Pertumbuhan Ekonomi Jabar Triwulan III Minus 4,08 Persen

Berbagai hal negatif akan melanda kondisi sosial 

Bandung, IDN Times - Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan resesi pada triwulan III 2020. Kondisi perekonomian itu sesuai dengan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 3,49 persen di triwulan III 2020. Indonesia pun menyusul beberapa negara lain seperti Amerika Serikat dan Singapura.

Lantas bagaimana pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat? Berdasarkan data BPS Jawa Barat (Jabar), ekonomi Jabar pada triwulan III-2020 terhadap triwulan III-2019 mengalami kontraksi sebesar 4,08 persen (y-on-y), menurun dibanding capaian triwulan III-2019 besarnya 5,15 persen.

"Dari sisi produksi, pertumbuhan terendah adalah lapangan usaha jasa perusahaan sebesar minus 18,93 persen. Adapun dari sisi pengeluaran komponen perubahan inventori mengalami pertumbuhan terendah yaitu minus 126,45 persen," kata Kepala BPS Jabar Dyah Anugrah dalam konferensi pers, Kamis (5/11/2020).

Perekonomian Jawa Barat berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku triwulan III-2020 mencapai Rp522,49 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai
Rp364,75 triliun.

1. Ekonomi Jabar triwulan III lebih baik dibandingkan triwulan II

Pertumbuhan Ekonomi Jabar Triwulan III Minus 4,08 PersenIlustrasi Resesi (IDN Times/Arief Rahmat)

Ekonomi Jabar triwulan III-2020 terhadap triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 3,37 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha jasa perusahaan sebesar 46,71 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen ekspor barang dan jasa sebesar 11,90 persen.

"Sekarang sudah mulai banyak orang yang melakukan aktivitas di mana sebelumnya pada triwulan II mayoritas berdiam di rumah, pada kuartal III ini mulai banyak yang melakukan aktivitas seperti kemarin saat libur panjang," ujar Dyah.

Meski demikian, secara kumulatif ekonomi Jabar triwulan III-2020 (c-to-c) terkontraksi 2,52 persen. Sumber laju pertumbuhan (Source of Growth, SOG) secara (y-o-y) dari sisi lapangan usaha, dengan andil negatif terbesar adalah lapangan usaha industri pengolahan yaitu minus 2,95 persen. Adapun dari sisi pengeluaran, andil negatif terbesar terhadap pertumbuhan adalah komponen perubahan inventori minus 3,60 persen.

2. Resesi yang melanda Indonesia bisa mengakibatkan gelombang PHK massal

Pertumbuhan Ekonomi Jabar Triwulan III Minus 4,08 Persenfreepik.com/kues1

Terpisah, Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan bila resesi ekonomi melanda Indonesia, bakal terjadi gelombang PHK besar-besaran. Hal itu bakal berimbas pada peningkatan pengangguran, penurunan pendapatan masyarakat. 

"Artinya daya beli tertekan. Padahal kebutuhan di tengah situasi krisis kan terus ada. Bayar listrik, air, biaya anak sekolah, sewa rumah dan cicilan motor jalan terus," paparnya.

3. Masyarakat kencangkan ikat pinggang, harga barang melambung

Pertumbuhan Ekonomi Jabar Triwulan III Minus 4,08 PersenAktivitas pasar ikan tradisional Peunayong ditengah pandemi COVID-19, di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (3/10 2020). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Dampak lain adalah pelemahan nilai tukar bisa sebabkan harga barang naik tinggi khususnya yang impor. Dia pun menyarankan masyarakat mengencangkan ikat pinggang sementara waktu di tengah pandemik COVID-19 ini.

Di sisi lain, masyarakat juga perlu mempersiapkan dana darurat untuk kebutuhan penting. "Tidak memboroskan belanja untuk gaya hidup. Jadi kebutuhan esensial aja yang prioritas yaitu pangan dan kesehatan," ucapnya.

Dari sisi pemerintah, Bhima menyarankan agar stimulus ekonomi ditingkatkan dan dibarengi oleh penyaluran yang cepat. "Kemudian bentuk stimulus yang extraordinary. Ini kan masa WFH, jadi ada perubahan perilaku masyarakat," imbuhya.

"Kalau UMKM diberi subsidi internet gratis akan menolong sekali. Bisa lebih banyak masyarakat yang beli produk UMKM di e-commerce," jelas dia.

4. Kemiskinan hingga melambungnya tingkat kriminalitas

Pertumbuhan Ekonomi Jabar Triwulan III Minus 4,08 PersenIlustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Dampak dari pendapatan berkurang atau pekerjaan yang hilang ialah bertambahnya angka kemiskinan. Menurut Bhima, butuh waktu untuk menyerap kembali masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Bahkan, tingkat pengangguran yang tinggi berpotensi menciptakan kriminalitas.

Senada dengan Bhima, Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan bahwa umumnya resesi ekonomi di suatu negara akan berdampak pada kemiskinan dan pengangguran. Hal itu terjadi lantaran banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan.

"Sekarang ini Singapura itu resesi, dia karena sudah 6 bulan kontraksi ekonominya. Pertanyaannya apakah akan berkepanjangan? Ya iya karena penyebab resesi itu wabah COVID-19, sementara belum diketahui kapan akan berakhir," ucapnya.

"Kemudian apakah resesi ini akan berdampak pada sosial masyarakat Singapura? Ya iya. karena penurunan income dan sebagainya, jumlah pengangguran meningkat, jumlah kemiskinan meningkat, ya itu," imbuh dia.

Baca Juga: Indonesia Resmi Resesi, Apa Dampaknya bagi Kita?

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya