Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Segera Berlaku, Disdik Jabar Hapus Pemberian PR Tertulis Bagi Siswa SMA/SMK di Jabar

ilustrasi siswa belajar dengan serius (pexels.com/Pragyan Bezbaruah)
ilustrasi siswa belajar dengan serius (pexels.com/Pragyan Bezbaruah)
Intinya sih...
  • Disdik Jabar menghapus pemberian PR tertulis bagi siswa SMA/SMK, berlaku mulai tahun ajaran 2025/2026
  • Penghapusan PR diganti dengan penugasan kegiatan reflektif, eksploratif, dan pengembangan minat bakat siswa di sekolah
  • Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ingin siswa menyelesaikan pembelajaran di sekolah, sementara waktu di rumah untuk aktivitas produktif dan bermanfaat
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat resmi menghapus pemberian pekerjaan rumah (PR) dalam bentuk tugas tertulis bagi siswa SMA, SMK, dan SLB. Penghapusan ini sesuai dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 81/PK.03/DISDIK tentang optimalisasi pembelajaran, dan akan diterapkan mulai tahun ajaran 2025/2026.

Surat Edaran ini dikeluarkan dan ditandatangani langsung oleh Kepala Disdik Jabar, Purwanto. Di mana di dalamnya menerangkan bahwa pemberian tugas, baik individu maupun kelompok, agar dioptimalkan pada saat jam efektif pembelajaran di satuan pendidikan.

"Serta tidak membebani peserta didik dengan pemberian tugas pekerjaan rumah (PR) yang bersifat tugas tertulis dari setiap mata pelajaran," ujar Purwanto dalam edaran, dikutip Rabu (11/6/2025).

1. Tugas di rumah bisa diganti kegiatan lain di luar akademik

ilustrasi sekumpulan siswa belajar bersama (pexels.com/Norma Mortenson)
ilustrasi sekumpulan siswa belajar bersama (pexels.com/Norma Mortenson)

Sebagai gantinya, sekolah diminta mengarahkan penugasan kepada kegiatan yang bersifat reflektif dan eksploratif. Di mana hal ini bisa diberikan dalam bentuk projek yang mengarahkan siswa untuk berbakti kepada orangtua dan lingkungan.

"Namun dapat diarahkan pada kegiatan reflektif dan eksploratif misalnya melalui pelaksanaan proyek pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kesadaran peserta didik terhadap keluarga, alam, dan lingkungan sekitar," katanya.

Surat Edaran ini juga mengatur bahwa penugasan akademik harus difokuskan untuk penguatan siswa yang belum mencapai kompetensi minimal, dengan ketentuan maksimal 60 persen dari durasi tatap muka.

"Dan dioptimalkan pelaksanaannya di sekolah melalui pembelajaran remedial," tutur Purwanto.

2. Bisa dengan pengembangan diri siswa

ilustrasi siswa belajar dengan laptop (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi siswa belajar dengan laptop (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Di luar jam belajar efektif, peserta didik didorong untuk mengembangkan minat dan bakat, baik di rumah maupun di sekolah. Pengembangan ini mencakup berbagai bidang seperti keagamaan, literasi, seni, olahraga, sains, teknologi, kewirausahaan, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

"Dapat dioptimalkan juga untuk pengembangan minat dan bakat peserta didik di antaranya membantu orangtua/wali di rumah serta lingkungan sekitar," katanya.

Menurut Purwanto, kepala cabang dinas pendidikan di tiap wilayah diminta untuk segera mensosialisasikan kebijakan ini serta mendampingi satuan pendidikan dalam pelaksanaannya.

"Kepala cabang Dinas Pendidikan diminta agar menugaskan pendamping satuan pendidikan untuk melaksanakan pemantauan pelaksanaan edaran tersebut dan melaporkannya kepada kepala cabang dinas pendidikan wilayah," kata dia.

3. Bisa dengan fokus belajar agama

ilustrasi siswa belajar bahasa Inggris di kelas (pexels.com/TonyNojmanSK)
ilustrasi siswa belajar bahasa Inggris di kelas (pexels.com/TonyNojmanSK)

Sementara itu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkap alasan memberlakukan kebijakan tersebut. Menurut Dedi, PR tertulis selama ini hanya menjadi rutinitas yang menjemukan. Ia menilai aktivitas tersebut tidak lagi relevan dengan kebutuhan pembelajaran masa kini.

"Penghapusan PR itu dimaknai sebagai upaya menghentikan kegiatan aktivitas rutin di sekolah dibawa ke rumah. Yang seru, pembelajaran itu ada jawabannya di buku-bukunya kemudian dipindahkan menjadi daftar isian," ujar Dedi.

Dedi berharap seluruh kegiatan pembelajaran bisa maksimal diselesaikan di sekolah, sementara waktu di rumah digunakan siswa untuk mengembangkan diri melalui aktivitas yang lebih nyata dan bermanfaat.

"Yang dilakukan pekerjaannya di rumah tentunya ini seluruh kegiatan ini untuk mencapai target 80 persen atau 100 persen dari sistem pembelajaran bisa diselesaikan semuanya di sekolah," ujarnya.

"Tetapi anak-anak ketika di rumah itu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan produktif di rumah yang memiliki hubungan dengan peningkatan disiplin, produktivitas, dan bagaimana relaksasi dengan semesta," tuturnya.

Dedi memberikan contoh saat anak membantu orangtua mencuci piring, mengepel, memasak, menyetrika, hingga merapikan atau membuat taman di rumah. Semua aktivitas itu, menurutnya, bisa dinilai sebagai bagian dari pelajaran di sekolah.

"Itu adalah pekerjaan rumah yang harus mendapat penilaian positif dari gurunya. Itu bisa menjadi tambahan untuk pembelajaran PPKN, agama, ekonomi," tutur Dedi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us