalo.

Selain itu, Kemendagri juga telah melantik 25 Bupati/Wali Kota yang diwakili oleh gubernur masing-masing daerah. Sehingga totalnya ada 30 penjabat kepala daerah.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya