Dedi Mulyadi Desak Kasus Pemerkosaan Dokter Residen Unpad Terus Diusut

Bandung, IDN Times - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mendesak agar kasus dugaan pemerkosaan pasien RSHS Bandung oleh residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), Fakultas Kedokteran Unpad, Priguna Anugerah Pratama, diusut secara tuntas.
Diketahui, dalam kasus ini Priguna Anugerah mengklaim sudah melakukan perdamaian dengan korban pertama, di mana keduanya sudah membuat perjanjian di atas materai, namun belakangan muncul dua orang korban lainnya.
Bagi Dedi Mulyadi, persoalan ini bukan tentang perdamaian antara korban pertama dengan sang dokter tersebut, melainkan harus adanya kepastian hukum dari kasus ini.
"Saya tetep, kan saya denger ada aspek-aspek yang bersifat perdamaian. Intinya kan bukan itu masalahnya, intinya adalah kita harus membangun kepercayaan yang tinggi terhadap perguruan tinggi kemudian dunia kedokteran," kata Dedi, Sabtu (12/4/2025).
1. Hukuman harus tegas

Untuk membenahi hal itu, menurut Dedi, pihak-pihak terkait harus menegaskan bahwa yang bersangkutan sudah bukan berstatus dokter karena adanya dugaan pelanggaran kasus hukum pidana.
"Jadi hukumannya harus tegas dan harus cepat diambil keputusan yang bersifat hukuman dari perguruan tingginya. Karena apa? Karena itu kepercayaan," ucapnya.
2. Sistem rekrutmen harus dibenahi

Dedi menegaskan, dengan adanya peristiwa ini harus ada evaluasi secara menyeluruh mengenai sekolah profesi kedokteran, jangan sampai hanya menerima siswa-siswi dengan yang berduit saja.
"Kemudian yang berikutnya adalah mengevaluasi rekrutmen dokter. Kita jujur deh, hari ini yang masuk kedokteran tuh yang punya duit, pintar saja nggak cukup," katanya.
3. Unpad pecat dokter Priguna

Sebelumnya Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Arief Sjamsulaksan Kartasasmita mendukung langkah kepolisian dalam penanganan kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan mahasiswanya. Unpad ikut prihatin dengan kasus ini dan memastikan tidak memberi toleransi dalam bentuk apapun pelanggaran yang dilakukan pelaku.
"Sebagai lembaga pendidikan, kami sama sekali tidak akan memberikan ruang bagi terjadinya pelanggaran-pelanggaran, baik yang dilakukan oleh mahasiswa di tempat kerja, tempat praktik, maupun di lingkungan Unpad secara umum," kata Arief melalui keterangan resmi, Rabu (9/4/2025).
Menurutnya, dengan kasus yang melibatkan mahasiswa Program Studi Anestesiologi tersebut, maka yang bersangkutan akan mendapatkan pemutusan studi. Meskipun belum ada putusan pengadilan, yang bersangkutan sudah terindikasi dan terbukti melakukan tindak pidana, sehingga kami akan segera dikeluarkan dari Unpad.
"Ada aturan internal di Unpad yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa, dosen, maupun karyawan yang melakukan tindakan pidana akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku," ungkapnya.
Mahasiswa itu pun tidak akan lagi tercatat sebagai mahasiswa Unpad, serta tidak dapat melakukan aktivitas apapun di lingkungan rumah sakit maupun di lingkungan Unpad.