Jumlah Investor Tumbuh, Tapi Transaksi Saham Ciayumajakuning Lesu Parah

- Jumlah investor pasar modal di Ciayumajakuning naik 2,44% ytd, mencapai 317.710 SID.
- Transaksi saham turun 29,89% karena pergeseran preferensi investasi dan ketidakpastian pasar.
- Layanan digital dan edukasi keuangan menjadi kunci pertumbuhan jumlah investor untuk meningkatkan literasi pasar modal.
Cirebon, IDN Times - Kinerja pasar modal di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) menunjukkan tren yang menarik per kuartal I 2025. Di satu sisi, jumlah investor mengalami peningkatan, namun di sisi lain nilai transaksi saham justru menurun tajam.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai dinamika ini mencerminkan pergeseran pola investasi masyarakat yang kian selektif dalam mengelola portofolio keuangannya.
1. Jumlah investor terus bertambah

Berdasarkan data OJK, jumlah investor pasar modal di wilayah Ciayumajakuning mengalami pertumbuhan sebesar 2,44 persen secara year to date (ytd). Total Single investor identification (SID) kini mencapai 317.710 investor.
Kepala OJK Cirebon, Agus Muntholib menjelaskan, peningkatan ini mencerminkan makin tingginya partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan produk dan layanan pasar modal, terutama didorong oleh kemudahan akses digital yang kini lebih merata.
“Digitalisasi menjadi faktor penting dalam memperluas partisipasi masyarakat. Hari ini, membuka akun efek, membeli reksa dana, atau belajar investasi dapat dilakukan hanya dari ponsel,” ujar Agus, Kamis (19/6/2025).
Lebih lanjut, Agus menyebut, porsi SID dari Ciayumajakuning terhadap total investor pasar modal di Jawa Barat kini mencapai 10,63 persen. Angka ini dinilai cukup signifikan mengingat wilayah ini bukan pusat keuangan nasional, tetapi justru menunjukkan geliat ekonomi daerah yang semakin dinamis.
2. Transaksi saham turun 29,89 persen

Meski terjadi kenaikan jumlah investor, OJK mencatat total transaksi saham justru mengalami kontraksi cukup tajam. Nilai akumulasi transaksi saham tercatat sebesar Rp1,27 triliun, turun 29,89 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Agus Muntholib menduga penurunan ini dipengaruhi oleh adanya pergeseran preferensi investasi masyarakat. Banyak investor ritel mulai melirik instrumen investasi lain yang dinilai lebih stabil, seperti reksa dana pendapatan tetap, obligasi negara, hingga surat berharga syariah.
“Tren ini mengindikasikan adanya perubahan perilaku dari investor, terutama kalangan pemula. Mereka kini lebih berhati-hati dan memilih instrumen yang sesuai dengan profil risiko masing-masing,” ungkap Agus.
Ia juga menambahkan, kondisi makroekonomi global dan nasional turut memengaruhi keputusan investasi. Ketidakpastian pasar, fluktuasi nilai tukar, hingga arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia menjadi pertimbangan yang membuat investor ragu untuk melakukan transaksi di pasar saham secara aktif.
3. Digitalisasi dan edukasi jadi kunci

OJK Cirebon menyatakan, kemudahan layanan digital dan upaya edukasi keuangan turut berkontribusi terhadap pertumbuhan jumlah investor. Kerja sama dengan sekolah, perguruan tinggi, komunitas, dan lembaga keuangan menjadi strategi utama dalam mendorong literasi dan inklusi pasar modal.
“Semakin banyak masyarakat yang paham soal risiko dan manfaat berinvestasi. Kami terus dorong edukasi agar peningkatan jumlah investor diikuti dengan peningkatan kualitas pemahaman mereka terhadap produk keuangan,” ujar Agus.
OJK secara rutin menggelar kegiatan seperti sekolah pasar modal, sosialisasi investasi syariah, serta diskusi interaktif tentang perlindungan konsumen. Melalui pendekatan edukatif ini, diharapkan masyarakat tidak hanya tergiur iming-iming keuntungan, tetapi memahami karakteristik dan risiko tiap instrumen.
“Jangan hanya ikut tren, tapi pahami juga instrumen yang dipilih. Jangan sampai tergoda investasi bodong yang justru merugikan,” kata Agus.
Dengan angka SID yang terus meningkat, OJK melihat Ciayumajakuning memiliki potensi besar menjadi basis investor ritel di Jawa Barat.
Wilayah ini memiliki jumlah penduduk produktif yang besar dan aktivitas ekonomi yang semakin tumbuh, mulai dari industri, perdagangan, hingga sektor kreatif. Agus mengimbau agar seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan sektor swasta, ikut mendorong pembangunan infrastruktur keuangan di daerah.
Hal ini dapat dilakukan dengan membuka lebih banyak galeri investasi, mempermudah akses layanan keuangan, serta menciptakan iklim investasi yang aman dan inklusif.
“Kalau masyarakat sudah melek investasi, maka pertumbuhan ekonomi daerah akan ikut terdorong. Uang tidak hanya ditabung, tapi juga diputar untuk mendukung pertumbuhan,” tuturnya.