Banjir ROB Pantura Jabar Semakin Parah 10 Tahun ke Depan

Pantura Jabar saat ini sedang tidak baik-baik saja

Bandung, IDN Times – Permasalahan Banjir laut air pasang atau banjir rob kerap terjadi di sejumlah wilah di Jawa Barat (Jabar). Mulai dari wilayah perkotaan dan Pantai Utara (pantura) Jabar.

Beberapa faktor pemicu dari banjir tersebut tidak hanya terjadi karena abrasi yang memakan daratan. Faktor penurunan tanah turut menjadi bagian dalam terjadinya banjir ROB ini. Penanganan secara terukur perlu segera dilakukan sedini mungkin.

Peristiwa banjir ROB yang terjadi di wilayah pantura Jabar ini kerap terjadi dalam beberapa waktu lalu. Seperti pada 20 Mei 2022, banjir terjadi di Pantai Pondok Bali tepatnya di Desa Mayangan, Legonkulon, Kabupaten Subang. Ketika itu air masuk ke pemukiman warga.

Kemudian, ada juga peristiwa banjir rob di wilayah Karangsong, Indramayu, pada Senin (20/6/2022). Banjir itu turut merendam jalan dan puluhan rumah warga yang berada di pesisir pantai.

Dari deretan peristiwa itu, Kepala Laboratorium Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Heri Andreas mengatakan bahwa wilayah pantura Jabar harus segera diberikan penangan mitigasi yang terukur.

Artinya, penangan harus dikerjakan berdasakan diagnosa atau gejala-gejala pemicu dari bencana banjir rob itu sendiri. Menurutnya, selama ini masih banyak yang belum memahami bahwa manajemen risiko bencana itu harus disesuaikan dengan penyebabnya.

“Nah, di pesisir Jawa Barat ini dua-duanya ada. Inudasinya (genangan air) ada, abrasinya ada. Kalau kita bicara misalnya pesisir Karawang, kan disitu faktor abrasinya lumayan. Cirinya itu dia ada gerusan memanjang, itu abrasi. Karena, kalau arus sama dari gelombang, dari ombak, ini nanti ada gerusan memanjang, kalau inudasi, dia itu ada genangan yang mengikuti kontur tanah,” ujar Heri saat dihubungi, Kamis (4/8/2022).

1. Wilayah Subang dan Bekasi kerap mengalami banjir rob

Banjir ROB Pantura Jabar Semakin Parah 10 Tahun ke DepanIlustrasi banjir rob (ANTARA FOTO/Aji Styawan)

Kemudian, dua faktor yang memicu terjadinya banjir rob itu ditemukan juga di wilayah Kabupaten Bekasi, terpatnya di Muara Gembong. Heri menjelaskan, wilayah itu memiliki kondisi yang sudah terdampak abrasi dan inundasi. Hal itu juga sama dengan kasus yang terjadi di Pondok Bali, Subang.

“Kalau kita lihat Muara Gembong dari citra saletit terjadi di sana itu tidak sekedar abrasi tetapi di situ faktor inudasinya sangat kelihatan karena banjir itu atau genangan itu mengikuti pola topografi. Kemudian, misalnya berbicara di Mayangan-Pondok Bali di Pamanukan Utara, itu juga inundasi,” ungkapnya.

Selain itu, Heri menjelaskan, dampak banjir rob di Pantura Jabar saat ini sudah diarasakan masyarakat secara nyata. Di Muara Gembong sudah ada beberapa desa yang hilang, begitu pula yang terjadi di daerah Mayangan di mana ratusan hektare tanah terendam. Semua fenomena itu harus segera ditangani dengan serius dan manajemen yang terukur.

“Itu sudah sangat jelas, dampak luar biasa, ada beberapa desa di Muara Gembong jadi laut. Bentar lagi ada beberapa sekolah jadi laut, saya lihat di Eretan ada makam jadi laut. Itu dampak sangat jelas dari banjir rob akibat penurunan tanah dan abrasi. Kalau sudah kena banjir ada dampak ke kesehatan dan ekonomi,” katanya.

2. Persoalan di wilayah pesisir sangat kompleks

Banjir ROB Pantura Jabar Semakin Parah 10 Tahun ke DepanIlustrasi banjir (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Heri melanjutkan, masalah yang terjadi di wilayah pesisir sangat kompleks. Menurutnya, banyak masyarakat dan pemangku kepentingan yang belum menyadari akan penanganan mitigasi dari dampak bencana rob itu sendiri.

Belum lagi, saat ini pemerintah menurutnya masih belum mengerti secara benar faktor yang membuat terjadinya bencan banjir rob, di mana hal itu akan menjadi kesalahan dalam penanganannya.

