Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Regenerasi Dalang Pewayangan di Padepokan Giri Harja Tak Pernah Surut

IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Wayang merupakan kebudayaan Indonesia yang dapat dinikmati masyarakat. Pementasan wayang pun kerap dilakukan di berbagai tempat dalam banyak kegiatan.

Salah satu peran penting dalam pewayangan adalah kehadiran dalang. Mereka berperan dalam menampilkan kemampuan tontonan yang menarik bagi masyarakat yang hadir.

Di Jawa Barat, salah satu tempat bermukimnya para dalang kondang ada di Pandepokan Giri Harja, Kampung Jelekong, Kecematan Baleendah, Kabupaten Bandung. Tempat ini turun temurun melahirkan para pedalang cilik yang kemudian beranjak dewasa. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah dalang Asep Sunandar Sunarya.

Saat ini Padepokan Giri Harja telah diteruskan oleh beberapa anaknya serta keturunan dari ayah hingga kakek Asep Sunarya. Salah satu pedalang yang masih eksis adalah Adhi Konthea Kosasih Sunarya. Dia merupakan bagian dari Lingkung Seni Putu Giriharja 2.

1. Menikmati pewayangan sejak kecil

Dalang Adhi Kosasih. IDN Times/Istimewa

Adhi menceritakan, lahir di kampung Jelekong membuatnya erat dengan kesenian sunda. Di Giri Harja sendiri, Adhi sejak kecil kerap dibawa ayah atau kakeknya mentas pewayangan.

Tak jarang dia ikut begadang melihat pementasan wayang. Jika mengantuk, Adhi bahkan sering tidur di peti tempat wayang yang kosong.

"Otomatis karena darah dan lingkungan ada wayang, gamelan, dan lainnya, jadi tidak asing. Istilahnya bisa karena terbiasa," ujar Adhi saat berbincang dengan IDN Times, Rabu (2/11/2022).

Dari kecil hingga masuk sekolah dasar (SD), Adhi sebenarnya lebih condong menjadi penyanyi tembang Sunda. Namun takdir berkata lain, ketika umur 9 tahun, dia diminta dadakan berlatih untuk menggantikan pamannya yang mundur untuk perlombaan dalang cilik.

Sang kakek kemudian mengajarinya setiap waktu selama empat hari mengenai pewayangan. Tak dia sangka, dalam perlombaan yang diselengarkan di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung pada 1996 itu ia mencuri perhatian.

"Sampai sekarang deh keterusan jadi dalang dan coba mengajarkannya juga ke anak-anak yang ada di Giri Harja," ujar Adhi.

2. Tak pernah kehabisan dalang cilik

IDN Times/Istimewa

Giri Harja, lanjut Adhi, tak pernah kehabisan dalang cilik. Saat ini dalang yang aktif saja mencapai 25 orang. Dari sana mereka kerap memberikan pengajaran atau semacam les pada anak-anak. Meski tidak semuanya bisa menjadi dalang cilik, tapi ada saja anak yang mampu maju dan tampil di muka umum.

Menurutnya pria 35 tahun ini, melahirkan dalang cilik di Giri Harja memang tidak sulit. Yang jadi persoalan adalah eksistensi mereka apakah bisa dijaga hingga beranjak dewasa. Karena ada saja dalang yang kemudian alih profesi atau justru tidak eksis sama sekali.

"Kita sendiri sebagai dalang tidak pernah memaksa anak untuk jadi dalang. Kita membiarkan mereka untuk membuat wadah (ketertarikan pada pewayangan) besar atau tidak. Kalau memang ada potensinya akan diasah. Tapi kalau memang dipaksa itu malah buang-buang waktu," kata Adhi.

Menurutnya, anak yang belajar menjadi dalang di Giri Harja bukan hanya dari kampung Jelekong atau sekitarnya saja. Banyak juga anak-anak atau orang dewasa dari luar Kabupaten Bandung yang sengaja belajar ke padepokan ini.

Bahkan ada dari mereka yang sengaja menginap di kampung ini untuk merasakan bagaimana pewayangan sudah menjadi budaya dan mendarah daging di setiap masyarakat.

3. Menjadi dalang sangat menyenangkan

Siswa jurusan seni pedalangan SMK Negeri 8 Solo mementaskan wayang secara estafet untuk memperingati Hari Wayang Dunia di sekolah setempat, di Solo, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Maulana Surya

Selama puluhan tahun menjadi dalang, Adhi merasa lebih banyak hal menyenangkan yang didapat dibandingkan duka. Lewat berbagai pementasan wayangnya, Adhi bisa berkeliling Indonesia bahkan ke luar negeri.

Tak hanya itu, dia pun sering diminta untuk tampil di berbagai acara internasional yang menghadirkan orang asing. Itu sangat menyenangkan karena bisa memperkenalkan kebudayaan Indonesia di mata dunia.

Hal yang paling menyedihkan adalah ketika ada penanggung jawab sebuah acara yang kabur dan tidak membayarnya. Selain itu, semua berjalan baik.

Pengalaman yang tidak dia duga yaitu saat harus tampil di berbagai tempat yang bukan semestinya. Mulai dari rumah sakit, kapal pesiar, hingga tampil di tempat kremasi.

"Yang di kremasi itu karena ada wasiat yang dari orang meninggal ingin ada wayang. Jadi saya di situ cuman bacakan biografi dan ikut berbelasungkawa lewat pewayangan," ungkap Adhi.

Meski sekarang banyak kebudayaan modern yang masuk ke Indonesia dan lebih mudah diakses masyarakat, Adhi optimisitis kebudayaan wayang bakal tetap eksis selama para dalang bisa berinovasi dalam membuat cerita. Mereka harus kreatif dalam membawakan pewayangan sehigga anak muda pun tidak bosan saat berlama-lama duduk menyaksikan gelaran tersebut.

4. Hadirkan pewayangan dalam kegiatan agar kebudayaan ini tidak punah

wikimedia.org

Untuk menjaga eksistensi kebudayaan pewayangan tidak sirna tertelan zaman, Adhi berharap pemerintah bisa mengadakan berbagai kegiatan yang menghadirkan para dalang wayang. Sebab, pewayangan ini tidak mungkin bisa hidup tanpa keberadaan para dalang.

Karena banyaknya dalang di Giri Harja dan daerah lain, pemerintah daerah harus bisa mengundang secara adil sehingga mereka yang kurang eksis pun tetap bisa tampil. Cara itu diharap bisa menjaga kebudayaan wayang terus hidup di masyarakat.

"Jadi kalau ada acara itu bisa mengundang. Ajak dalang untuk tampil. Selama ini bantuan dari pemda juga ada termasuk pengadaan alat pewayangan," kata Adhi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
Debbie sutrisno
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us