Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dilaporkan Wali Murid di Bekasi ke Polisi Soal Barak Militer, Ini Respons Dedi Mulyadi

Kang Dedi Mulyadi Berbicara Saat Rapat (jabarprov.go.id)
Kang Dedi Mulyadi Berbicara Saat Rapat (jabarprov.go.id)
Intinya sih...
  • Dedi Mulyadi merespons laporan wali murid Bekasi terkait kebijakan barak militer bagi pelajar bermasalah di Jabar
  • Pelapor bernama Adhel Setiawan melaporkan ke Bareskrim Polri karena menganggap kebijakan tersebut melanggar undang-undang perlindungan anak
  • Pengamat Kebijakan Publik, Pius Sugeng Prasetyo, menilai bahwa kebijakan publik harus diorientasikan untuk kepentingan masyarakat dan menyoroti kesenjangan sosial yang masih ada di Jawa Barat
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memberikan respons mengenai adanya laporan orang tua atau wali murid ke Bareskrim Mabes Polri atas kebijakan wajib militer bagi pelajar bermasalah di Jabar. Dedi memberikan aduan ini dengan santai.

Dia enggan menanggapinya dengan emosional, dan menyebut Wali murid yang melaporkan dirinya ke Polisi itu sedang mencari perhatian atas apa yang kini tengah dikerjakannya.

"Berbagai upaya yang diarahkan pada diri saya, baik kritik, saran, bully, nyinyir atau upaya untuk mempidanakan diri saya, tidak usah ditanggapi dengan emosi. Kita hadapi dengan rileks saja. Mungkin mereka lagi mencari perhatian," kata Dedi lewat media sosial Instagramnya, yang dilihat pada Sabtu (7/6/2025).

1. Program Barak Militer diklaim untuk kepentingan masyarakat

Kang Dedi Mulyadi (PORTAL JABARPROV.GO.ID/Rep Teguh)
Kang Dedi Mulyadi (PORTAL JABARPROV.GO.ID/Rep Teguh)

Pelapor Dedi Mulyadi sendiri merupakan wali murid berasal dari Bekasi bernama Adhel Setiawan. Laporannya diterima dengan model pengaduan masyarakat (Dumas), di mana maksud dari laporan ini untuk melindungi anaknya agar tidak masuk ke barak militer.

Adhel menyebut kebijakan barak militer Gubernur Jabar itu melanggar Pasal 76H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sementara, menurut Dedi, program memasukkan siswa-siswi bermasalah ke barak militer ini merupakan bukti cintanya kepada generasi muda.

"Dan bagi saya, meyakini apa yang dilakukan Adalah upaya-upaya mencintai seluruh rakyat Jawa Barat dan mencintai generasi mudanya. Karena saya ingin warga Jabar ke depan anak-anak mudanya menjadi anak-anak hebat, menguasai teknologi, menguasai industri, menguasai pertanian, menguasai peternakan, perikanan, kelautan, kewirausahaan dan seluruh berbagai profesi lainnya," katanya.

2. Dalam kebijakan publik ada pro dan kontra biasa

Dedi Mulyadi di Gedung KPK pada Senin (19/5/2025). (dok. Humas KPK)
Dedi Mulyadi di Gedung KPK pada Senin (19/5/2025). (dok. Humas KPK)

Sementara, Pengamat Kebijakan Publik, Universitas Parahyangan, Pius Sugeng Prasetyo menilai, pada dasarnya semua kebijakan publik yang dikeluarkan oleh semua kepala daerah dan presiden tidak akan bisa memuaskan semua pihak. Namun, kebijakan ini harus betul-betul diorientasikan untuk kepentingan masyarakat.

Dalam konteks pendidikan karakter dari Pemprov Jabar ini, kata dia, pasti menimbulkan pro kontra. Namun apakah kebijakan tersebut menguntungkan publik atau justru hanya menguntungkan Gubernur Dedi Mulyadi sendiri, kelompoknya atau partainya.

"Kita membaca konteksnya, sehingga kalau memang menurut dari pendapat atau pandangan yang lain, ngapain sih harus dimasukkan ke Barak Militer? Ini militerisasi dan dan sebagainya. Mungkin iya," katanya.

"Tapi mungkin konteks ketika misalnya ada warga yang memang harus dimasukkan dalam sebuah kerangka edukasi yang memang membutuhkan katakanlah treatment seperti itu. Saya pikir juga tidak ada salahnya," jelasnya.

3. Kebijakan ini jangka pendek

Dedi Mulyadi di Gedung KPK pada Senin (19/5/2025). (dok. Humas KPK)
Dedi Mulyadi di Gedung KPK pada Senin (19/5/2025). (dok. Humas KPK)

Kemudian, dalam kebijakan publik terdapat kajian rasional komprehensif teori. Pius menjelaskan, teori rasional adalah suatu kebijakan yang memang dibuat ditetapkan dengan perhitungan-perhitungan, pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional, yang sangat komprehensif dan sifatnya untuk jangka panjang.

"Di sisi lain, terdapat juga juga kebijakan yang sifatnya itu inkremental. Inkremental adalah saat ini masyarakat membutuhkan apa yang harus bisa langsung direspons. Jadi harus dibedakan antara ini adalah kebutuhan untuk jangka panjang atau untuk kebutuhan yang inkremental," katanya.

Berdasarkan kaca mata pribadinya, Pius belum banyak menangkap kebijakan Dedi Mulyadi yang sifatnya untuk jangka panjang. Menurutnya, Dedi lebih banyak membuat kebijakan yang inkremental.

Kebijakan jangka panjang untuk wilayah Jawa Barat, kata Pius yang paling penting saat ini yaitu masih adanya kesenjangan di masyarakat. Menurutnya, hal ini bisa diselesaikan dan dikaji kemudian dibuatkan kebijakan yang bisa menuntaskan persoalan ini.

"Jawa Barat ini masih ada sebuah kesenjangan sosial yang sangat luar biasa. Maka kebijakan-kebijakan apa yang bisa digunakan untuk bahasanya adalah mengentaskan, mengurangi gap," ucapnya.

"Entah itu yang terkait dengan isu pendidikan, entah itu yang isu sosial ekonomi, kawasan-kawasan katakanlah pinggir Jawa Barat ini ya. Saya pikir itu yang saya sangat berharap ya. Karena problem utamanya ada di situ," tuturnya.

Pius pun tidak mempersoalkan jika Dedi Mulyadi terus melakukan kebijakan publik yang sifatnya jangka pendek. Hanya saja, hal ini, tidak akan bisa menyelesaikan semuanya secara menyeluruh, dan hanya sesaat.

"Bahkan nanti tidak ada keberlanjutan ya dan ganti pemimpin suasananya akan ganti lain lagi. Artinya dampaknya ada semacam discontinuity ya, tidak ada keberlanjutan. Kemudian dampaknya juga hanya sesaat. Dirasakan hanya saat ini saja," jelasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us