“Saya proyeksikan 10 tahun lagi akan makin bermasalah Pantura Jabar, 10 tahun lagi bajir rob akan seperti sekarang di Pekalongan, bahkan mengalahkan Jakarta. Itu akan kalah sama Jabar,” ucapnya.

Heri kemudian memaparkan data dari penurunan air tanah di Pantura Jabar yang dimilikinya. Penurunan tanah di wilayah Pondok Bali, Subang ada di angka 1-10 centimeter per tahun.

Pesisir wilayah Kabupaten dan Kota Cirebon mencapai 1-3 centimeter per tahun. Pesisir wilayah Kabupaten Bekasi ada di 1-5 centimeter per tahun. Meski begitu, angka penurunan tanah di Jabar sendiri masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan wilayah pesisir lainnya di pulau jawa.

Di Jawa Tengah misalnya, penurunan tanah di Semarang mencapai 1-20 centimeter, Pekalongan juga ada di angka yang sama. Dengan begitu, Heri mengatakan, upaya mitigasi ini harus diperhatikan oleh pemerintah daerah. Penelitian juga harus mulai dilakukan secara menyeluruh.

“Sudah ada yang tenggelam sebenarnya, cuma saya belum tahu. Pemerintah Jabar ini juga masih belum peduli. Mungkin harus tunggu parah dulu, Jabar masih merasa aman. Sebenarnya kepedulian dari sekarang ditingkatkan, jangan nunggu parah. Biasanya gitu, sudah parah langsung (ditangani). Jadi ternyata kita sakit, Jabar tidak sedang baik-baik saja,” kata dia.

3. Mitigasi banjir rob harus sesuai, jangan asal-asalan

Banjir ROB Pantura Jabar Semakin Parah 10 Tahun ke DepanIlustrasi rob. ANTARA FOTO/Amirullah

Sejumlah penangan yang saat ini bisa dilakukan untuk mengurangi terjadinya penurunan tanah, mitigasi abrasi dan potensi banjir rob yaitu dengan meluncurkan kebijakan pengelolan air tanah yang tegas agar meminimalisir eksploitasi air.

Selain itu, adanya kebijakan yang mengatur eksploitasi minyak dan gas. Di sisi lain, pemerintah daerah harus tepat sasaran dan tidak hanya seremonial dalam memberikan solusi.

“Kemudian ada salah hipotesis, apa yang terjadi itu inundasi, tapi dihipotesiskan abrasi. Misal di Jabar kita adakan program untuk kurangi abrasi Muara Gembong kita tanam mangrove. Wanadri kerja sama dengan KLHK, kemudian dengan Pemda Jabar di Mayangan. Hipotesis aja sudah salah, sehingga nanti obat itu tidak mujarab,” katanya.

4. Dampak banjir rob akan menyulitkan masyarakat

Banjir ROB Pantura Jabar Semakin Parah 10 Tahun ke DepanIlustrasi - Warga melintasi banjir air rob di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (5/6/2020) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Meiki W. Paendong mengatakan, pengelolaan mitigasi banjir rob harus segera dilakukan. Sebab, hal itu dapat membuat kerusakan ekosistem yang ada di wilayah pesisir pantai, baik itu ekosistem manusia itu sendiri dan ekosistem mahluk hidup lainnya.

“Kerusakan ekosistem kemudian berdampak pada menurunya sosial masyarakat, abrasi akan membuat daratan yang berdekatan dengan laut akan hilang perlahan tergenang karena diterpa gelombang air laut. Ini kan juga akan berdampak pada kehidupan warga,” ujar Meiki.

Dampak banjir rob juga akan membuat masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai merasa tidak tenang karena memiliki ketakutan bahwa temapat tinggalnya akan terendam dan hanyut terbawa air.

“Kebutuhan dasar bagi manusia melakukan kegiatan, artinya pengaruhi aktivitas mereka, produktivitas menurun, kenyamanan terganggu karena sewaktu-waktu khawatir rumah terbawa, terhempas gelombang tinggi,” ungkapnya.

Selain itu, Meiki menjelaskan, dampak abrasi di wilayah Pantura Jabar sudah nyata adanya. Sejumlah masyarakat di wilayah pesisir Indramayu, kata dia, ada yang sudah kehilangan lahan produktifnya.

“Dampak abrasi juga menghilangkan wiayah produktif, artinya ada kawasan budidaya di Indramayu. Itu kawasan prduktif untuk budidaya ada persawahan, perlahan hilang, dan tergerus abrasi,” kata dia.

Baca Juga: Jaga Lingkungan di Jabar, PT MUJ ONWJ Siap Tanam Ribuan Bibit Mangrove

Baca Juga: Rehabilitasi Mangrove di 9 Provinsi Jadi Fokus BRGM

Topik:

  • Galih Persiana
  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya