Minim Sosialisasi, Pengecer Cirebon Tak Tahu Larangan Jual LPG 3 Kg

Cirebon, IDN Times - Sejumlah pemilik toko kelontong di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengaku belum mengetahui adanya larangan bagi warung atau pengecer untuk menjual gas LPG 3 kilogram (kg).
Kebijakan ini menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang selama ini mengandalkan usaha kecil sebagai tempat utama untuk membeli LPG 3 kg atau yang sering disebut "gas melon".
Berdasarkan pantauan di lapangan, banyak pengecer yang masih berjualan seperti biasa karena belum mendapat sosialisasi atau informasi resmi dari pemerintah terkait larangan ini. Mereka masih menerima pasokan gas dari agen dan tetap melayani pelanggan yang datang membeli.
1. Pengecer belum dapat informasi resmi

Asep (45 tahun), seorang pemilik toko kelontong di Kecamatan Sumber, mengungkapkan bahwa hingga Senin (3/2/2025) pagi, ia masih mendapatkan pasokan gas LPG 3 kg dari agen tanpa ada pemberitahuan mengenai pelarangan penjualan.
Menurutnya, ia dan banyak pengecer lainnya tidak mengetahui bahwa warung kecil tidak diperbolehkan lagi menjual LPG 3 kg secara eceran.
"Saya belum pernah mendapat informasi atau sosialisasi dari pihak terkait. Sampai sekarang saya masih bisa menjual gas melon seperti biasa, dan stoknya juga masih tersedia dari agen," ujar Asep, Senin (3/2/2025).
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan ini bagi pelanggan setianya, terutama ibu rumah tangga dan pelaku usaha kecil seperti pedagang makanan.
Menurutnya, jika penjualan di warung-warung kecil benar-benar dilarang tanpa solusi alternatif, banyak warga yang akan kesulitan mendapatkan LPG 3 kg.
"Mayoritas pelanggan saya adalah ibu-ibu dan pedagang kecil. Mereka lebih mudah membeli di warung karena lokasinya dekat. Kalau harus ke pangkalan, tentu lebih jauh dan menyulitkan," kata Asep.
Selain itu, ia menyoroti kemungkinan timbulnya antrean panjang di pangkalan LPG jika pengecer dilarang menjual. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat yang terbiasa mendapatkan gas dengan mudah di warung terdekat.
2. Masyarakat butuh sosialisasi lebih jelas

Meskipun pemerintah telah menetapkan kebijakan ini, masih banyak pengecer yang belum mendapatkan informasi resmi. Hal ini menyebabkan kebingungan di tingkat pengecer maupun masyarakat yang bergantung pada warung-warung kecil untuk mendapatkan LPG 3 kg.
Beberapa pengecer berharap ada sosialisasi lebih intensif agar mereka tidak kebingungan dan dapat beradaptasi dengan aturan baru ini. Mereka juga meminta solusi yang lebih jelas agar masyarakat tidak kesulitan mendapatkan gas melon, terutama di daerah jauh dari pangkalan resmi.
Kebijakan ini masih menjadi perbincangan di kalangan masyarakat dan pelaku usaha kecil. Ke depannya, pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi yang tidak hanya memastikan harga LPG 3 kg tetap terjangkau, tetapi juga memastikan akses distribusi yang tidak menyulitkan masyarakat.
"Pemerintah senang bikin susah masyarakat. Sebelumnya ada larangan, saya juga kadang-kadang susah dapat gas melon," kata Muan, pedagang di sekitar komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Cirebon.
3. Pengecer bisa beralih jadi pangkalan resmi

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memastikan mulai 1 Februari 2025, LPG 3 kg tidak boleh lagi dijual di warung atau pengecer. Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan agar masyarakat bisa mendapatkan LPG 3 kg dengan harga resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
"Kami ingin memastikan bahwa harga yang diterima oleh masyarakat sesuai dengan batasan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, kami menata kembali distribusi LPG 3 kg agar lebih terstruktur dan terkendali," ujar Yuliot.
Dengan kebijakan baru ini, pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual LPG 3 kg. Sebagai gantinya, sistem distribusi akan dialihkan ke pangkalan resmi yang pasokannya berasal langsung dari Pertamina.
Solusinya, pemerintah membuka kesempatan bagi para pengecer untuk mendaftar sebagai pangkalan resmi. Mereka hanya perlu mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) agar bisa menjadi distributor resmi LPG 3 kg.
"Semua pengecer di Indonesia bisa mendaftar secara online. Ini adalah sistem yang seharusnya tidak menimbulkan kendala," kata Yuliot.
Ia menambahkan bahwa dengan sistem baru ini, pemerintah dapat memantau jumlah kebutuhan LPG 3 kg di setiap daerah, sehingga distribusi bisa lebih merata dan tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pasokan di suatu wilayah.
Pemerintah memberikan waktu satu bulan bagi para pengecer untuk beradaptasi dan mendaftarkan usahanya sebagai pangkalan resmi. Bagi yang belum memiliki NIB, disarankan segera mengurusnya melalui sistem perizinan elektronik Online Single Submission (OSS).