Kinerja Perbankan Jabar Masih Positif, tapi Belum Optimal

- Laju pertumbuhan belum optimal
- Kinerja perbankan Jawa Barat masih di bawah rata-rata nasional, dengan pangsa pasar 12,34% terhadap total kredit nasional.
- Penyaluran kredit terbesar kepada Rumah Tangga dan Industri Pengolahan, namun terjadi perlambatan pada sektor perdagangan besar dan eceran transportasi.
- KUR Mikro dominasi penyaluran kredit
- Jawa Barat menempati posisi kedua penerima Kredit UMKM terbesar setelah Jawa Timur, dengan jumlah rekening UMKM yang turun 8,22% yoy.
- KUR Mikro mendominasi dengan porsi 64,90% dari total outstanding
Bandung, IDN Times - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Barat memastikan bahwa kinerja industri perbankan di Provinsi Jawa Barat hingga posisi Oktober 2025 tetap stabil dengan pertumbuhan positif. Ketahanan ini ditopang oleh fungsi intermediasi yang berjalan optimal dan kondisi likuiditas yang memadai.
Kepala OJK Provinsi Jawa Barat Darwisman menuturkan, sektor perbankan di Jawa Barat mencatat pertumbuhan tahunan atau year on year (yoy) positif per Oktober 2025, tercermin dari sejumlah indikator antara lain total aset meningkat 3,51 persen, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 5,58 persen, dan penyaluran kredit naik 4,02 persen.
Tingkat risiko kredit yang direfleksikan oleh rasio Non-Performing Loan (NPL) gross relatif terjaga dalam batas threshold dengan nilai 3,46 persen. Berikutnya, fungsi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 140,97 persen menunjukan bahwa porsi kredit yang disalurkan kepada masyarakat cukup besar.
"Berdasarkan data penyaluran kredit per lokasi proyek, total kredit bank umum di Jawa Barat mencapai Rp1.036 triliun, tumbuh 4,02 persen yoy," kata Darwisman, Minggu (7/12/2025).
1. Laju pertumbuhan belum optimal

Meski demikian, laju pertumbuhan ini masih di bawah pertumbuhan kredit nasional yang tercatat 7,32 persen yoy, serta lebih rendah dibandingkan beberapa provinsi lain seperti Sumatera Utara (11,64 persen yoy), DKI Jakarta (10,64 persen yoy), dan Banten (5,30 persen yoy). Secara nasional, Jawa Barat tetap menempati posisi kedua terbesar dalam penyaluran kredit setelah DKI Jakarta, dengan pangsa pasar 12,34 persen terhadap total kredit nasional.
Dari sisi sektor ekonomi, penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek (non-bank) terbesar tersalurkan kepada Rumah Tangga sebesar Rp434,61 Triliun (tumbuh 6,16 persen yoy) dan Industri Pengolahan sebesar Rp166,03 Triliun (tumbuh 11,41 persen yoy).
"Perlambatan penyaluran kredit disebabkan oleh penurunan kredit yang cukup signifikan pada sejumlah sektor, yaitu sektor perdagangan besar dan eceran transportasi, pergudangan dan komunikasi, dan sektor pertanian, kehutanan, serta perikanan," paparnya. Di sisi lain, sejumlah sektor tetap menunjukkan ekspansi dengan profil risiko yang relatif terkendali.
2. KUR Mikro dominasi penyaluran kredit

Secara nasional, penyaluran Kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek per Oktober 2025 mencapai Rp1.498,74 triliun. Di Jawa Barat, total penyaluran Kredit UMKM mencapai Rp186,93 triliun atau 12,47 persen dari total nasional. Jawa Barat menempati posisi kedua penerima Kredit UMKM terbesar setelah Jawa Timur (Rp225,47 triliun). Jumlah rekening UMKM di Jawa Barat tercatat sebanyak 3.472.550, turun 331.037 rekening atau 8,22 persen yoy dibandingkan Oktober 2024.
Untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga September 2025 sebanyak 428.495 pelaku usaha di Jawa Barat telah memanfaatkan pembiayaan KUR dengan total penyaluran Rp23,27 triliun dan outstanding sebesar Rp20,03 triliun.
"Berdasarkan skema pembiayaan, KUR Mikro mendominasi dengan porsi 64,90 persen dari total outstanding KUR Jawa Barat," kata dia.
3. Ekonomi Jawa Barat tumbuh baik

Prediksi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat 2025 menunjukkan optimisme, dengan target mencapai sekitar 5,5 persen hingga 5,3 persen akhir tahun, didorong investasi dan konsumsi, meskipun ada perlambatan di Triwulan III-2025 (5,20% y-o-y) dibandingkan Triwulan II (5,23% y-o-y).
Bank Indonesia memproyeksikan kisaran 4,5 persen-5,3 persen. Sementara BPS Jabar menekankan perlunya pertumbuhan kuat di Triwulan IV (sekitar 6,5-6,6%) untuk mengejar target 5,5 persen. Tantangan global dan kebijakan AS-Tiongkok menjadi perhatian, namun kebijakan lokal seperti infrastruktur dan iklim investasi tetap menjadi faktor pendukung.

















