Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kiai di Cirebon Komentar Soal Keputusan Miftah Mundur dari Jabatan

Pendiri Ponpes VIP Bina Insan Mulia 2, KH Imam Jazuli

Cirebon, IDN Times - Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, KH Imam Jazuli mengapresiasi keputusan Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah yang mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia.

 Menurut Imam, keputusanMiftah berbanding terbalik dengan banyak pejabat lain yang kerap bertahan meski menghadapi kritik keras terkait dugaan pelanggaran etika dan hukum.

“Langkah Gus Miftah ini merefleksikan prinsip kehormatan dan tanggung jawab kepada masyarakat, mirip dengan budaya Samurai di Jepang, di mana menjaga martabat lebih diutamakan daripada mempertahankan posisi,” ujar Imam, Sabtu (7/12/2024).

1. Kontroversi candaan Miftah

Eks pejabat Utusan Khusus Presiden sekaligus pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Keputusan ini bermula dari kritik publik terhadap candaan Gus Miftah dalam sebuah video yang viral. Dalam video tersebut, Gus Miftah melontarkan komentar kepada seorang pedagang es teh bernama Sunhaji, yang dinilai merendahkan.

Reaksi keras muncul dari berbagai kalangan hingga Presiden Prabowo Subianto memberikan teguran resmi.

Sebagai bentuk tanggung jawab, Gus Miftah segera menemui Sunhaji untuk menyampaikan permintaan maaf secara langsung. Meski demikian, kontroversi tersebut berlanjut dan membuatnya memutuskan untuk mundur dari jabatannya.

Kiyai Imam menilai, keputusan Miftah sebagai bentuk keberanian dan pengingat penting bagi pejabat lain.

“Dalam konteks global, langkah ini bisa disejajarkan dengan tindakan Gubernur Prefektur Shizuoka, Heita Kawakatsu, di Jepang, yang mundur setelah ucapannya dianggap merendahkan pedagang kecil. Namun, tindakan seperti ini masih jarang di Indonesia,” katanya.

Ia juga menyoroti nilai penting keberanian untuk mengakui kesalahan di tengah dinamika politik yang sering penuh basa-basi.

“Keputusan ini mencerminkan jiwa ksatria, sesuatu yang patut diapresiasi dalam politik kita,” ujar Imam.

2. Tanggung jawab di tangan presiden

Viral Miftah hina Yati Pesek (x.com/addtaufiq)

Namun, Imam juga menegaskan keputusan akhir ada di tangan Presiden Prabowo. Menurutnya, Presiden memiliki otoritas untuk menilai apakah satu kesalahan layak diganjar dengan pemecatan atau cukup dengan peringatan.

“Presiden Prabowo adalah sosok ksatria yang memahami pentingnya tanggung jawab moral. Jika permohonan Gus Miftah dikabulkan, ini menjadi pengingat bagi pejabat lain agar lebih berhati-hati dalam menjaga amanah. Namun, jika Presiden mempertahankan Gus Miftah, itu adalah kesempatan kedua untuk menunjukkan pembelajaran dari kesalahan,” ujarnya.

Imam juga berpendapat, memberi kesempatan kedua kepada Miftah bukanlah langkah yang berlebihan. Menurutnya, seorang pemimpin yang mengakui kesalahan di depan publik adalah aset berharga.

“Kita semua manusia yang tidak luput dari kesalahan. Gus Miftah sudah menunjukkan penyesalan dan tanggung jawab. Langkahnya untuk meminta maaf secara terbuka adalah tindakan yang patut diapresiasi,” katanya.

3. Dukungan dan harapan publik

gambar istimewa

Keputusan Miftah untuk mundur mendapat banyak apresiasi dari masyarakat yang memandang langkah ini sebagai bukti komitmennya terhadap kehormatan dan tanggung jawab.

Di sisi lain, langkah ini juga menjadi pengingat bagi para pejabat lain untuk selalu menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya.

Kini, publik menunggu keputusan Presiden Prabowo terkait pengunduran diri Gus Miftah.

"Apakah langkah tersebut akan diterima, atau Presiden memilih untuk mempertahankannya sebagai wujud pemberian kesempatan kedua? Terlepas dari itu, keputusan Gus Miftah telah memberikan pelajaran penting tentang tanggung jawab moral dan integritas di dunia politik," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
Hakim Baihaqi
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us