Kota Cirebon Ramai Wisatawan, Tapi Okupansi Hotel Malah Drop

- Kenaikan perjalanan wisatawan nusantara ke Cirebon sebesar 7 persen dari bulan sebelumnya, menunjukkan minat kunjungan tetap terjaga.
- Okupansi hotel di Cirebon turun 8,58 poin dari tahun sebelumnya, dengan tingkat penghunian kamar hanya naik tipis 0,01 poin dari bulan sebelumnya.
- Rata-rata lama menginap tamu di hotel bintang dan nonbintang mengalami penurunan, menandakan tren wisata cepat yang semakin populer.
Cirebon, IDN Times - Arus perjalanan wisatawan domestik menuju Kota Cirebon, Jawa hingga triwulan 3 2025 menunjukkan geliat positif. Di sisi lain, sektor perhotelan justru masih menghadapi tekanan akibat penurunan okupansi dan singkatnya durasi menginap tamu.
Kondisi ini disampaikan Plt Kepala BPS Kota Cirebon, Ujang Mauludin, melalui keterangan resmi yang menggambarkan situasi pariwisata dan kinerja industri akomodasi.
1. Kenaikan perjalanan wisatawan nusantara

Jumlah perjalanan Wisatawan Nusantara (Wisnus) yang memilih Cirebon sebagai tujuan mencapai 255,13 ribu perjalanan selama September 2025.
Angka tersebut naik 7 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat 238,44 ribu perjalanan.
Ujang Mauludin menilai kenaikan ini mengindikasikan minat kunjungan ke Cirebon tetap terjaga, terutama dari segmen wisata belanja, kuliner, dan kunjungan keluarga.
Ia menyebut pergerakan Wisnus cenderung stabil sejak pertengahan tahun.
"Peningkatan pada September menandai momentum pemulihan dari perlambatan kunjungan pada Juli–Agustus yang biasanya terimbas musim libur sekolah dan pola konsumsi rumah tangga. Kenaikan Wisnus sekaligus menunjukkan Cirebon masih menjadi tujuan populer di wilayah Ciayumajakuning," kata Ujang, Selasa (2/11/2025).
2. Okupansi hotel melemah meski wisatawan naik

Di tengah naiknya arus perjalanan, industri hotel justru belum menikmati kenaikan signifikan. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel gabungan bintang dan nonbintang pada September 2025 tercatat 38,47 persen. Angka tersebut turun 8,58 poin dibandingkan periode yang sama tahun 2024.
Secara bulanan, TPK gabungan hanya naik tipis 0,01 poin dari Agustus 2025. Menurut Ujang, kondisi ini memperlihatkan ketatnya persaingan usaha akomodasi di Cirebon. Penawaran kamar terus bertambah, sementara durasi tinggal wisatawan cenderung pendek.
"Hal ini memberi tekanan pada tingkat keterisian hotel-hotel yang mengandalkan tamu leisure maupun bisnis," tutur Ujang.
Hotel bintang mencatat TPK 45,07 persen, merosot 13,25 poin secara tahunan dan turun 0,88 poin secara bulanan. Sektor hotel nonbintang berada di level 23,22 persen, turun tipis 0,84 poin dibandingkan tahun lalu, namun mengalami kenaikan 2,05 poin dari bulan sebelumnya.
3. Durasi menginap mengalami penurunan

Rata-rata lama menginap tamu (RLMT) menjadi indikator lain yang memperlihatkan tekanan industri. RLMT gabungan hotel bintang dan nonbintang mencapai 1,28 hari. Angka tersebut turun 0,06 poin secara year-on-year serta turun 0,02 poin dibandingkan Agustus 2025.
Ujang menjelaskan pola ini sejalan dengan tren wisata cepat atau short escape yang semakin populer. Wisatawan cenderung melakukan perjalanan singkat sambil memaksimalkan transportasi darat yang lebih efisien.
Namun, bagi pelaku usaha hotel, durasi menginap yang pendek mengurangi potensi pendapatan tambahan dari layanan kamar maupun fasilitas hotel.
Hotel bintang mencatat RLMT 1,35 hari, turun 0,07 poin secara tahunan dan turun 0,02 poin dibanding bulan sebelumnya. Sementara itu, hotel nonbintang mencatat RLMT 1,03 hari, melemah 0,03 poin dibanding tahun lalu namun naik 0,01 poin dibanding Agustus 2025.
Kombinasi kenaikan jumlah perjalanan Wisnus dan melemahnya indikator perhotelan memberikan paradoks bagi sektor pariwisata Cirebon. Mobilitas masyarakat meningkat, namun tidak sepenuhnya terkonversi menjadi permintaan kamar hotel.
Menurut Ujang, fenomena ini perlu dicermati pelaku industri karena menandakan perubahan perilaku wisatawan. Munculnya akomodasi alternatif, efisiensi biaya perjalanan, dan maraknya kunjungan harian membuat wisatawan tidak selalu memilih menginap.
Ia menilai sektor akomodasi perlu strategi adaptif, terutama pada peningkatan layanan, diferensiasi produ k, serta promosi yang menyasar segmen wisata keluarga dan bisnis regional.
"Kenaikan Wisnus bisa menjadi peluang, namun memerlukan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan agar manfaat ekonomi dapat dirasakan pelaku industri lokal," ujarnya
















