Takut Kena Royalti, Tempat Wisata di Lembang Pilih Putar Jingle

- Tempat wisata di Lembang pilih putar jingle musik sendiri untuk menghindari royalti yang dikenakan pada musik dari platform berbayar.
- Tempat wisata Grafika Cikole memutar lagu-lagu dari musisi yang menggratiskan lagu-lagunya hingga jingle sendiri sebagai solusi.
- Ketua DPD PHRI Jabar menyarankan agar seluruh hotel dan restoran di Jawa Barat tidak memutar musik terlebih dahulu menyikapi masalah royalti musik yang tengah bergejolak.
Bandung, IDN Times - Persoalan royalti musik yang dikenakan terhadap hotel, restoran, dan cafe berbuntut panjang. Sejumlah tempat pariwisata di Jawa Barat memilih untuk mengakali isu tersebut dengan memutar musik dari band yang menggratiskan lagu-lagunya hingga jingle sendiri.
Salah satunya, tempat wisata alam yang memiliki penginapan dan restoran di Kabupaten Bandung Barat (KBB), Terminal Wisata Grafika Cikole (TWGC) Lembang. Mereka merasa memutar jingle musik sendiri merupakan langkah yang aman dan bijak.
"Karena sekarang informasi yang kami terima, sekalipun kami memutar lagu dari platform berbayar dan instrumen di tempat umum tetap bisa dikenai royalti. Jadi kami berpikir daripada ribet, mending cari cara aman," kata General Manager TWGC, Sapto Wahyudi, Sabtu (16/8/2025).
1. Lebih pilih putar jingle sendiri

Pada dasarnya, untuk memutar musik di tempat wisata Grafika Cikole bukan lah hal yang diutamakan. Karena, objek wisata ini berbasis alam, meski tetap memerlukan musuik di area makan dan titik-titik berkumpul pengunjung.
Sebagai solusi, Grafika memilih untuk memutar lagu-lagu dari musisi yang secara terbuka telah mengumumkan bahwa karyanya dapat diputar secara bebas tanpa perlu membayar royalti. Seperti musisi Charly Van Houten dan Lesti Kejora, hingga Roma Irama.
"Dan untungnya kami punya jingle sendiri, sekarang malah mulai dikenal pengunjung. Jadi bisa jadi sarana promosi juga," kata Sapto.
2. Keberatan disamakan dengan kafe dan restoran

Grafika Cikole Lembang, menurutnya, tidak anti terhadap kebijakan royalti dan tetap mendukung perlindungan hak cipta musisi. Namun, menurutnya perlu ada pembedaan antara penggunaan musik untuk kepentingan komersial seperti konser dan sekadar pemutaran musik sebagai latar suasana.
"Kalau di tempat wisata seperti kami disamakan dengan panggung hiburan atau kafe musik, ya keberatan. Karena konteksnya beda. Kami ini wisata alam," ujarnya.
Sapto menegaskan jika royalti diterapkan secara kaku di tempat seperti TWGC, hal itu bisa mengganggu kenyamanan pengunjung.
"Bayangkan kalau orang datang buat relaksasi, malah kami tagih biaya tambahan karena dengar musik. Bukan relaksasi, malah stres nanti," kata dia.
3. PHRI Jabar minta hotel dan restoran jangan putar musik

Sebelumnya, Ketua DPD PHRI Jabar, Dodi Ahmad menyarankan agar seluruh hotel dan restoran di Jawa Barat tidak memutar musik terlebih dahulu. Hal ini menyikapi masalah royalti musik yang belakangan ini tengah bergejolak dan mulai menyasar hotel serta restoran.
Ketua DPD PHRI Jabar Dodi Ahmad mengatakan, hampir seluruh anggotanya takut untuk memutar musik karena royalti. Oleh karena itu, ia meminta agar pengusaha hotel menghentikan sementara memutar musik.
"Iya diam saja dulu, kalau sudah ada kepastian, harganya sudah disetujui misalnya baru kami berbayar tentu dengan harga yang murah ya," kata Dodi saat dihubungi, Kamis (14/8/2025).
Menurutnya ada hotel maupun restoran yang tetap memutar musik karena telah memiliki lisensi dari Lembaga Manajemen Koletif Nasional (LMKN) perihal tarif royalti.
"Kalau hotel yang sudah punya lisensi mah tetap dia putar dan bayar lisensi. Tapi kalau yang belum punya lisensi lebih baik jangan putar musik, diam dulu aaja sambil menunggu perkembangan yang ada," katanya.
Masalah pembayaran memutar musik ini jadi polemik di tengah masyarakat setelah adanya kasus royalti Rp2 miliar yang dialamatkan pada waralaba Mie Gacoan. Restoran tersebut harus membayar royalti tersebut ke Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI).
Belum lagi, saat ini muncul kisruh terkait royalti penyanyi Ari Lasso dengan organisasi nirlaba Wahana Musik Indonesia (WAMI) soal hak yang dijanjikan tidak sesuai dengan yang didapatkan mantan vokalis Dewa 19 itu. Akhirnya, Menteri Hukum (Menkum) RI Supratman Andi Agtas menyarangkan organisasi tersebut diaudit.