Dedi Mulyadi Resmi Larang Guru Berikan Hukuman Fisik ke Murid SD-SMA

- Pemerintah Provinsi Jawa Barat melarang guru memberikan hukuman fisik kepada siswa dari SD hingga SMA/SMK
- Surat Edaran (SE) mengatur sanksi edukatif dan pedagogik untuk siswa yang melanggar aturan, seperti membersihkan kelas atau sanksi sosial lainnya
- Tujuan larangan hukuman fisik adalah agar hukuman proporsional dan anak dapat melakukan perbaikan dengan pendekatan pedagogik
Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang larangan guru memberikan hukuman fisik kepada siswa di sekolah. Surat tersebut berlaku untuk seluruh guru dari tingkat SD hingga SMA/SMK sederajat di wilayah Jawa Barat.
"Saya kira sudah jelas, sudah dibuatkan dan sudah didistribusikan, kami berharap jajaran Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kemenag (menerapkan sanksi) intinya edukatif dan pedagogik," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, Senin (10/11/2025).
1. Sanksi harus edukatif

Dalam SE tersebut, kata Herman, diatur sanksi apa yang harus diberikan ketika siswa melakukan kesalahan atau melanggar aturan. Sehingga, nantinya sudah tidak ada lagi bentuk hukuman fisik terhadap murid.
"Intinya penyelesaian anak-anak yang khusus ini harus edukatif, jadi menyelesaikan masalah tanpa masalah, bukan dengan menimbulkan masalah baru, ini kan pendidikan jadi kalaupun ada hukuman, harus edukatif," katanya.
2. Bisa diganti dengan kerja bakti

Lebih lanjut, Herman menyampaikan, sanksi atau hukuman terhadap siswa nakal di sekolah ini dapat diganti dengan membersihkan kelas atau sanksi sosial lainnya. Hal ini juga sesuai dengan arahan dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
"Pak gubernur menyampaikan misalnya dengan kerja bakti, bersih-bersih di sekolah kan bagus tuh. Dulu waktu kita sekolah kan ada juga semacam piket," ucapnya.
3. Pendekatan harus dengan pedagogik

Menurutnya, SE tersebut bertujuan agar hukuman yang diberikan kepada siswa proporsional, sehingga anak melakukan perbaikan atas masalah yang ditimbulkan.
"Karena sebetulnya dinamika anak-anak ini kan khas, harus dilakukan dengan pendekatan pedagogik, tidak bisa yang lain," katanya.
"Dinamika selalu ada, apalagi sekarang era media sosial, kalau tidak diedukasi dengan baik, bisa jadi informasi dari media sosial lebih jauh memengaruhi anak daripada edukasi dari guru dan orangtua. Makanya harus ada kolaborasi, sekolah, pemerintah, orang dan masyarakat," katanya.
















