Kepemilikan Obat Bius Dokter Priguna Dipertanyakan

Bandung, IDN Times - Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter residen anastesi FK Unpad, Priguna Anugerah Pratama, masih menjadi perhatian publik. Salah satunya mengenai penggunaan obat bius yang dilakukan sang dokter untuk memperkosa tiga orang korban.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat pun turut menyoroti pengawasan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung mengenai pengawasan terhadap penggunaan obat bius oleh dokter residen anastesi.
Ketua IDI Jabar Moh. Luthfi mengatakan, seorang calon dokter spesialis atau mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) tidak diperkenankan menggunakan obat-obatan secara bebas.
"Dokter residen atau program pendidikan dokter spesialis tentunya tidak bisa menggunakan obat-obatan secara bebas, karena di rumah sakit ada prosedur untuk penggunaan obat, khususnya di rumat sakit pendidikan," kata Luthfi di Bandung, Selasa (15/4/2025).
1. Ada prosedur dalam penggunaan obat bius

Bahkan, untuk menggunakan obat bius sendiri ada prosedur yang harus ditempuh oleh dokter residen ini. Salah satunya dapat rekomendasi dari supervisor, kemudian lanjut pengajuan ke instalasi farmasi untuk mendapatkan obat yang dibutuhkan.
"Khususnya di rumah sakit pendidikan itu harus diajukan dulu kepada supervisor atau dokter pendidiknya, kemudian setelah dilakukan approval baru dapat disampaikan ke instalasi farmasi dan setelah disetujui instalasi farmasi baru dapat diberikan kepada pasien," ujarnya.
2. Ada SOP yang dilanggar dari penggunaan obat bius ini

Adapun mengenai obat-obatan khusus seperti obat bius dan anastesi, kata Luthfi, ada pengawasan secara ketat, dan tidak sembarang dokter diberikan izin untuk menggunakan obat tersebut.
"Untuk obat-obatan khusus di rumah sakit juga ada komite khusus dalam pengawasan terhadap obat-obatan yang sifatnya khusus seperti obat-obat tidur atau untuk pembiusan atau anastesi," kata dia.
Disinggung soal apakah kemungkinan ada pelanggaran SOP yang dilakukan oleh pihak RSHS Bandung, Luthfi memastikan, hal ini dilakukan karena sang dokter melakukan SOP.
"Tentunya pada kasus ini bukan karena SOP-nya yang salah tetapi ada pelanggaran terhadap SOP yang ada di rumah sakit," katanya.
3. Ada lima jenis obat yang ditemukan kepolisian

Diketahui, Dokter Priguna melakukan tindakan pemerkosaan terhadap salah seorang keluarga pasien yang hendak melakukan tindak medis transfusi darah di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS Bandung). Namun, sang dokter justru membawa pasien ke sebuah ruangan baru tepatnya di Gedung Mother and Child Health Care (MCHC) lantai tujuh.
Kemudian, pelaku memberikan 15 kali suntikan dan obat untuk mengeksekusi korban. Polisi pun menemukan lima obat-obatan di mana di antaranya ada beberapa obat bius yang diduga diperoleh dari luar RSHS Bandung.
Obat bius itulah yang digunakan oleh sang dokter melakukan tindakan pemerkosaan terhadap satu orang korban, belakangan diketahui bertambah menjadi tiga orang.
"Iya sementara itu yang ditemukan (lima jenis obat)," ujar Dirreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, saat olah TKP, dikutip Sabtu (12/4/2025).
Saat disinggung mengenai apakah obat-obatan yang digunakan untuk membius korban tersebut berasal dari RSHS, Surawan mengatakan, dugaan sementara obat yang digunakan ini berasal dari luar rumah sakit. Hanya saja, hal itu masih didalami.
"Kemungkinan (dari luar RSHS), kami sedang tanyakan obatnya dari mana. Nanti kami tanya keterangan dokternya lebih lanjut, efeknya apa pada badan, apakah bisa menimbulkan hingga meninggal atau tidak," katanya.
Polda Jabar memastikan akan melakukan pendalaman dalam kasus ini, menyusul adanya penambahan korban menjadi tiga orang. Sementara, Surawan menegaskan, obat bius ini pun digunakan oleh pelaku tidak terlalu banyak, meski ia belum mengetahui dampak pastinya seperti apa.
"Tidak terlalu banyak juga, cukup untuk membius. Waktu bius, ada yang lama, ada yang sejam, sampai tiga jam lebih," ucapnya.
"Korban pertama (pingsan/tidak sadarkan diri), sekitar empat jam, yang kedua satu jam," ujarnya.