Pakar ITB Sebut Dampak Baik Pembangunan Giant Sea Wall

Bandung, IDN Times - Forum Guru Besar (FGB) ITB bersama dengan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB menggelar diskusi mengenai Giant Sea Wall. Proyek ini disebut bakal mengurangi banjir yang terjadi di Jakarta selama ini.
Dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Teknik Sumber Daya Air, Prof. Ir. Dantje Kardana Natakusumah menuturkan, saat ini teradapat National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang merupakan pembangunan sebuah tanggul raksasa di bagian utara dari Teluk Jakarta sebagai cara untuk melindungi ibu kota dari banjir.
Terdapat tiga komponen utama dalam proyek NCIC yaitu, pembangunan tanggul pantai dan tanggul sungai yang didanai oleh dana publik atau pemerintah, tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) dan Waduk Pantai.
Meski demikian, terdapat beberapa masalah dalam Desain Waduk Pantai NCICD, seperti pembangunan Giant Sea Wall tidak akan menghentikan banjir dari sungai, pendekatan pengendalian banjir yang tidak konvensional dan tidak teruji, beban hidrolik berlebihan pada waduk pantai, serta replikasi desain yang gagal di Danau Shihwa, Korea Selatan.
“Giant Sea Wall tidak dapat menghentikan banjir yang berasal dari sungai, kalau dari laut bisa," kata dia dikutip dari siaran pers ITB, Selasa (11/2/2025).
Selain itu, menurutnya desain Giant Sea Wall juga mengharuskan pengerukan sedimen secara berkala pada reservoir.
“Reservoir itu kalau sudah dibangun ya idealnya dibiarkan, karena biaya pengerukannya sangat tinggi," jelasnya.
1. Bisa jadi solusi permasalahan di Pantura

Sementara itu, dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Teknik Pantai, Prof. Ir. Andojo Wurjanto mengatakan, urgensi dibangunnya Giant Sea Wall atau Tanggul Lepas Pantai (TLP) yakni banyaknya tempat yang mengalami penurunan muka tanah seperti di Jakarta, Semarang, dan Pekalongan.
Dia pun mengenalkan konsep Waduk Pantai di mana terdapat konsep Water Treatment Plan (WTP) yang akan dibangun selaras dengan pembangunan Tanggul Pantai (TP).
“Integrasi waduk pantai (WP) ke TLP dipandang sebagai solusi atas permasalahan pesisir Pantura Jawa ruas tertentu, dimulai dari Jakarta. Maka kita tidak mengambil air tanah karena ke depannya akan ada waduk air tawar di pantai," ucapnya.
Selain itu, pelabuhan perikanan juga diintegrasikan sebagai wujud kehadiran negara terhadap kelompok nelayan.
“Kita selalu melihat bahwa kelompok nelayan menjadi kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Maka dari itu, desain kami selalu menyertakan pelabuhan perikanan sebagai wujud kehadiran negara terhadap kelompok nelayan,” tuturnya.
2. Harus ada pengelolaan air di waduk GWS

Dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Rekayasa Air dan Limbah Cair, Prof. Ir. Edwan Kardena menyebut kualitas air di waduk GSW tergantung dari daerah yang ada. Misalnya di Jakarta, kondisi kualitas air ini sudah kurang tercemar.
“Menggunakan indeks pencemaran air apapun, semua sungai di Jakarta itu klasifikasinya adalah tercemar. Trennya makin sini bukannya makin baik tetapi makin tercemar," katanya.
Beliau juga menjelaskan bahwa sistem pengelolaan limbah di Jakarta itu sangat ketinggalan dibandingkan dengan kota lain seperti Bandung atau Semarang, serta ibu kota negara lain di Asia Tenggara.
“Jakarta sangat ketinggalan dalam pengelolaan air limbah, makanya wajar jika dana yang diperlukan bisa sampai 130 T," ungkapnya.
3. Air limbah perkotaan harus bisa diolah untuk dipakai lagi

Beliau pun menjelaskan terkait mitigasi terhadap kemungkinan pengaruh kondisi kualitas lingkungan terutama dari aspek kualitas air permukaan. Terdapat dua metode pemulihan sungai yang tercemar, yakni mengendalikan effluent yang masuk ke dalam sungai dan membersihkan sungai dengan pengerukan sedimen, by pass purification, atau direct purification.
Menurutnya, proporsi air limbah yang sangat besar dapat menjadi potensi yang besar sebagai sumber air untuk daur ulang.
"Daur ulang air limbah akan lebih memungkinkan apabila pengelolaan air limbah sudah memperhatikan hal-hal seperti begin of pipe approach, memulai prinsip do not mixed dan do not collect, regulasi yang mendukung, pricing yang sehat, serta sosialisasi untuk mempengaruhi budaya masyarakat terutama persepsinya terhadap air daur ulang," paparnya.