Intip Tampilan Gapura Candi Gedung Sate Seharga Rp3,9 Miliar

- Pembangunan Gapura Candi di Gedung Sate menuai pro kontra dari DPRD Provinsi Jawa Barat.
- Gapura Candi yang hampir selesai dibangun menggunakan material batu bata dan menghabiskan anggaran sekitar Rp3,9 miliar dari APBD Perubahan 2025.
- Pengunjung seperti Zarah Salsabila Putri dan Nazwa Asyifa memuji penampilan baru Gedung Sate, namun Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar, Zaini Shofari, menilai pembangunan gapura tidak sesuai dengan efisiensi yang ditekankan Pemprov Jabar.
Bandung, IDN Times - Pembangunan Gapura Candi di pintu gerbang kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, menuai pro kontra. Secara konsep dan penganggaran pun, pembangunan gapura ini mendapat kritik dari DPRD Provinsi Jawa Barat.
Namun kini proses renovasi ini hampir selesai. Gapura Candi yang ada di pintu masuk area depan dan samping gedung pun sudah berdiri kokoh dengan cat warna putih. Berdasarkan pantauan IDN Times, tidak terlihat warna coklat tanah seperti gapura candi-candi pada umumnya.
Memang, material yang digunakan candi tersebut menggunakan material seperti batu bata. Secara jumlah, untuk di muka depan Gedung Sate ada delapan candi, dua di antara besar, dan dua lagi berukuran kecil dengan lokasi ada di kanan dan kiri.
1. Disambut positif pengunjung

Gapura itu pun turut ditambahkan dengan pagar hitam bergaya kolonial berada di bagian depan. Selain di bagian depan, gapura itu juga dibuat di semua area masuk kawasan Gedung Sate, meski saat ini ada yang masih dalam tahap pengerjaan.
Sejumlah pengunjung pun melihat langsung penampilan baru Gedung Sate ini, seperti Zarah Salsabila Putri, wisatawan asal Bogor yang mengatakan struktur gapura baru ini menyatu dengan bangunan gedung.
"Lagi liburan ke Bandung, main ke Gedung Sate lihat-lihat, ini baru pertama kali ke sini. Sudah tahu kalau ini baru direnovasi, tadi dikasih tahu teman. Tambah cantik, putih bersih bentuknya seperti candi, cocok sih," ucap Zarah ditemui IDN Times, Rabu (26/11/2025).
2. Disebut mempercantik area Gedung Sate

Senada dengan Zarah, pengunjung lainnya, Nazwa Asyifa juga memuji gapura Gedung Sate itu. Dia berkomentar, gapura yang di cat dengan warna putih ini sesuai dengan Gedung Sate saat ini. Warga asal Sulawesi ini juga memuji adanya bangunan candi di pintu gerbang tersebut.
"Lihat Gedung Sate cantik ini baru pertama kali. Melihatnya bagus sih, warnanya cocok, estetik," ungkap perempuan asal Sulawesi ini.
Pengerjaan renovasi gapura candi ini menghabiskan anggaran sekitar Rp3,9 miliar yang berasal dari APBD Perubahan 2025. Pemprov Jabar memastikan, pembangunan memang sudah direncanakan dan dikerjakan beberapa waktu kemarin.
"Kami sudah merencanakan revitalisasi area muka dan pagar beberapa item di lingkungan Gedung Sate di APBD Perubahan, dan salah satunya pembangunan gapura," kata Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Jawa Barat, Mas Adi Komar, belum lama ini.
3. Anggaran renovasi Gedung Sate termasuk gapura candi mencapai Rp3,9 miliar

Sementara, Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar, Zaini Shofari mengatakan, pembangunan candi itu tidak sesuai dengan efisiensi yang terus-terusan ditekankan Pemprov Jabar. Apalagi pembangunannya harus merogoh anggaran Rp3,9 miliar.
"Harga pagar Rp3,9 miliar itu tidak sebanding dengan kebutuhan Rp5,1 miliar untuk santri tidak mampu. Ini bisa dikomparasi," ujar Zaini, dikutip Senin (24/11/2025).
Zaini menilai, jika dibandingkan dengan alokasi beasiswa santri tidak mampu yang dipangkas menjadi Rp5,1 miliar, dari sekitar Rp150 miliar pada tahun-tahun sebelumnya. Maka alokasi anggaran untuk gapura candi ini tidak proporsional.
"Bandingkan, Rp3,9 miliar hanya selisih sekitar Rp1,2 miliar untuk beasiswa santri tidak mampu di Jawa Barat. Itu kan pemborosan kalau tidak ditempatkan dengan tepat. Masih banyak hal-hal yang perlu dibereskan, yang intinya, tidak terlalu urgensi. Masih banyak kebutuhan lain," katanya.
Gedung Sate yang dibangun tahun 1920 oleh arsitek Ir. J. Gerber, kata Zaini, merupakan perpaduan gaya Hindu, Islam, unsur Alhambra dari Granada, hingga pengaruh Art Deco yang kuat pada bangunan kolonial di Bandung.
Sehingga, kata Zaini, setiap penambahan elemen baru harus mengikuti pakem arsitektur utamanya. "Jangan asal comot. Tapi harus bernafaskan bangunan utamanya," ucapnya.



















